Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Muhammad Bobby Afif Nasution Bersama Gubernur Aceh Muzakir Manaf di Pendopo Rumah Dinas Gubernur Aceh, Jalan Sultan Mahmudsyah, Kota Banda Aceh, Rabu (4/6/2025).(Dok Pemprov Sumut)
JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Polemik status empat pulau antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) terus memanas. Empat pulau yang kini tercatat dalam wilayah administratif Sumut, yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, menjadi titik sengketa antara dua provinsi yang sama-sama mengklaim sebagai pemilik sah.
Masalah ini mencuat setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menerbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 pada 25 April lalu, yang menetapkan bahwa keempat pulau tersebut termasuk dalam wilayah Sumut.
Namun, Pemerintah Provinsi Aceh menolak keputusan tersebut. Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Aceh, Syakir, menyebut bahwa proses perubahan status keempat pulau itu sebenarnya telah berlangsung sejak sebelum 2022.
“Proses perubahan status keempat pulau tersebut telah berlangsung sebelum 2022, jauh sebelum Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah menjabat. Pada 2022, beberapa kali telah difasilitasi rapat koordinasi dan survei lapangan oleh Kementerian Dalam Negeri,” kata Syakir dalam keterangannya, Senin (26/5/2025).
Penolakan ini kemudian berujung pada permintaan agar pemerintah pusat turun tangan. Presiden RI Prabowo Subianto akhirnya mengambil alih persoalan tersebut.
“Hasil komunikasi DPR RI dengan Presiden RI bahwa Presiden mengambil alih persoalan batas pulau yang menjadi dinamika antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara,” ujar Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, Sabtu (14/6/2025).
Dasco mengatakan, Presiden Prabowo telah menargetkan bahwa keputusan mengenai status kepemilikan keempat pulau itu akan diumumkan pada pekan ini. “Dalam pekan depan (pekan ini, red) akan diambil keputusan oleh Presiden tentang hal itu,” tambahnya.
Langkah konkret mulai diambil. Pada Senin (16/6/2025), Kementerian Dalam Negeri menggelar rapat evaluasi menyeluruh bersama Tim Nasional Rupabumi. Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, menyebut bahwa rapat tersebut bertujuan menelaah semua data, termasuk data baru atau novum yang baru diperoleh.
“Siang ini pukul 14.00 WIB kami akan lakukan evaluasi secara menyeluruh, tim nasional rupabumi dan jajaran Kemendagri,” ujar Bima Arya kepada wartawan.
“Data yang baru ini, novum ini tentu akan kami jadikan melalui satu kelengkapan berkas untuk kemudian kami sampaikan, kami laporkan ke Bapak Menteri Dalam Negeri untuk kemudian beliau sampaikan kepada Bapak Presiden,” lanjutnya.
Bima menegaskan bahwa tidak ada keputusan menteri yang bersifat final dan tidak bisa diubah. “Ya, seperti yang juga disampaikan oleh Pak Menteri Dalam Negeri, tidak ada keputusan yang tidak bisa diubah atau diperbaiki,” ujarnya.
Namun, Bima juga mengingatkan bahwa revisi atau pembatalan keputusan tersebut harus melalui mekanisme resmi. “Mengubah atau memperbaiki Kepmendagri memiliki standar dan proses tertentu. Utamanya, harus melalui kajian yang berisi data pendukung dan pertimbangan dari semua pemangku kepentingan,” jelasnya.
Salah satu data penting yang menjadi perhatian Kemendagri adalah permohonan perubahan nama pulau oleh Pemerintah Provinsi Aceh pada 2009. Kala itu, Tim Nasional Pembakuan Rupabumi mendata 213 pulau di wilayah Sumut—termasuk empat pulau yang disengketakan.
“Hasil verifikasi tersebut mendapat konfirmasi dari Gubernur Sumatera Utara, lewat surat nomor 125 tahun 2009, yang menyatakan bahwa provinsi Sumatera terdiri dari 213 pulau, termasuk empat pulau yang tadi,” jelas Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal, Rabu (11/6/2025).
Namun, dari pihak Aceh, argumen konstitusional lebih dikedepankan. Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menilai bahwa keempat pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh berdasarkan kesepakatan damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki tahun 2005.
“Empat pulau itu adalah milik Aceh. Itu bagian dari kesepakatan Helsinki. Jadi tidak mungkin bisa dibatalkan dengan Kepmen. Kepmen tidak bisa mengubah UU,” tegas JK.
JK merujuk pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 yang menetapkan Provinsi Aceh sebagai daerah otonom dan memisahkan wilayahnya dari Sumatera Utara. “UU itu memiliki kedudukan lebih tinggi dari Kepmendagri,” tambahnya.
Sementara di Jakarta, kedua kepala daerah yang bersengketa, Gubernur Sumut Bobby Nasution dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem), turut hadir. Meski berada di ibu kota pada hari yang sama, keduanya memiliki agenda berbeda.
“Agendanya beda, tadi bapak (Bobby) ketemu dengan Ketua Dewan Ekonomi Bapak Luhut, membahas tentang pengembangan pariwisata,” ujar Juru Bicara Pemprov Sumut, Porman, kepada Kompas.com, Senin (16/6/2025).
Porman menambahkan, belum ada informasi resmi apakah Bobby akan membahas polemik empat pulau dengan Kemendagri. “Belum ada kami dengar (soal membahas empat pulau), kami belum,” katanya.
Sementara itu, Gubernur Aceh berada di Jakarta untuk rapat lanjutan bersama pemerintah pusat terkait sengketa wilayah. “Kami sudah mempersiapkan bahan acara yang akan dibahas besok di Jakarta. Sehingga Mualem tidak bisa pulang hari ini, karena besok ada pembahasan di tingkat di bawah arahan langsung Pak Presiden,” kata Syakir kepada mahasiswa peserta aksi di Kantor Gubernur Aceh.
“Tim juga menyusul ke Jakarta untuk memperkuat bersama dengan Pak Gubernur di Jakarta, karena besok ada rapat membahas putusan terkait empat pulau tersebut,” tambahnya.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Teuku Kamaruzzaman, membenarkan kehadiran Gubernur di ibu kota. “Pak Gubernur saat ini ada di Jakarta, rencana jumpa Mendagri tanggal 17 Juni. Namun, saya belum mendapat kepastian setelah Presiden mengambil alih kasus empat pulau itu,” ucapnya saat dikonfirmasi via WhatsApp oleh Kompas.
Kini, semua mata tertuju ke Istana. Presiden Prabowo dijadwalkan akan segera mengumumkan keputusan resmi yang diharapkan dapat mengakhiri tarik-menarik administratif dan politik atas empat pulau yang sejak lama menjadi bagian penting dalam peta identitas Aceh maupun Sumatera Utara. (merdeka/CHL)