Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah Muhammad Cholil Nafis
JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis ikut menjadi korban kebijakan pemblokiran rekening dormant (tidak aktif) oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Salah satu rekening yayasan miliknya dengan saldo sekitar Rp 300 juta diblokir tanpa pemberitahuan.
“Sedikit sih enggak banyak, paling Rp 200-300 juta untuk jaga-jaga yayasan. Tapi setelah saya coba kemarin mau mentransfer, ternyata sudah terblokir,” kata Cholil, Senin (11/8/2025).

Cholil menilai kebijakan itu tidak bijak dan berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan. Ia meminta Presiden RI Prabowo Subianto turun tangan meninjau kembali aturan tersebut.
“Di samping PPATK bisa memblokir semua rekening, itu hak asasi. Menurut saya perlu ada tindakan dari Presiden (terhadap) kebijakan yang bikin gaduh,” ujarnya.
Menurutnya, banyak masyarakat yang sengaja membiarkan rekening tidak aktif untuk kebutuhan mendesak di masa depan. Pemblokiran yang dilakukan tanpa memilah berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM).
“Ini sudah menabung karena tidak aktif, lalu diblokir. Jadi kalau memang melanggar, maka praduga tidak bersalah harus dilakukan proses hukum, baru rekeningnya diblokir,” tegasnya.
Cholil juga menanggapi temuan PPATK terkait 120 ribu rekening yang diperjualbelikan di media sosial dan e-commerce, serta digunakan untuk tindak pidana seperti perjudian, korupsi, hingga penipuan. Ia mendukung penegakan hukum, namun meminta agar kebijakan dilakukan tepat sasaran.
“Mana orang yang melanggar, mana orang yang melaksanakan anjuran pemerintah ‘ayo menabung’. Kalau pemblokiran tidak tepat sasaran, masyarakat bisa kehilangan kepercayaan terhadap perbankan,” imbuhnya.
PPATK sebelumnya mengungkap, sejak 2020 ditemukan 1 juta rekening dormant yang terindikasi dipakai untuk kejahatan, termasuk pencucian uang, judi online, hingga penipuan. Dari jumlah itu, lebih dari 150 ribu rekening berasal dari jual-beli rekening, peretasan, dan pelanggaran hukum lainnya. Bahkan, 50 ribu rekening diduga menerima aliran dana ilegal.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan pemblokiran bersifat sementara dan saldo nasabah tetap aman. “Hak nasabah 100 persen tidak akan hilang,” ujarnya. Pemblokiran, kata Ivan, dilakukan sesuai UU No. 8 Tahun 2010 untuk mencegah penyalahgunaan rekening. Nasabah dapat mengaktifkan kembali rekening atau menutupnya permanen dengan mendatangi bank.
“Sekarang marak sekali rekening-rekening tidak aktif diperjualbelikan dan dipakai untuk transaksi ilegal tanpa sepengetahuan nasabah. Pemblokiran ini untuk melindungi hak dan kepentingan nasabah,” jelas Ivan.
(*/rel)