spot_img
spot_img

Otak-Atik Perjalanan Dinas DPRD Sarat Manipulatif

PADANG, ALINIANEWS.COMPerjalanan dinas semestinya menjadi sarana bagi wakil rakyat untuk menambah wawasan, menjalin kerja sama antardaerah, dan membawa pulang solusi demi kesejahteraan konstituennya. Namun, idealisme itu tampaknya perlahan memudar, digantikan praktik-praktik yang lebih menguntungkan pribadi ketimbang publik.

Di balik tiket pesawat dan kuitansi hotel, terselip ironi. Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) yang seharusnya menjadi instrumen kerja, justru berubah menjadi celah empuk untuk mengakali keuangan negara. Mark-up anggaran, perjalanan fiktif, hingga diskon yang tak pernah disetor ke kas daerah menjadi bagian dari pola yang terus berulang, terstruktur, masif, dan nyaris tanpa rasa bersalah.

Jika dulu kita berharap para wakil rakyat berjalan untuk rakyat, kini yang terlihat justru mereka berjalan dengan membawa beban uang rakyat. Dan ketika penyimpangan ini dibiarkan tanpa tindakan, perjalanan dinas tak lagi bermakna pengabdian, tapi penggerogotan diam-diam atas anggaran negara.

Iklan

Perjalanan dinas, yang semestinya menjadi instrumen penting untuk menunjang fungsi legislasi, pengawasan, dan anggaran DPRD, justru kerap kali menjelma menjadi celah untuk praktik manipulatif yang merugikan keuangan daerah. Sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di berbagai kabupaten di Sumatera Barat membuktikan bahwa perjalanan dinas sering kali bukan lagi perwujudan pengabdian, tapi ladang bancakan terselubung.

Di tengah sorotan terhadap penggeledahan kasus korupsi perjalanan dinas DPRD Bengkulu oleh Kejaksaan Tinggi, publik Sumatera Barat kini layak bertanya: seberapa bersih praktik serupa di daerah sendiri?

BACA JUGA  OTT Proyek Jalan di Sumut: KPK Tangkap 6 Orang, Segel Kantor Kontraktor, dan Ungkap 2 Kluster Suap

Berikut potret buram dari beberapa kabupaten yang datanya tercatat dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2024 tentang perjalanan dinas yang berhasil dijadikan sampel oleh BPK RI:

Perjalanan dinas oleh anggota DPRD di Sumatera Barat mengalami sekelumit permasalahan yang patut diperhatikan karena jika tidak akan larut dalam permainan yang dapat merugikan negara, ini hanya segelintir dari yang dapat terdeteksi, bagaimana dengan yang tidak terdeteksi maka uang negara akan hilang, perjalanan dinas DPRD yang dapat terdeteksi bermasalah Yaitu :

1. Perjalanan dinas sekretariat DPRD Kabupaten Sawahlunto

Perjalanan dinas seharusnya menjadi wahana menambah wawasan dan merancang kebijakan demi kepentingan rakyat. Namun, temuan di Sekretariat DPRD Kabupaten Sawahlunto justru membuka tabir lain: perjalanan dinas dijadikan ladang permainan angka yang merugikan negara secara nyata.

Praktik manipulatif terjadi melalui berbagai celah. Mulai dari penginapan hotel yang fiktif, biaya transportasi dan BBM yang tak sesuai kondisi riil, hingga lama perjalanan dinas yang melebihi batas waktu yang ditentukan. Tak hanya sekadar kelalaian administratif, ini adalah pola yang tampak terstruktur dan disengaja.

Hasil pemeriksaan menunjukkan adanya kerugian negara sebesar Rp41,5 juta dari kelebihan pembayaran dan Rp33,2 juta dari perjalanan dinas yang melebihi batas waktu. Angka-angka ini menjadi bukti bahwa perjalanan dinas bukan hanya soal keberangkatan dan laporan, tetapi juga potensi kebocoran anggaran jika tidak diawasi dengan serius.

