ilustrasi gaji guru di Potong
PADANG, ALINIANEWS.COM — Kebijakan pemotongan zakat secara otomatis dari gaji guru yang diatur dalam Surat Edaran Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat menuai kritik tajam dari kalangan pendidik. Surat Edaran dengan Nomor 100.3.4.4/3373/SEK/DISDIK-2025 tertanggal 11 Juni 2025 itu dianggap memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan aspek syariah dan kebebasan individu dalam beribadah.
Dalam surat edaran tersebut, seluruh guru Aparatur Sipil Negara (ASN) penerima Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang memenuhi nilai nishab (ambang batas wajib zakat) diwajibkan untuk membayar zakat sebesar 2,5% dari total pendapatan bruto mereka. Zakat tersebut akan dipotong langsung oleh bendahara sekolah dan disetorkan ke Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat.
“Ini bentuk pemaksaan atas hak pribadi yang seharusnya menjadi urusan individu masing-masing. Islam tidak pernah mewajibkan penyaluran zakat harus melalui satu lembaga, apalagi dengan cara pemotongan gaji otomatis,” ujar salah seorang guru yang menyampaikan pengaduan kepada BPI KPNPA Sumbar.
Para guru juga menyoroti perbedaan signifikan antara nilai nishab yang ditetapkan dalam surat edaran dengan ketentuan syariah. Dalam surat edaran tersebut, nilai nishab zakat pendapatan tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp85.685.927 per tahun (atau sekitar Rp7.140.498 per bulan). Sementara menurut pandangan para ulama, nilai nishab zakat penghasilan seharusnya merujuk pada 85 gram emas.
Jika merujuk pada harga emas berdasarkan data Pegadaian per 15 Juli 2025 sebesar Rp1.835.000/gram, maka nilai nishab seharusnya adalah sekitar Rp155.975.000, jauh lebih tinggi dari yang ditetapkan dalam surat edaran.
“Angka yang digunakan dalam edaran sangat jauh dari standar syariah. Ini patut diduga sebagai cara untuk memastikan bahwa seluruh guru penerima TPG ‘terkena’ kewajiban zakat, padahal belum tentu mereka memenuhi nishab secara syar’i,” lanjut isi pengaduan tersebut.
Dalam surat edaran tersebut, pemotongan dilakukan atas seluruh pendapatan bruto guru, termasuk gaji selama 14 bulan (12 bulan gaji reguler ditambah THR dan gaji ke-13), serta Tunjangan Profesi Guru (TPG) selama 12 bulan. Dana yang dipotong kemudian disetorkan ke rekening Unit Pengumpul Zakat (UPZ) Dinas Pendidikan setiap bulannya, dengan tenggat waktu hingga tanggal 10. Bahkan, tata cara penyetoran pun dirinci secara ketat, mulai dari penulisan nama sekolah secara lengkap hingga rincian bulan pembayaran, contoh seperti: ZAKAT GAJI JUNI 2025 SMAN 1 PARIAMAN. Hal ini menunjukkan betapa rigidnya kebijakan ini diterapkan.
Meski dalam surat edaran juga disebutkan bahwa sekolah dapat mengajukan bantuan ke Baznas untuk kepentingan pendidikan, bencana, ekonomi, dan kesehatan, banyak guru merasa bahwa manfaat itu tidak sebanding dengan kewajiban yang dibebankan secara sepihak.
Kini, para guru SLTA se-Sumbar telah mengajukan pengaduan resmi kepada Ketua BPI KPNPA Sumatera Barat, dengan harapan agar kebijakan pemotongan otomatis ini dapat dikaji ulang atau bahkan dibatalkan. Mereka mendesak agar hak untuk menyalurkan zakat dikembalikan kepada individu sebagai bentuk kebebasan beragama yang dijamin konstitusi dan syariat.
Menanggapi pengaduan para guru SLTA se-Sumatera Barat terkait Surat Edaran Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat tentang kewajiban pemotongan zakat otomatis, Ketua BPI KPNPA Sumatera Barat, Drs. Marlis, MM, memberikan pernyataan resmi:
“Kami di BPI KPNPA Sumatera Barat menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas keberanian para guru dalam menyampaikan keluhan dan keresahan mereka kepada kami. Ini adalah bentuk sikap kritis yang patut dihargai dalam sebuah negara demokrasi. Seorang guru bukan hanya pengajar, tetapi juga teladan dalam menyuarakan keadilan.”
Kebijakan yang mewajibkan pemotongan zakat dari penghasilan para guru dinilai mencerminkan kurangnya kepekaan Dinas Pendidikan Sumatera Barat terhadap kondisi ekonomi yang dihadapi guru, terutama mereka yang bertugas di daerah terpencil. Alih-alih meringankan beban, kebijakan ini justru menambah tekanan finansial bagi para pendidik yang selama ini sudah bekerja dalam keterbatasan.
Untuk itu, BPI KPNPA RI Sumatera Barat meminta kepada Gubernur Sumatera Barat agar dapat mendengar suara para guru yang telah menyampaikan keluh kesahnya secara terbuka dan jujur. Lembaga ini menilai bahwa pengaduan tersebut merupakan bentuk kepedulian moral yang harus ditanggapi secara serius. Selanjutnya, BPI KPNPA RI Sumbar berharap Gubernur dapat mencarikan solusi yang paling bijaksana, dengan mempertimbangkan keadilan, kondisi riil para guru, serta esensi zakat sebagai ibadah yang seharusnya dilandasi keikhlasan, bukan paksaan.
Hingga berita ini dirilis, Alinianews sedang menunggu tanggapan resmi dari pihak Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat. (***)