JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta seluruh pemerintah daerah (Pemda) melakukan efisiensi belanja, terutama di tengah penurunan Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026. Selain itu, Tito juga mengungkapkan terobosan baru dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang kini mampu menghitung pertumbuhan ekonomi daerah setiap bulan.
Dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital Indonesia (FEKDI) X Indonesia Fintech Summit and Expo (IFSE) 2025, di Jakarta, Jumat (31/10/2025), Tito menjelaskan bahwa BPS telah menemukan rumus untuk menghitung pertumbuhan ekonomi daerah secara bulanan.
“Nah ini pertumbuhan ekonomi per triwulan, saya minta ada indikator yang silakan Ibu [Kepala BPS] cari rumusnya, bisa paham sebulan sekali. Jadi kami sudah keluar sekarang rumusnya per sebulan sekali, kami akan bisa petakan,” terang Tito.

Menurutnya, dengan data tersebut, pemerintah daerah bisa memantau capaian pertumbuhan ekonomi lebih cepat tanpa harus menunggu laporan triwulanan.
“Jadi kami bisa tahu pertumbuhan daerah yang tinggi, yang minus. Yang minus kami genjot,” lanjut mantan Kapolri itu.
Pertumbuhan Ekonomi Bulanan Jadi Alat Evaluasi Daerah
Tito mengatakan, langkah ini merupakan kelanjutan dari kerja sama antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan BPS. Sebelumnya, BPS juga telah menemukan rumus untuk memantau inflasi daerah setiap minggu, yang kini rutin dibahas oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Dengan data ekonomi bulanan, pemerintah pusat dapat memetakan daerah dengan pertumbuhan tertinggi dan terendah secara lebih akurat. Berdasarkan data BPS yang dihimpun Kemendagri, daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi pada kuartal II/2025 adalah Maluku Utara yang mencapai 32 persen (yoy) — satu-satunya provinsi yang mencatat pertumbuhan dua digit.
Posisi berikutnya diisi oleh Sulawesi Tengah (7,95%), Kepulauan Riau (7,14%), Bali (5,95%), Sulawesi Tenggara (5,89%), Sulawesi Utara (5,64%), Kalimantan Barat (5,59%), DI Yogyakarta (5,49%), dan Nusa Tenggara Timur (5,44%).
TKD Turun Tajam, Tito Minta Pemda Pangkas Belanja Birokrasi
Dalam kesempatan terpisah pada acara Katalis P2DD di Jakarta, Tito menegaskan agar Pemda lebih efisien dalam mengelola APBD menyusul penurunan alokasi TKD dalam APBN 2026. Sebagai informasi, nilai TKD tahun depan hanya Rp 693 triliun, turun sekitar 24,66 persen dari Rp 919,87 triliun pada 2025.
“Belanjanya harus diefisiensikan, terutama yang dibelanja untuk pegawai. Kalau gaji tidak, tapi belanja untuk birokrasinya itu harus disederhanakan,” tegas Tito.
Ia menilai, banyak Pemda selama ini masih berpikir dengan “template lama” — menilai anggaran berdasarkan nominal, bukan efektivitasnya.
“Daerah jangan hanya melihat angka. Misalnya selama ini dapat anggaran 100 lalu jadi 60, langsung bilang kurang. Kenapa? Karena tidak bisa melihat template lama dengan keadaan baru,” ujarnya.
Dorong Perubahan Pola Belanja Daerah
Tito mendorong agar Pemda mengalihkan belanja dari pos birokrasi ke program yang berdampak langsung bagi masyarakat.
“Ketika menyisir anggaran, banyak daerah yang bilang kurang, tapi setelah dilihat, ternyata belanjanya banyak terserap untuk perjalanan dinas, rapat, dan pemeliharaan,” kata Tito.
Ia menegaskan bahwa keluhan soal anggaran sering kali muncul karena belanja daerah tidak diprioritaskan dengan baik.
“Yang harus dilakukan adalah exercise, yaitu efisiensi belanja. Kan komponennya APBD, belanjanya harus diefisiensikan terutama yang di belanja untuk pegawai,” tambahnya.
Menurut Tito, banyak contoh daerah yang berhasil mengefisienkan anggarannya tanpa menurunkan kinerja.
“Ada daerah yang berhasil melakukan efisiensi itu. Kabupaten Lahat, misalnya, bisa menghemat Rp 425 miliar dari belanja birokrasi,” ungkapnya.
Peringatkan Pola Pikir Lama, Refleksi dari Pandemi
Tito juga mengingatkan agar kepala daerah tidak terjebak dengan pola pikir lama dalam menghadapi situasi baru. Ia mencontohkan masa pandemi COVID-19, ketika sebagian besar aparatur sipil negara (ASN) bekerja dari rumah, namun roda pemerintahan tetap berjalan.
“Waktu itu sebagian besar aktivitas pemerintahan tetap berjalan, padahal hanya 25 persen ASN yang bekerja di kantor. Artinya apa? Jangan-jangan pegawai kita memang terlalu banyak,” ucap Tito.
Ia menyebut, pengalaman masa pandemi seharusnya menjadi pelajaran penting bahwa efisiensi bukan berarti pemangkasan pelayanan publik, melainkan rasionalisasi penggunaan sumber daya agar lebih produktif.
Tito: Jangan Gunakan Template Lama untuk Keadaan Baru
Tito menekankan kembali bahwa penurunan TKD bukan alasan bagi Pemda untuk menganggap anggarannya kurang.
“Saya sampaikan, daerah-daerah jangan melihat angka. Misalnya selama ini dapat 100 terus menjadi 60 langsung bilang kurang. Jangan melihat template yang lama dengan keadaan baru,” katanya.
Alih-alih mengeluh, ia meminta Pemda berfokus pada inovasi dan efisiensi program.
“Ini saja untuk menyisir belanja, pasti banyak yang bilang kurang, tapi begitu kita pelototin, ternyata perjalanan dinasnya terlalu banyak, rapatnya terlalu banyak, pemeliharaan-perawatan terlalu banyak. Nah ini teman-teman daerah tolong jangan berpikir yang lama digunakan situasi baru,” ujar Tito.
Dengan langkah-langkah tersebut, Tito yakin Pemda tetap bisa menjaga laju pembangunan daerah meski transfer dari pusat berkurang.
“Untuk perencanaan tahun 2026, selain efisiensi belanja jangan gunakan template lama. Ada daerah-daerah yang sukses melakukan itu, Kabupaten Lahat misalnya. Dia bisa menghemat Rp 425 miliar dari belanja birokrasi dan ternyata bisa,” tegasnya.
Ia menutup dengan refleksi optimistis:
“Kita juga pernah ngalamin dua kali paling tidak, pada waktu zaman COVID semua daerah semua pendapatan negara berkurang. Semua dirasionalisasi, bahasa kerennya. Bahasa lapangannya dipotong. Tapi kita bisa survive,” pungkas Tito. (*/Rel)




