JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa melontarkan ultimatum keras kepada 200 wajib pajak besar yang berstatus inkrah (berkekuatan hukum tetap). Mereka diminta melunasi tunggakan pajak sebesar total Rp 50–60 triliun dengan target konkret Rp 60 triliun dalam waktu satu minggu.
“Kemarin saya bilang, itu yang nggak bayar pajaknya ada Rp 60 triliun kan, yang pembayar pajak terbesar 200 yang sudah inkrah. Itu dalam waktu seminggu akan saya paksa bayar,” kata Purbaya di Kompleks DPR RI, Jakarta.
Langkah ini ditempuh sebagai upaya menutup celah kebocoran penerimaan negara dan menunjukkan prinsip keadilan fiskal. Purbaya menegaskan bahwa penagihan terhadap pengemplang merupakan bagian dari perlakuan adil kepada wajib pajak yang taat.
“Yang jelas gini, kita melakukan fair treatment. Kalau sudah bayar pajak, jangan diganggu sama sekali. Dan nggak ada lagi cerita pegawai pajak, meras-meras itu,” ujarnya.
Purbaya menyatakan Kemenkeu telah mengantongi nama-nama 200 penunggak yang kasusnya telah inkracht di pengadilan. Ia menegaskan tidak ada ruang bagi mereka untuk menghindar.
“Kita punya list 200 penunggak pajak besar yang sudah inckracht, kita mau kejar nilainya Rp 50 triliun-Rp 60 triliun. Dalam waktu dekat akan kita tagih, mereka tidak akan bisa lari,” ujar Purbaya dalam konferensi pers APBN KiTa.
Untuk mengeksekusi penagihan, Kemenkeu menyiapkan kerja sama lintas lembaga: Kejaksaan, Kepolisian, KPK, serta PPATK, termasuk pertukaran data dengan kementerian/lembaga terkait. Purbaya juga menyebut akan memperbaiki sistem administrasi perpajakan.
“Pada dasarnya, saya akan lihat Cortex seperti apa, keterlambatan di Cortex, akan kita perbaiki secepatnya dalam 1 bulan harusnya bisa. Itu IT, nanti saya bawa jago-jago IT dari luar yang bisa memperbaiki itu dengan cepat,” tegas Purbaya.
Upaya penagihan ini dinilai strategis mengingat kondisi penerimaan pajak saat ini. Hingga 31 Agustus 2025, realisasi penerimaan pajak tercatat Rp 1.135,4 triliun atau 54,7 persen dari target outlook APBN 2025 sebesar Rp 2.076,9 triliun. Purbaya optimistis tambahan Rp 60 triliun dari tunggakan dapat membantu mendekatkan target penerimaan.
Namun, tekanan pada penerimaan tetap terasa: hingga Agustus 2025, Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak terkontraksi 5,1%. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu merinci penyebab kontraksi tersebut, terutama akibat restitusi.
“Kinerja PPh badan secara bruto masih tumbuh 7,5%. Namun setelah restitusi, realisasi neto PPh badan justru terkontraksi 8,7% atau Rp194,20 triliun,” jelas Anggito.
Realisasi PPN dan PPnBM juga mengalami kontraksi neto signifikan, sementara dua pos pajak PPh orang pribadi dan PBB justru mencatat pertumbuhan kuat secara neto: PPh orang pribadi tumbuh 39,1% (Rp15,91 triliun) dan PBB naik 35,7% (Rp14,17 triliun).
Purbaya menekankan penindakan terhadap pengemplang bukanlah tujuan represif semata, melainkan bagian dari prinsip fair treatment untuk memastikan wajib pajak yang patuh tidak dirugikan. Ia bahkan berjanji membuka saluran pengaduan khusus terhadap tindakan pemerasan oleh oknum.
“Nanti saya akan buka channel khusus untuk pengaduan masalah itu,” tegasnya.
Selain penagihan, pemerintah menyiapkan paket kebijakan lain untuk menutup kebocoran penerimaan: memperbaiki layanan Coretax, mendorong aktivitas ekonomi lewat Paket Ekonomi 2025, dan pemberantasan peredaran rokok ilegal di pasar daring maupun luring. Semua langkah diarahkan untuk menutup celah penerimaan yang menurut Purbaya bisa melebihi nilai tunggakan Rp 60 triliun.
Purbaya juga memberi sinyal bahwa penagihan ini bagian dari kerja berkelanjutan. “Itu yang sudah inkrah, sudah punya utang pajak. Nanti 2026 kita sisir lagi,” ujarnya, menandakan upaya pemeriksaan dan penagihan akan dilanjutkan di tahun berikutnya.
(*/REL)