spot_img
spot_img

Wamenkum: RUU KUHAP Tak Berlaku bagi KPK dan Kejaksaan, Korupsi Tetap Diatur Khusus

 

JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan bahwa ketentuan upaya paksa dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak akan berlaku bagi penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun Kejaksaan RI.

Wamenkum yang akrab disapa Eddy ini menegaskan, pihaknya memahami bahwa korupsi merupakan tindak pidana khusus yang memiliki hukum acara tersendiri. Karena itu, Undang-Undang KPK tetap menjadi rujukan utama dalam penanganan kasus korupsi.

Iklan

“Berdasarkan postulat lex specialist derogat legi generali, yang berlaku adalah hukum acara yang ada dalam Undang-Undang Tipikor,” kata Eddy kepada wartawan, Rabu (16/7/2025).

Terkait penyadapan dalam draf RUU KUHAP, Eddy menjelaskan bahwa hanya ada satu pasal yang mengatur hal tersebut.

“Ketentuan mengenai penyadapan akan diatur dalam undang-undang tersendiri,” jelasnya.

Lebih jauh, Eddy menambahkan, prinsip hukum acara yang bersifat khusus tak hanya berlaku untuk tindak pidana korupsi, tetapi juga mencakup kejahatan khusus lainnya seperti terorisme dan narkotika.

“Situasi seperti ini sama persis ketika tindak pidana korupsi dimasukkan dalam KUHP. Saat itu, ada kekhawatiran akan melemahkan pemberantasan korupsi. Faktanya, KUHP baru telah disahkan sejak 2 Januari 2023 dan KPK tetap bekerja secara optimal dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi,” tegasnya.

KPK Soroti 17 Masalah dalam Draf KUHAP

Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah mencatat 17 poin permasalahan dalam draf RUU KUHAP yang kini tengah dibahas bersama DPR dan pemerintah.

BACA JUGA  Analisis Kritis: Ijazah Jokowi dan Hantu Masa Lalu di Lorong Akademik UGM

“Dalam perkembangan diskusi di internal KPK, setidaknya ada 17 poin yang menjadi catatan dan ini masih terus kami diskusikan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (16/7/2025).

Menurut Budi, seluruh catatan tersebut akan segera disampaikan kepada Presiden dan DPR sebagai bentuk masukan resmi dari lembaga antirasuah terhadap draf RUU tersebut.

“Dan hasilnya akan kami sampaikan kepada Bapak Presiden dan DPR sebagai masukan terkait dengan rancangan undang-undang hukum acara pidana tersebut,” katanya.

Salah satu poin krusial yang disoroti KPK adalah kecenderungan draf RUU KUHAP untuk mengabaikan prinsip kekhususan (lex specialis) dalam penanganan tindak pidana korupsi.

“Tindak pidana korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang membutuhkan upaya hukum khusus. Artinya, tentunya KUHAP juga butuh untuk mengatur itu (tindak pidana korupsi) secara khusus juga,” tegas Budi.

Diskursus antara pemerintah dan KPK ini menunjukkan pentingnya penyusunan KUHAP yang tidak justru melemahkan semangat pemberantasan korupsi, melainkan memperkuatnya dengan tetap mengakui sifat luar biasa dari tindak pidana korupsi dan kebutuhan akan pendekatan hukum yang khusus. (*/rel)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses