ALINIANEWS.COM (Jakarta) – Insiden penembakan lima Warga Negara Indonesia (WNI) oleh aparat maritim Malaysia di perairan Tanjung Rhu pada 24 Januari 2025 telah menimbulkan keprihatinan mendalam.
Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah-langkah diplomatik untuk menindaklanjuti peristiwa ini, termasuk mengirimkan nota protes kepada pemerintah Malaysia dan menuntut penyelidikan menyeluruh terhadap insiden tersebut.
Menurut laporan dari Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM), peristiwa terjadi saat aparat maritim Malaysia tengah melakukan patroli di perairan Tanjung Rhu, Kedah. Mereka mengklaim bahwa kapal yang ditumpangi oleh WNI tersebut melakukan pelanggaran dengan memasuki wilayah perairan Malaysia secara ilegal.
Ketika hendak ditangkap, APMM menyebut bahwa para WNI melakukan perlawanan, yang kemudian berujung pada penembakan.

Namun, kesaksian salah satu korban selamat memberikan narasi yang berbeda. Korban menyatakan bahwa mereka tidak melakukan perlawanan saat dihentikan oleh aparat Malaysia.
Mereka hanya berusaha mencari nafkah dan tidak memiliki niat buruk, sehingga penembakan dianggap sebagai tindakan yang berlebihan. Kesaksian ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai apakah tindakan aparat Malaysia sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur bergerak cepat dengan mengajukan nota diplomatik kepada Malaysia.
Pemerintah meminta klarifikasi atas insiden ini dan menuntut investigasi transparan agar dapat mengungkap fakta sebenarnya terkait kejadian tersebut.
KBRI juga telah berkoordinasi dengan pihak berwenang Malaysia untuk mendapatkan akses ke jenazah korban yang meninggal dunia serta memberikan perlindungan hukum bagi korban yang selamat.
“Kami meminta otoritas Malaysia untuk melakukan penyelidikan secara menyeluruh agar tindakan aparat maritim yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Juru Bicara Kemlu Indonesia.
Sementara itu, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) mengecam tindakan kekerasan yang dilakukan terhadap WNI di luar negeri.
Wakil Menteri P2MI, Christina Aryani, menegaskan bahwa pemerintah akan memastikan perlindungan bagi pekerja migran Indonesia dan menindaklanjuti kasus ini hingga tuntas.
Organisasi masyarakat sipil yang fokus pada perlindungan hak pekerja migran juga ikut menyuarakan keprihatinan. Mereka mendesak pemerintah Malaysia untuk membuka hasil penyelidikan secara transparan dan melibatkan perwakilan dari Indonesia dalam prosesnya.
Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Iqbal Fauzi, menyatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap pekerja migran harus dihentikan. “Kami melihat bahwa kejadian seperti ini bukan kali pertama terjadi.
Pemerintah Indonesia harus mengambil langkah konkret untuk memastikan kejadian serupa tidak terulang,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, pekerja migran Indonesia kerap menghadapi berbagai bentuk perlakuan kasar di luar negeri, mulai dari eksploitasi tenaga kerja hingga kekerasan fisik oleh aparat setempat.
Oleh karena itu, insiden ini semakin menambah kekhawatiran terkait keamanan dan perlindungan bagi para pekerja migran.
Hingga saat ini, pemerintah Malaysia masih mempertahankan versi mereka bahwa tindakan penembakan dilakukan sebagai bentuk pertahanan diri.
Mereka mengklaim bahwa kapal yang berisi WNI tersebut bertindak agresif dan mencoba melarikan diri, sehingga aparat merasa perlu mengambil tindakan tegas.
Namun, pernyataan ini masih dipertanyakan oleh berbagai pihak, terutama dengan adanya kesaksian korban yang selamat.
Sejumlah analis hukum internasional menilai bahwa penggunaan kekuatan mematikan dalam situasi ini perlu ditelaah lebih lanjut untuk memastikan tidak ada pelanggaran hak asasi manusia.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya perlindungan bagi WNI di luar negeri, khususnya pekerja migran yang sering kali berada dalam situasi rentan.
Pemerintah Indonesia berencana untuk meningkatkan kerja sama dengan negara-negara tujuan pekerja migran guna memperketat perlindungan hukum dan keselamatan mereka.
Dalam jangka pendek, pemerintah akan memperkuat layanan perlindungan hukum di KBRI dan KJRI di berbagai negara serta meningkatkan edukasi bagi calon pekerja migran agar lebih memahami hak-hak mereka.
Selain itu, pemerintah juga akan menekan Malaysia agar melakukan reformasi terhadap prosedur keamanan maritimnya agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
Insiden penembakan terhadap lima WNI di Malaysia telah memicu kemarahan publik dan menimbulkan pertanyaan mengenai tindakan aparat maritim Malaysia.
Pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah diplomatik dan menuntut penyelidikan mendalam untuk memastikan keadilan bagi para korban. Dalam jangka panjang, peningkatan perlindungan bagi pekerja migran dan penguatan diplomasi menjadi langkah krusial agar kejadian serupa tidak terulang.
(my)