spot_img
spot_img

Pertunjukan Baca Puisi: Tuntunan dan Tontonan

IMG 20250320 194020

Oleh: BOYKE SULAIMAN

Menikmati puisi dapat kita lakukan sendiri di kamar atau dalam perjalanan atau di mana tempat kita rasakan nyaman. Namun membaca puisi di atas panggung agar dapat dipahami atau dinikmati orang lain tentu ada pendekatan lain yang harus kita pikirkan.

Iklan

Kenapa saya katakan demikian?
Karna dalam kegiatan membaca puisi di depan penonton kita bagaimana menyampaikan isi secara maksimal agar dapat dipahami/dinikmati penonton kita. Di sinilah perlu pertimbanhan untuk menggabungkan seni peran/akting oleh si pembacanya.

“ Condong mato ka rancak,condong salero ka nan lamak.”

(Terjemahan bebasnya kira kira begini. Pandangan mata selalu ke yang bagus/indah, sedangkan selera kita ke yang lezat lezat.)

Bertolak dari filsafat daerah saya Minangkabau maka dalam pertunjukan baca puisi yang ( saya pakai istilah pertunjukan puisi karena saya tak mau terjebak dengan istilah teatrikal puisi atau dramatisasi puisi dan sebagainya.) yang telah saya lakukan selalu adalah puisi sebagai karya sastra yang saya pertunjukan dengan tujuan agar puisi tersebut tersampaikan maknanya kepada penikmat pertunjukan puisi tersebut.

Sebagai sebuah pertunjukan tentu unsur unsur yang ada pada seni pertunjukan menjadi pertimbangan saya dengan serius. Kostum,musik make up dan properti bahkan hal hal seni rupa sebagai bahan yang saya pertimbangkan dan dikerjakan harus dengan serius agar supaya takarannya pas tidak membunuh esensi puisi yang saya bacakan nantinya.

Selain hal tersebut yang membuat saya memilih Puisi sebagai sebuah pertunjukan adalah kesadaran saya dengan kemampuan saya saat ini seiring usia dimana artikulasi pengucapan saya tidaklah baik benar untuk konsumsi telinga penonton saya.

Sadar dengan kekurangan tersebut maka saya menyiasatinya dengan menyuguhkan puisi dengan sebuah tontonan yang atraktif agar penonton saya tidak melihat lagi kekurangan ucapan yang yang tidak jelas terdengarnya.

Langkah Kerja Pertunjukkan Puisi Saya.

1. Memilih puisi puisi para penyair yang memungkinkan untuk menjadi tontonan menarik dengan pertimbangan pertama tentu puisi puisi naratif.

2. Memilih puisi puisi yang relevan dengan kondisi saat ini agar puisi tersebut menjadi dekat dengan audiens kita.

3. Pemikiran bentuk pertunjukannya dengan pertimbangan apakah nanti tempat pertunjukannya merupakan Gedung Presenium atau Tapal Kuda ( Indoor ) atau Arena atau ampy Teater ( Outdoor )

Memilih Puisi.

Setelah saya tetapkan puisi yang akan saya pertunjukan maka saya mulailah memahami puisi tersebut dengan kemampuan ilmu teori sastra yang saya miliki. ( Formalistik, strukturalisme atau faktor intrinsik puisi tersebut ) Piskoanalisis dan Intertekstualitas,ilmu tata bahasa dimana saya sering menggunakan pengetahuan saya tentang Stilistika, Semiotik dan Strukturalisme agar puisi yang saya pertunjukan menjadi sampai dan terwakili dengan penampilan yang saya lakukan.

Bentuk Pertunjukan Puisi.

Setelah segala hal yang berhubungan dengan analisis puisi yang akan saya pertunjukkan maka langkah kedua saya harus berfikir tentang properti apa yang akan saya pergunakan, bagaimana kostumnya dan bagaimana plot ( alur ) pertunjukkan yang akan saya lakukan.

Bagi saya, pertunjukan puisi adalah bertemunya seni sastra dan seni pertunjukan. Ia bukan sekadar membacakan kata-kata dengan lantang, tetapi juga menyampaikan ruh puisi itu sendiri. Itulah mengapa saya selalu berusaha menyeimbangkan antara teks, ekspresi, dan unsur panggung lainnya.

Pada akhirnya, yang saya inginkan dari sebuah pertunjukan puisi adalah menghadirkan pengalaman yang menggugah. Penonton bukan hanya mendengar, tetapi juga merasakan dan memahami puisi dengan cara yang lebih dalam.

