Oleh YURNALDI, Wartawan Utama. Pemimpin Redaksi alinianews.com
Ada berita menarik dan “memalukan” di alinianews.com, yakni skandal korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan OJK yang menyeret dua anggota Komisi XI DPR RI.
Fakta ini kembali membuktikan satu hal: korupsi di Indonesia bukan karena celah hukum, tapi karena moral yang bolong dan sistem yang rusak.
Dua nama telah diumumkan: Heri Gunawan dan Satori. Tapi mari jangan tertipu. Dua nama itu hanyalah wakil dari sebuah sistem politik yang busuk dan beroperasi seperti kartel, bukan sebagai lembaga perwakilan rakyat. Ketika dana CSR, yang seharusnya digunakan untuk membantu masyarakat miskin, pendidikan, atau UMKM, justru dipakai untuk membangun showroom dan rumah makan pribadi—kita sedang menyaksikan puncak kerakusan yang terorganisir.
Lebih gila lagi, aliran dana tidak hanya mengalir ke dua orang itu. Satori menyebut bahwa mayoritas anggota Komisi XI juga turut mencicipi dana kotor ini. Ini bukan lagi sekadar tindakan menyimpang, tapi indikasi adanya “bancakan berjamaah” di tengah lembaga negara yang seharusnya paling dipercaya.
Parasit di Jantung Negara
Komisi XI adalah jantungnya sistem keuangan negara. Mereka punya wewenang mengawasi BI, OJK, dan menyusun APBN. Tapi ketika jantung ini justru menjadi sarang parasit, apa yang bisa diharapkan dari sirkulasi anggaran negara?
Lebih ironis, dana yang disalahgunakan berasal dari anggaran CSR—bantuan sosial yang mestinya menjangkau yang tak tersentuh oleh negara. Ini lebih dari sekadar korupsi. Ini perampokan terhadap empati. Penghinaan terhadap akal sehat. Dan jika dibiarkan, ini menjadi model yang akan ditiru oleh generasi politisi berikutnya.
Jangan Hanya Mencokok, Bongkar Total!
KPK mengatakan bahwa ini baru permulaan. Maka, publik menuntut keberanian penuh untuk membongkar seluruh jaringannya. Jika benar hampir seluruh Komisi XI terlibat, jangan ragu—umumkan nama-nama mereka. Sikat habis. Jangan berhenti pada dua boneka sementara dalang besar mungkin masih bersembunyi di balik jabatan, partai, atau bahkan lembaga keuangan negara.
Bank Indonesia dan OJK juga tidak boleh bersembunyi di balik tameng netralitas. Jika ruang Gubernur BI ikut digeledah, itu sinyal serius bahwa praktik kotor ini tidak mungkin terjadi tanpa pembiaran atau kongkalikong internal. Dan jika benar-benar terjadi kolusi antara legislatif dan eksekutif, maka ini bukan sekadar kasus pidana, ini darurat integritas negara.
Waktunya Rakyat Bicara
Kita sudah terlalu lama membiarkan narasi “bantuan sosial” dipakai untuk menutupi pembagian rente kekuasaan. Saatnya kita bertanya:
> CSR untuk siapa? Untuk rakyat atau untuk mereka yang mengaku wakil rakyat tapi hidup dari uang rakyat yang digarong?
Kini saatnya rakyat tidak hanya berharap pada KPK, tapi juga menuntut DPR bersih-bersih internal, membuka transparansi yayasan-yayasan yang terafiliasi dengan anggotanya, dan menyetop segala bentuk CSR titipan yang penuh kepentingan gelap.
CSR bukan celengan politisi. CSR adalah harapan terakhir masyarakat bawah. Dan jika itu pun ikut dikorupsi, maka apa lagi yang tersisa dari rasa malu para elite negeri ini?
Padang, 8 Agustus 2026.