PADANG, ALINIANEWS.COM – Kasus dugaan korupsi pengadaan alat laboratorium sentral Universitas Andalas (Unand) Padang tahun anggaran 2019 memasuki babak baru. Polresta Padang bersama Ditreskrimsus Polda Sumbar telah menetapkan 12 orang tersangka, salah satunya mantan Wakil Rektor I Bidang Akademik periode 2016–2020, Dachriyanus.
Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp3,57 miliar, sebagaimana hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI melalui Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Nomor 69/LHP/XXI/11/2024 tertanggal 19 November 2024. Audit tersebut menemukan adanya selisih harga akibat dugaan mark-up serta pelanggaran prosedur pengadaan.
Dalam penyidikan, polisi menyita setidaknya 90 berkas sebagai barang bukti. Di antaranya slip aplikasi pengiriman uang dari CV Tri Karya senilai Rp58.515.600, invoice Nomor 21502531 tanggal 10 Desember 2019 dengan total Rp1,7 miliar, hingga dokumen quotation bernomor QDA 19101411 tertanggal 14 Oktober 2019 dengan nilai Rp5,87 miliar.
Selain itu, penyidik juga mengantongi bukti rekening giro Bank BNI dengan transaksi sebesar Rp914,4 juta pada 21 November 2019. Dugaan rekayasa dokumen, penunjukan rekanan bermasalah, hingga mark-up harga pun menguat.
Dari Penyelidikan hingga Praperadilan
Kronologi kasus bermula Desember 2022, ketika Polresta Padang menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (SP.Lidik/1116/XII/2022). Kasus naik ke tahap penyidikan pada Mei 2024, lalu berlanjut ke pemeriksaan fisik oleh BPK RI pada Juli 2024.
April 2025, kepolisian bersama Ditreskrimsus Polda Sumbar melakukan gelar perkara. Hasilnya, 12 orang ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Ketetapan Nomor S.Tap/69/V/2025, tertanggal 26 Mei 2025.
Dachriyanus mencoba melawan status tersangkanya dengan mengajukan permohonan praperadilan pada 9 Juni 2025. Namun, Hakim Jimmi Hendrik Tanjung dari Pengadilan Negeri Padang menolak seluruh permohonan itu pada 8 Juli 2025. “Permohonan Pemohon tidak beralasan hukum dan oleh karenanya ditolak untuk seluruhnya,” demikian amar putusan hakim.
Status Para Tersangka
Dari 12 tersangka, tiga merupakan dosen, tujuh tenaga kependidikan (salah satunya kepala biro), serta dua dari pihak rekanan. Selain Dachriyanus, nama Ampera Warman, Kepala Biro Perencanaan, Pengembangan, dan Kerja Sama saat itu, juga masuk dalam daftar tersangka.
Meski sudah ditetapkan tersangka, mereka hingga kini belum ditahan. Sekretaris Unand, Aidinil Zetra, menyatakan kampus tetap menghormati proses hukum dan menjunjung asas praduga tidak bersalah.
“Betul. Unand menghormati proses hukum yang sedang berlangsung,” kata Aidinil, Jumat (5/9/2025). Ia menambahkan, “Kami tidak ingin pihak lain mengecap negatif karena hingga saat ini belum ada keputusan hukum tetap. Ada asas praduga tak bersalah.”
Aidinil menjelaskan, dari 10 tersangka yang berasal dari Unand, hanya lima orang yang masih aktif di kampus, sementara sisanya sudah dipindahkan ke LLDIKTI. Ia menegaskan kasus ini menjadi perhatian serius rektorat. “Ini jadi perhatian kami untuk ke depannya. Kami tingkatkan pengawasan zona integritas bebas KKN,” ujarnya.
Atas perbuatannya, Dachriyanus dan tersangka lain dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 15, serta Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman hukuman yang menanti mulai dari pidana penjara minimal empat tahun hingga maksimal seumur hidup, serta denda antara Rp50 juta hingga Rp1 miliar.
Kini, seluruh mata tertuju pada proses hukum yang masih berjalan. Publik menanti apakah kasus dugaan korupsi bernilai miliaran rupiah ini benar-benar akan menegakkan keadilan, atau kembali tersendat seperti banyak perkara serupa di dunia pendidikan tinggi.
(*/rel)