JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyoroti rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk membubarkan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI). Mahfud menilai, langkah itu menunjukkan Purbaya tidak memahami sepenuhnya persoalan BLBI yang hingga kini masih tercatat sebagai utang negara.
“Pak Purbaya tidak begitu paham masalah BLBI,” kata Mahfud dikutip dari kanal YouTube Mahfud MD Official, Rabu (15/10/2025).
Menurut Mahfud, BLBI merupakan utang resmi dari debitur dan obligor kepada negara dengan jaminan dan surat pengakuan utang yang sah secara hukum. Ia menyebut, nilai total utang tersebut mencapai Rp440 triliun, namun telah dikorting menjadi Rp141 triliun berdasarkan keputusan negara dan disahkan Mahkamah Agung.
“Utang obligor kepada negara jumlahnya Rp141 triliun setelah dikorting oleh negara dari semula Rp440 triliun,” ujarnya.
Mahfud mengingatkan, apabila pemerintah tiba-tiba menghentikan penagihan BLBI dan membubarkan Satgas, hal itu berpotensi menimbulkan ketidakadilan bagi para obligor yang sudah membayar sebagian kewajiban mereka.
“Apabila tiba-tiba kasus BLBI dihentikan, maka obligor yang sudah setor Rp41 triliun tiga tahun lalu akan kecewa. Karena ada ketidakadilan. Saya dirampas, dilelang, kok yang lain tidak? Padahal sekarang obligor banyak yang mau bayar tapi minta diskon,” tegas Mahfud.
Ia menambahkan, selama memimpin Satgas BLBI di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, total aset dan dana yang berhasil dikembalikan ke negara mencapai Rp41 triliun. Karena itu, pembubaran Satgas menurutnya tidak hanya mengabaikan upaya hukum, tetapi juga menghapus hak negara atas piutang yang sah.
“Persoalan penagihan BLBI bukan sekadar utang, melainkan keputusan hukum dan hak negara dari para pengusaha yang mengajukan utang. Itu utang, loh, enggak bisa lalu sudah biarkan. Itu kan utang kepada negara,” ucapnya.
Mahfud juga mengingatkan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih mencatat dana BLBI sebagai utang sebesar Rp141 triliun, serta ada keputusan Panitia Khusus (Pansus) DPR yang menegaskan agar utang tersebut tetap ditagih. “Kalau kasus itu ditutup begitu saja, nampaknya akan menjadi masalah karena itu masih tercatat sebagai utang di BPK. Dan ada putusan Pansus DPR untuk ditagih,” kata Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud menduga rencana Purbaya untuk mengakhiri masa kerja Satgas BLBI bukan semata-mata karena alasan kinerja, melainkan faktor kedekatan personal dengan sejumlah pihak yang terkait kasus tersebut.
“Sekarang sudah banyak teman yang di samping. Mungkin ada yang di atas juga secara psikologis, ya meskipun struktural gitu, ya mungkin dia akan membebani dia,” sindir Mahfud.
Meski begitu, Mahfud tetap memberi ruang bagi Purbaya untuk mengambil keputusan kebijakan sebagai menteri keuangan, namun ia menilai, bila Purbaya belum siap menagih utang BLBI, lebih baik tugas itu dilanjutkan oleh penerusnya.
“Silakan, Pak, ditunda kalau belum berani, biar menteri berikutnya,” ujar Mahfud sambil tertawa.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan niat untuk meninjau ulang keberadaan Satgas BLBI yang dinilai tidak efektif. Ia menilai, kinerja Satgas yang dibentuk dan pernah dipimpin Mahfud itu tidak sebanding dengan keributan yang ditimbulkan.
“Satgas BLBI masih dalam proses. Itu nanti saya lihat seperti apa ini. Tapi saya sih melihatnya sudah lama, hasilnya nggak banyak-banyak amat. Cuma membuat ribut saja, income-nya nggak banyak-banyak amat. Daripada bikin noise, mungkin akan kita akhiri Satgas itu,” ujar Purbaya dalam media briefing di Bogor, Jumat (10/10/2025).
Meski demikian, Purbaya mengaku belum akan mengambil keputusan final sebelum melakukan asesmen menyeluruh. “Masih harus dilakukan asesmen lebih lanjut sebelum pemerintah benar-benar menghapus atau mengakhiri masa kerja Satgas BLBI,” kata dia.
Rencana pembubaran Satgas BLBI ini pun memicu pro dan kontra. Bagi Mahfud, penghentian penagihan utang para obligor bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga soal keadilan dan supremasi hukum. (*/Rel)