Jakarta, Awal Ramadhan 1446

========

Ilhamdi Sulaiman dengan nama panggilan (pena) Boyke Sulaiman. Ilhamdi Sulaiman (Boyke Sulaiman) Lahir 66 tahun lalu di Medan pada tanggal 12 September 1957. Menamatkan pendidikan sarjana Sastra dan Bahasa Indonesia di Universitas Bung Hatta Padang pada tahun 1986. Berkesenian sejak tahun 1976 bersama Bumi Teater Padang pimpinan Wisran Hadi. Pada tahun 1981 mendirikan Grup Teater PROKLAMATOR di Universitas Bung Hatta. Lalu pada tahun 1986, hijrah ke kota Bengkulu dan mendirikan Teater Alam Bengkulu sampai tahun 1999 dengan beberapa naskah diantaranya naskah Umang Umang karya Arifin C. Noer, Ibu Suri karya Wisran Hadi dan tahun 2000 hijrah ke Jakarta mementaskan Naskah Cerpen AA Navis Robohnya Surau Kami Bersama Teater Jenjang Jakarta serta grup grup teater yang ada di Jakarta dan Malaysia sebagai aktor freelance.
Selama perjalanan berteater telah memainkan 67 naskah drama karya penulis dalam dan luar negeri, monolog, dan deklamator. Serta mengikuti event lomba baca puisi sampai saat ini dan kegiatan sastra lainnya hingga saat ini.
Pendidikan
Universitas Bung Hatta, Padang – Fakultas Sastra Indonesia
Menamatkan pendidikan S1 pada tahun 1986.
Riwayat Kegiatan
Tahun 1976, pertama bermain teater dengan naskah Jaka Tarub bersama Bumi Teater Padang Tahun 1977, bermain pada naskah Malin Kundang karya Wisran Hadi
Tahun 1978, bermain pada naskah Ben Ho Tun karya Saini KM
Tahun 1979, bermain pada naskah Anggun Nantongga karya Wisran Hadi di TIM Jakarta dan Malaysia
Tahun 1980, mementaskan naskah Dokter Gadungan karya Molier bersama Teater Proklamator Bung Hatta Padang di Padang
Tahun 1981, mementaskan naskah Kemerdekaan karya Wisran Hadi dan mengikuti Porseni Mahasiswa se-Sumatera di Medan
Tahun 1982, mengikuti Festival Kemerdekaan di Jakarta
Tahun 1983, menjadi pemain pada naskah Ayahku Pulang bersama Teater Dayung Dayung Padang sutradara A.A Lien De
Tahun 1988, menjadi sutradara pada pentas pertama yang diselenggarakan oleh Teater Alam Bengkulu dengan naskah Grafito karya Ahkudiat
Tahun 1989, menjadi sutradara pada pentas Teater Alam Bengkulu dengan naskah Mega Mega karya Arifin C. Noer
Tahun 1992, menjadi Penceramah Diskusi Pembinaan dan Pengembangan Teater dan Moderator Lokakarya Seni Rupa di Taman Budaya Bengkulu
Tahun 1992-1993, mementaskan naskah Ibu Suri karya Wisran Hadi di Padang, Pekan baru, dan Solo
Tahun 1993, berpartisipasi dalam Festival Teater Indonesia di Solo Surakarta menjadi penampil terbaik dengan naskah Ibu Suri
Tahun 1994, menjadi Pelatih Seni Teater di Taman Budaya Bengkulu

Tahun 1995, di bulan Juni menjadi Juri Penulisan Cerpen lalu pada bulan Oktober menjadi Dewan Juri pada lomba yang diadakan Taman budaya Provinsi Bengkulu
Tahun 1996, mementaskan naskah Ibu Suri di Teater Kecil TIM Jakarta.
Tahun 2017, berkolaborasi dengan teaterawan Malaysia mementaskan naskah Uda dan Dara karya Usman Awang arahan Shamsuddin Osman
Sejak tahun 2014 bermonolog ke beberapa tempat di Nusantara dan negara ASEAN lainnya hingga saat ini. 
Tahun 2018, menjadi mentor dalam pelatihan teater di Penang, Malaysia
Tahun 2020, mementaskan monolog Tong Kosong Cari Isinya karya Ilhamdi Sulaiman dan disutradarai oleh Ilhamdi Sulaiman
Tahun 2022, mementaskan naskah cerpen A.A Navis November di Taman Ismail Marzuki Tahun 2023, melakukan monolog di beberapa daerah seperti Provinsi Padang, Kabupaten Indramayu, dll. 
Road Show baca puisi di 5 Wilayah Jakarta dan Pulau Seribu
Tahun 2024, Sebagai pembicara dalam Work Shop TeaterKantar Bahaasa Kab. Banten di Rangkas Bitung. *

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses