spot_img
spot_img

Pemerintah Genjot Proyek DME, Batu Bara Rendah Kalori Disiapkan Gantikan Impor LPG

JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Pemerintah terus mencari cara untuk menekan impor liquefied petroleum gas (LPG) yang selama ini masih tinggi. Salah satu langkah strategis yang tengah digodok adalah proyek hilirisasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME), bahan bakar alternatif yang dinilai mampu menggantikan peran LPG.

Proyek gasifikasi batu bara ini akan dikembangkan di Kutai Timur, Kalimantan Timur, dan masuk dalam daftar 18 proyek hilirisasi strategis yang disusun oleh Satuan Tugas (Satgas) Hilirisasi dan Ketahanan Energi. Nilai investasinya mencapai Rp164 triliun dan diperkirakan dapat menyerap lebih dari 34 ribu tenaga kerja.

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ahmad Erani Yustika menjelaskan, pemerintah masih menyiapkan sumber pasokan batu bara untuk proyek ini. Batu bara yang dibutuhkan adalah jenis berkalori rendah, yang selama ini dianggap tidak bernilai ekonomi tinggi.

Iklan

“Kan itu nanti akan menggunakan batu bara rendah kalori ya. Nanti akan dilihat kalau memang masih ada beberapa konsesi milik BUMN dan relatif belum terpakai bisa menggunakan itu,” ujar Erani di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Jumat kemarin.

Jika cadangan batu bara dari konsesi milik BUMN tak mencukupi, pemerintah membuka opsi menggunakan pasokan dari tambang swasta. Menurut Erani, ketersediaan bahan baku tidak akan menjadi kendala utama.

“Kalau nggak kan nanti akan dicari yang lain. Intinya kita memanfaatkan teknologi. Batu bara yang rendah kalori itu kan selama ini relatif dianggap tidak memiliki nilai ekonomi. Tidak bisa dijual. Nah ternyata itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan DME tadi itu,” tuturnya.

BACA JUGA  PSI vs PDIP: Polemik Soeharto Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional

Lebih lanjut, Erani mengatakan Satgas Hilirisasi telah menyerahkan hasil pra-feasibility study (pra-FS) kepada BPI Danantara, perusahaan yang akan menjadi penggarap proyek. Tahapan berikutnya adalah menunggu hasil feasibility study (FS) sebelum dilakukan groundbreaking.

“Pra-FS memang kita itu sejak bulan Agustus kemarin kita serah terima ke Danantara. Ditunggu kepastian informasi dari Danantara karena yang mengerjakan mereka,” kata Erani.

Negara Asing Tertarik Investasi

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa proyek hilirisasi batu bara menjadi DME tetap berjalan sesuai rencana. Ia mengungkapkan, sejumlah negara seperti China, Korea, dan Eropa telah menyatakan minat untuk berinvestasi dan kini sedang menjalani tahap uji feasibility study teknologi yang akan digunakan.

“Sekarang kita lagi uji FS-nya dengan teknologinya. Tetapi ancang-ancangnya sudah ada dua. Satu dari China, satu gabungan antara Korea dan Eropa. Nanti kita lihat, finalnya nanti kita lihat ya,” ujar Bahlil dalam Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Jumat (31/10/2025).

Menurutnya, dengan cadangan batu bara yang melimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi alternatif tersebut.

“Nggak ada masalah. Karena DME itu kan pakai batu bara lokal. Dan batu bara kita kan cadangan kita banyak sebenarnya. Dan teknologinya sekarang sudah jauh lebih efisien,” tambahnya.

Proyek DME Pernah Tersendat

Meski kini kembali digiatkan, proyek DME bukan tanpa hambatan. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Tri Winarno mengungkapkan, kerja sama antara PT Bukit Asam (PTBA) dan Air Products sempat terhenti akibat perbedaan penetapan harga yang membuat proyek tidak lagi ekonomis.

BACA JUGA  MK Tolak Gugatan Guru Soal Usia Pensiun, Sebut Tak Bisa Disamakan dengan Dosen

“Pak Menteri kemarin sebagai Ketua Satgas Hilirisasi, mencoba untuk prospek DME ini dengan beberapa proposal yang ada. Ada satu atau dua yang menunjukkan IRR-nya positif, cukup lumayan, cukup kompetitif,” kata Tri dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia Special Road to Hari Tambang dan Energi 2025, Rabu (22/10/2025).

Tri menambahkan, meskipun proyek tersebut masih berada pada tahap proposal, beberapa investor baru menunjukkan minat serius untuk melanjutkan inisiatif tersebut.

“Kemudian barulah kita tahu bahwa proyek itu feasible. Jalannya apakah masih panjang atau tidak, tergantung nanti seperti apa kecepatannya,” ujarnya.

Substitusi LPG dan Efisiensi Energi Nasional

Kementerian ESDM menargetkan produksi massal DME dapat dimulai pada 2027, seiring rencana pemerintah mengurangi impor LPG mulai 2026. Saat ini, konsumsi LPG nasional mencapai 8,5 juta ton per tahun, sementara kapasitas produksi dalam negeri hanya 1,3 juta ton.

“Dengan DME, pemerintah menargetkan penurunan impor LPG hingga 1 juta ton per tahun, berpotensi menghemat devisa sekitar Rp9,1 triliun,” ujar Bahlil.

Proyek ini juga termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020.

DME atau “gas batu bara” ini memiliki sifat kimia serupa LPG, sehingga dapat menggunakan tabung dan infrastruktur eksisting tanpa investasi besar untuk peralatan baru. Walau nilai kalorinya lebih rendah—7.749 Kcal/kg dibanding LPG 12.076 Kcal/kg—DME tetap dianggap layak secara teknis dan ekonomis.

BACA JUGA  KPK Serahkan Aset Rampasan Korupsi Rp27,6 Miliar ke Pertamina

Selain efisien, DME juga lebih ramah lingkungan, tidak mengandung sulfur, mudah terurai di udara, dan bisa mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 20 persen.

Uji coba penggunaan DME secara penuh telah dilakukan Balitbang ESDM di Palembang dan Muara Enim pada Desember 2019–Januari 2020 terhadap 155 kepala keluarga. Hasilnya, masyarakat mampu beradaptasi dengan baik.

Uji serupa juga digelar di Marunda, Jakarta, dengan campuran DME 20–100 persen. Hasilnya menunjukkan nyala api stabil dan aman digunakan, meski waktu memasak sedikit lebih lama.

Pemerintah menegaskan proyek DME bukan sekadar upaya menghemat devisa, melainkan bagian dari strategi jangka panjang menuju kemandirian energi nasional. Dengan cadangan batu bara yang besar, hilirisasi DME menjadi simbol transformasi energi dari bahan mentah menuju nilai tambah tinggi.

Jika seluruh tahap studi dan investasi berjalan sesuai target, Indonesia akan menjadi salah satu negara pertama di Asia Tenggara yang berhasil mengganti sebagian konsumsi LPG dengan gas hasil olahan batu bara dalam negeri. (*/Rel)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses