ALINIANEWS.COM (Jakarta) – Penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun 2025 menjadi sorotan, baik dari sisi pemerintah maupun organisasi keagamaan. Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap biaya haji yang dinilai belum cukup terjangkau bagi masyarakat, sementara Majelis Ulama Indonesia (MUI) menegaskan pentingnya menjaga kualitas pelayanan jemaah di tengah upaya efisiensi anggaran.
Pada tahun 2025, BPIH ditetapkan sebesar Rp89,4 juta per jemaah, dengan porsi yang dibebankan langsung kepada jemaah sebesar Rp55,4 juta. Penurunan ini terjadi setelah pembahasan intensif antara pemerintah, Komisi VIII DPR, dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Meski demikian, Presiden Prabowo menyatakan harapannya agar biaya haji dapat ditekan lebih rendah untuk meringankan beban umat Islam.
Dalam pertemuan dengan Komisi VIII DPR di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (7/1/2025), Presiden Prabowo mengungkapkan bahwa penurunan biaya tersebut masih jauh dari harapannya. Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, menyampaikan kepada media bahwa Presiden meminta kajian lebih lanjut untuk mencari cara agar biaya haji dapat lebih terjangkau tanpa mengurangi kualitas pelayanan.
“Beliau berharap ada upaya lebih optimal ke depan untuk menekan biaya haji, karena hal ini menyangkut aksesibilitas bagi masyarakat luas. Namun, untuk tahun ini, kami mengakui bahwa penurunan lebih lanjut belum memungkinkan,” ujar Marwan.
Meskipun demikian, Marwan menambahkan bahwa aspirasi Presiden akan menjadi fokus pembahasan pada tahun-tahun mendatang. Menurutnya, optimalisasi anggaran dan peningkatan efisiensi harus menjadi prioritas, terutama mengingat pentingnya penyelenggaraan ibadah haji sebagai salah satu rukun Islam yang memerlukan dukungan maksimal dari negara.
Sementara itu, MUI memberikan respons terhadap penurunan biaya haji tersebut. Sekretaris Jenderal MUI, Amirsyah Tambunan, mengingatkan bahwa meskipun biaya berhasil diturunkan, kualitas pelayanan terhadap jemaah harus tetap menjadi prioritas utama.
“Ibadah haji bukan hanya soal biaya, tetapi juga tentang memastikan bahwa setiap jemaah mendapatkan pelayanan yang layak, mulai dari keberangkatan, akomodasi di Tanah Suci, hingga kesehatan dan keselamatan mereka,” kata Amirsyah.
Ia juga menekankan bahwa efisiensi tidak boleh mengorbankan kualitas. “Biaya yang rendah tidak akan berarti jika pelayanan yang diterima jemaah menurun. Pemerintah harus menjaga keseimbangan ini,” tambahnya.
Dalam pelaksanaan ibadah haji, berbagai elemen penting seperti fasilitas penginapan, transportasi, katering, dan layanan kesehatan menjadi penentu pengalaman spiritual yang nyaman bagi jemaah. Oleh karena itu, MUI mengimbau pemerintah untuk berhati-hati dalam merencanakan anggaran agar tidak berdampak negatif pada pelayanan yang diberikan.
Penurunan biaya haji tahun 2025 dilakukan dengan menitikberatkan pada efisiensi operasional dan optimalisasi penggunaan dana haji yang dikelola oleh BPKH. Menurut BPKH, sebagian besar biaya haji berasal dari subsidi dana manfaat yang dihimpun dari pengelolaan keuangan haji. Namun, tantangan utama adalah memastikan keberlanjutan dana tersebut tanpa mengorbankan kualitas pelayanan.
Pemerintah juga menghadapi tekanan dari kenaikan harga-harga komponen haji, seperti tiket penerbangan, biaya penginapan di Mekah dan Madinah, serta tarif katering. Oleh karena itu, penurunan biaya haji memerlukan perencanaan matang agar tidak mengganggu kenyamanan dan keselamatan jemaah.
Penurunan biaya haji ini mendapatkan berbagai tanggapan dari masyarakat. Sebagian besar menyambut baik kebijakan ini karena dinilai meringankan beban finansial calon jemaah. Namun, ada pula yang mengkhawatirkan bahwa biaya rendah dapat berdampak pada kualitas pelayanan.
Seorang calon jemaah haji, Fitriani (52), mengaku senang dengan penurunan biaya haji, tetapi berharap tidak ada penurunan kualitas. “Kami ingin pelayanan tetap prima, apalagi ibadah haji adalah perjalanan sekali seumur hidup bagi banyak orang,” ungkapnya.
Sementara itu, akademisi dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Dr. Ahmad Fauzi, mengapresiasi upaya pemerintah untuk menurunkan biaya, tetapi mengingatkan pentingnya transparansi dalam pengelolaan dana haji. “Publik perlu tahu bagaimana dana haji dikelola sehingga mereka merasa yakin bahwa dana tersebut benar-benar digunakan untuk kemaslahatan jemaah,” tuturnya.
Penurunan biaya haji tahun 2025 mencerminkan komitmen pemerintah untuk meringankan beban umat Islam. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara efisiensi anggaran dan kualitas pelayanan. Harapan Presiden Prabowo untuk biaya yang lebih terjangkau menjadi dorongan bagi pemerintah untuk terus melakukan inovasi dalam pengelolaan ibadah haji. Sementara itu, suara MUI dan masyarakat menjadi pengingat bahwa pelayanan prima harus tetap menjadi prioritas utama dalam penyelenggaraan rukun Islam ini.