BACA JUGA  Dispar Sumbar Tegaskan Bimtek Bertujuan Tingkatkan Daya Saing Pelaku Pariwisata

2. Perjalanan dinas sekretariat DPRD Kabupaten Sijunjung

Di Sekretariat DPRD Kabupaten Sijunjung, sejumlah pengeluaran mencurigakan menyeruak ke permukaan. Pembayaran hotel ternyata tidak sesuai dengan jumlah hari menginap, bahkan dalam beberapa kasus, dikonfirmasi tidak menginap sama sekali, namun tetap dicairkan anggarannya. Yang lebih mencengangkan, tarif yang dipertanggungjawabkan justru lebih tinggi dari harga sebenarnya, melampaui standar yang ditetapkan.

Tak berhenti di sana, biaya transportasi luar daerah pun tidak sesuai ketentuan, dan pembayaran BBM untuk perjalanan dinas dalam daerah turut membebani keuangan daerah. Semua akumulasi permainan ini berujung pada kerugian nyata: Rp2,7 miliar untuk pembiayaan BBM dan perjalanan dalam daerah, serta Rp865 juta dari kelebihan pembayaran perjalanan dinas.

3. Perjalanan dinas DPRD Kabupaten Dharmasraya

Lembar-lembar laporan perjalanan dinas di DPRD Kabupaten Dharmasraya menyimpan banyak kejanggalan. Di balik dokumen pertanggungjawaban yang tampak resmi, terselip cerita tentang praktik yang patut dipertanyakan: penginapan yang tak pernah dihuni, perjalanan luar provinsi yang tak diyakini pernah dilakukan, hingga kegiatan panitia khusus yang nihil hasil.

Berdasarkan temuan pemeriksa, terdapat kelebihan pembayaran biaya akomodasi penginapan, padahal pihak terkait terkonfirmasi tidak menginap. Biaya hotel yang dibebankan juga tak sesuai kondisi senyatanya, mencerminkan indikasi rekayasa dalam laporan.

Tak berhenti di sana, belanja luar provinsi yang dicatat oleh Sekretariat DPRD tak dapat diyakini keterjadiannya, karena tak ada bukti sahih bahwa perjalanan tersebut benar dilakukan. Yang lebih mengkhawatirkan, biaya perjalanan dinas panitia khusus pembahasan penghapusan piutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) justru menjadi beban baru bagi keuangan daerah.

BACA JUGA  BPK Ungkap Penyimpangan Dana BOS di Padang: Rp803 Juta Mengalir ke Rekening Pribadi

Total kerugian yang ditimbulkan pun tak kecil. Belanja perjalanan dinas panitia khusus ini membengkak hingga Rp1,6 miliar, sementara kelebihan pembayaran lainnya mencapai Rp108 juta, kegiatan perjalanan dinas untuk panitia khsusu tidak memiliki output yang jelas

4. Perjalanan dinas sekretariat DPRD Kabupaten Solok

Temuan atas perjalanan dinas DPRD Kabupaten Solok kembali memperlihatkan betapa fleksibelnya angka-angka dalam laporan pertanggungjawaban. Anggota dewan yang seharusnya menginap, ternyata tidak menginap. Atau kalau pun menginap, jumlah malamnya berbeda dari yang mereka klaim dalam laporan. Lebih jauh lagi, tarif hotel yang dicantumkan juga tak sesuai dengan kondisi sebenarnya.

Audit mengungkap bahwa biaya penginapan yang tak seharusnya dibayarkan mencapai Rp1 miliar. Memang, sebanyak Rp868 juta telah disetorkan kembali ke kas daerah, namun masih menyisakan kelebihan pembayaran sekitar Rp137 juta yang belum jelas nasibnya.

Hasil pemeriksaan dari BPK RI ini menunjukan tentang perjalanan dinas yang telah dilaksanakan selalu menjadi ladang basah bagi anggota dewan untuk menilap uang rakyat dengan berbagai modus yang manipulatif. (*/Sumber: LHP BPK RI 2024)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses