spot_img
spot_img

Membangun Ekosistem Transparansi di Sumatera Barat

Oleh: Musfi Yendra
[Ketua Komisi Informasi Sumatera Barat]

Keterbukaan informasi publik telah menjadi salah satu pilar penting dalam memperkuat demokrasi, mendorong akuntabilitas, serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Sumatera Barat termasuk daerah yang cukup progresif dalam mengimplementasikan prinsip keterbukaan informasi.

Hal ini dapat dilihat dari kombinasi regulasi, dukungan pemerintah daerah, peran Komisi Informasi, hingga sinergi media dan organisasi masyarakat sipil yang membentuk ekosistem keterbukaan informasi.

Dasar pijakan utama dari gerakan keterbukaan informasi di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). Undang-undang ini memberikan hak kepada setiap warga negara untuk mengetahui informasi yang dikelola badan publik.

Iklan

Di tingkat daerah, Sumatera Barat kemudian melengkapinya dengan hadirnya Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Perda ini menjadi tonggak penting karena secara khusus mengatur tata kelola, mekanisme, dan tanggung jawab badan publik di daerah dalam menyediakan informasi yang terbuka, transparan, dan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Sejak UU KIP diberlakukan, Komisi Informasi Sumatera Barat secara konsisten melakukan Monitoring dan Evaluasi (Monev) terhadap badan publik. Monev ini sudah berjalan lebih dari 10 tahun, menjadi instrumen penting untuk mengukur sejauh mana badan publik melaksanakan kewajiban keterbukaan informasi. Tahun 2025 menjadi catatan tersendiri karena jumlah badan publik yang didata mengikuti Monev mencapai 430 lembaga pengguna APBN dan APBD.

Angka ini menunjukkan semakin luasnya jangkauan implementasi keterbukaan informasi, dari pemerintah provinsi, lembaga vertika, kabupaten/kota, hingga nagari, sekolah, BUMD, dan instansi layanan publik lainnya.

Monev bukan sekadar penilaian administratif. Ia juga berfungsi sebagai pendorong perubahan perilaku birokrasi. Melalui proses ini, badan publik didorong untuk tidak hanya mengumumkan informasi wajib secara berkala, tetapi juga mengelola layanan informasi yang responsif, menyediakan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) yang profesional, serta menjadikan keterbukaan informasi sebagai budaya kerja, bukan sekadar kewajiban hukum. Dengan begitu, keterbukaan informasi dapat meningkatkan kepercayaan publik, mengurangi potensi korupsi, sekaligus mempercepat perbaikan layanan.

Dukungan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat juga semakin jelas terlihat. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029, keterbukaan informasi publik telah masuk ke dalam prioritas pembangunan. Ini merupakan langkah strategis karena keterbukaan informasi tidak lagi dipandang sebagai isu pinggiran, melainkan bagian dari agenda resmi pembangunan daerah.

Dengan masuknya keterbukaan informasi ke dalam RPJMD, seluruh perangkat daerah memiliki dasar perencanaan, alokasi anggaran, dan target capaian yang lebih terukur. Langkah ini diharapkan memperkuat sinergi antara kebijakan, implementasi, dan evaluasi di lapangan.

Selain dukungan regulasi dan pemerintah, ekosistem keterbukaan informasi di Sumatera Barat juga diperkuat oleh peran media dan organisasi masyarakat sipil. Koalisi Masyarakat Sipil Sumatera Barat merupakan elemen paling penting yang sejak awal mendorong lahirnya Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat kepada pemerintah: DPRD dan gubernur.

Kemudian juga lahir Perkumpulan Jurnalis Keterbukaan Informasi Publik (PJKIP). Kehadiran organisasi ini membuktikan bahwa keterbukaan informasi tidak hanya menjadi urusan pemerintah atau Komisi Informasi, tetapi juga menjadi bagian dari gerakan sosial yang diperjuangkan oleh organisasi masyarakat sipil dan para jurnalis.

