spot_img
spot_img

KPK Telusuri Aliran Dana Rp 2,1 Triliun dalam Kasus Korupsi EDC BRI, Tiga Bos Swasta Diperiksa

JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menelusuri aliran uang dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) senilai Rp 2,1 triliun. Dalam upaya mengungkap skandal besar ini, lembaga antirasuah memeriksa lima orang saksi, termasuk tiga direktur perusahaan swasta, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Rabu (15/10/2025).

“Kepada para saksi, penyidik mendalami terkait pekerjaan pengadaan EDC bank BUMN yang disubkonkan. Penyidik juga menggali keterangan terkait aliran uang dan proses mendapatkan pekerjaan pengadaan tersebut,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Kamis (16/10/2025).

Kelima saksi yang diperiksa masing-masing adalah Setiyarta, Direktur Utama PT Satkomindo Mediyasa; Suhaili, Direktur PT Dianasakti Suryaplastik Industri; Sandra Kusumadewi, Direktur PT Saveprint Indonesia; serta dua karyawan swasta, Pramadia Adhie Lazuardi dan Erick Radiktya.

Iklan

Budi menambahkan, penyidik sebenarnya memanggil enam saksi, namun Akhmad Tunggal Afifudin, Direktur PT Finnet Indonesia, tidak hadir dan meminta penjadwalan ulang. “Saksi lain hadir semua,” tandas Budi.

Dua Skema Pengadaan Bernilai Rp 2,1 Triliun

KPK telah menetapkan lima tersangka dalam perkara ini sejak 9 Juli 2025. Mereka adalah mantan Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto (CBH), mantan Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI sekaligus mantan Dirut Allo Bank Indra Utoyo (IU), mantan SEVP Manajemen Aktiva dan Pengadaan BRI Dedi Sunardi (DS), Direktur PT Pasifik Cipta Solusi Elvizar (EL), serta Direktur PT Bringin Inti Teknologi Rudy Suprayudi Kartadidjaja (RSK).

BACA JUGA  Menkeu Purbaya Nilai Satgas BLBI Tak Efektif, Mahfud MD Tantang Buktikan

Dalam konstruksi perkara, terdapat dua skema pengadaan mesin EDC:

  • Skema beli putus, dengan pengadaan 346.838 unit senilai Rp 942 miliar, dan

  • Skema sewa, sebanyak 200.067 unit senilai Rp 1,2 triliun.

Total nilai proyek mencapai Rp 2,1 triliun.

KPK menduga, EL bersama IU dan CBH telah bersepakat untuk menjadikan PT Pasifik Cipta Solusi sebagai vendor utama EDC Android dengan menggandeng PT Bringin Inti Teknologi (BIT).

“Telah ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan EDC Android yang dilakukan secara melawan hukum,” kata Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, (9/7/2025).

Uji Teknis dan Harga Diduga Dikelabui

Menurut Asep, dalam proses pengadaan tersebut, uji teknis hanya diarahkan pada merek tertentu dan tidak diumumkan secara terbuka. “Untuk pengujian ini pun juga tidak dilakukan secara luas, tidak diinformasikan secara luas. Sehingga vendor-vendor lain, merek-merek lain itu tidak bisa mengikutinya,” ujarnya.

Selain itu, term of reference (TOR) disusun untuk menguntungkan pihak tertentu. Penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS) pun diduga berdasarkan harga dari vendor yang telah dikondisikan menang, bukan dari harga resmi (principal).

Dalam skema sewa EDC, vendor pemenang juga mensubkontrakkan seluruh pekerjaan tanpa izin dari BRI, yang memperparah dugaan pelanggaran.

KPK mencatat, akibat pengondisian proyek ini, kerugian keuangan negara ditaksir mencapai Rp 744,5 miliar.

BACA JUGA  Hakim Tolak Praperadilan, Nadiem Makarim Kembali Diperiksa Kejagung Selama 10 Jam

“Kerugian keuangan negara yang dihitung dengan metode real cost, sekurang-kurangnya sebesar Rp 744.540.374.314,” ucap Asep.

Sebagai imbalan atas dimenangkannya proyek, Catur Budi Harto diduga menerima uang Rp 525 juta, dua ekor kuda, dan sebuah sepeda dari Elvizar. Sementara Dedi Sunardi menerima sepeda Cannondale senilai Rp 60 juta.

Rudi Suprayudi Kartadidjaja disebut menerima fee Rp 5.000 per unit setiap bulan dari PT Verifone Indonesia, dengan total Rp 10,9 miliar hingga 2024.

KPK juga menemukan aliran uang Rp 19,7 miliar yang mengalir kepada Rudi sepanjang 2020–2024.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

KPK memastikan akan terus mendalami keterlibatan pihak lain serta menelusuri aliran dana yang diduga mengalir ke sejumlah pihak dalam proyek yang melibatkan perusahaan pelat merah tersebut.

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses