ALINIANEWS.COM (Banda Aceh) – Polda Aceh melakukan pencopotan jabatan terhadap Ipda Yohananda Fajri, seorang polisi yang diduga terlibat dalam kasus memaksa pacarnya untuk melakukan aborsi hingga mengalami pendarahan. Fajri, yang baru saja lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) 2023, sebelumnya menjabat sebagai Pamapta di Polres Bireuen. Pencopotan jabatan tersebut dilakukan setelah Propam Polda Aceh memulai pemeriksaan mendalam terhadap kasus ini.
“Yang bersangkutan sedang dalam proses, jabatan sudah dicopot,” ujar Kombes Pol Eddwi Kurniyanto, Kabid Propam Polda Aceh, dalam keterangan yang dilansir dari kumparan.com pada Selasa (28/1).
Eddwi juga menambahkan bahwa saat ini Fajri tidak ditempatkan di ruang tahanan khusus (patsus), melainkan masih berada dalam pembinaan di Propam Aceh guna proses pemeriksaan dan pendalaman lebih lanjut.
“Kami akan memastikan proses ini transparan,” tegas Eddwi, sembari menegaskan bahwa Polda Aceh berkomitmen mengungkap kasus ini dengan jelas.
Sebagai respons terhadap insiden ini, Polda Aceh juga menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas peristiwa yang mengejutkan ini. “Kami mohon maaf dan sangat prihatin atas kejadian tersebut,” kata Kombes Joko Krisdiyanto, Kabid Humas Polda Aceh, pada kesempatan yang sama.
Korban, melalui media sosial, menceritakan pengalamannya tidak hanya mengenai pemaksaan aborsi yang memicu komplikasi kesehatan, tetapi juga soal perlakuan buruk lainnya dari pacarnya. Dalam unggahannya, korban mengungkapkan bahwa ia sering diselingkuhi oleh Fajri, bahkan sebelum Fajri masuk Akpol, termasuk dengan seorang taruni Akpol.
“Aku maafin karena dia nangis-nangis,” ujar korban, menggambarkan hubungan yang penuh luka tersebut.
Kasus ini menarik perhatian sejumlah pihak, termasuk Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni, yang menegaskan bahwa jika terbukti, Fajri harus dipecat dari institusi Polri. “Pelaku layak di-PTDH jika benar terbukti,” ujar Sahroni, yang merujuk pada pemberhentian tidak dengan hormat.
“Saya minta Propam untuk menangani kasus ini dengan serius,” tambah Sahroni, sembari menegaskan agar Propam memberikan sanksi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Polri.
Sahroni juga menegaskan bahwa jika terbukti bersalah, Polri harus segera mengambil tindakan sesuai dengan aturan yang berlaku, sebagai langkah menjaga integritas lembaga kepolisian. (at)