Keterlibatan organisasi masyarat sipil dan kerja jurnalistik, sangat membantu mengawasi badan publik, menyuarakan kepentingan masyarakat, dan mendorong terbentuknya budaya transparansi. Peran keduanya sangat vital karena mereka menjadi jembatan antara badan publik dan masyarakat.

Membangun ekosistem keterbukaan informasi tentu bukan perkara instan. Ia membutuhkan komitmen berkelanjutan, koordinasi antar-stakeholder, serta kesadaran kolektif bahwa informasi adalah hak dasar warga. Ekosistem yang sehat terbentuk ketika ada keterhubungan yang kuat antara regulasi, pengawasan, dukungan politik, kapasitas birokrasi, dan partisipasi masyarakat.

Di Sumatera Barat, ekosistem ini mulai menunjukkan bentuknya: ada UU dan Perda yang menjadi fondasi hukum, ada Monev yang menjaga konsistensi implementasi, ada dukungan RPJMD yang menguatkan arah kebijakan, serta ada media dan jurnalis yang mengawal jalannya keterbukaan.

Namun, pekerjaan rumah masih banyak. Masih ada badan publik yang menganggap keterbukaan informasi sebagai beban, bukan sebagai kebutuhan. Sebagian belum memiliki sistem dokumentasi informasi yang rapi, layanan PPID yang responsif, atau budaya transparansi yang menyatu dalam birokrasi.

Di sisi lain, literasi masyarakat juga perlu ditingkatkan agar mereka mampu menggunakan informasi publik secara tepat untuk memperjuangkan kepentingan bersama. Tanpa masyarakat yang aktif meminta dan menggunakan informasi, keterbukaan akan kehilangan makna.

Tantangan lain adalah bagaimana keterbukaan informasi dapat benar-benar berdampak pada peningkatan kualitas layanan publik dan pembangunan daerah. Informasi yang terbuka seharusnya bisa menjadi basis pengambilan keputusan yang lebih partisipatif, memperkaya diskursus publik, dan memunculkan inovasi kebijakan.

Misalnya, keterbukaan data anggaran nagari dapat mendorong masyarakat ikut mengawasi penggunaannya, keterbukaan data pendidikan membantu orang tua mengevaluasi mutu sekolah, atau keterbukaan data kesehatan mempercepat respon terhadap masalah stunting dan penyakit menular.

Di era digital, tantangan juga datang dari kecepatan arus informasi. Badan publik dituntut tidak hanya terbuka, tetapi juga sigap merespons kebutuhan informasi masyarakat di ruang digital. Transparansi tidak boleh kalah cepat dengan hoaks. Karena itu, transformasi digital badan publik menjadi bagian penting dalam membangun ekosistem keterbukaan informasi yang modern dan relevan dengan kebutuhan zaman.

Ke depan, Sumatera Barat memiliki peluang besar untuk menjadi daerah percontohan keterbukaan informasi di Indonesia. Dengan kombinasi regulasi yang kuat, pengawasan yang konsisten, dukungan pemerintah yang strategis, serta partisipasi aktif media dan masyarakat, ekosistem keterbukaan informasi bisa tumbuh lebih matang.

Jika ekosistem ini terjaga, Sumatera Barat bukan hanya membangun pemerintahan yang transparan, tetapi juga memperkuat demokrasi, meningkatkan kepercayaan publik, dan mempercepat pembangunan yang berpihak pada rakyat.

Keterbukaan informasi bukan hanya tentang kewajiban badan publik, melainkan tentang membangun relasi baru antara pemerintah dan masyarakat: relasi yang dilandasi kepercayaan, akuntabilitas, dan partisipasi. Sumatera Barat telah memulainya dengan langkah-langkah konkret.

Kini tantangannya adalah menjaga momentum, memperluas partisipasi, dan memastikan keterbukaan informasi benar-benar menjadi budaya bersama yang menghidupkan demokrasi di ranah Minang.

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses