JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024 memasuki babak baru. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri aliran dana ke organisasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Jadi, kami sedang melakukan follow the money, ke mana saja uang itu mengalir, seperti itu,” ujar Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Jakarta, Kamis pekan lalu.
Asep menjelaskan, penelusuran ke organisasi masyarakat (ormas) keagamaan dilakukan karena penyelenggaraan ibadah haji turut melibatkan ormas. Namun ia menegaskan, langkah tersebut bukan berarti KPK mendiskreditkan organisasi keagamaan.
“Karena permasalahan kuota haji ini terkait dengan penyelenggaraan ibadah di salah satu agama. Ini masalah keagamaan, menyangkut umat beragama, proses peribadatan. Jadi, tentunya ini melibatkan organisasi keagamaan,” jelasnya.
“Tentunya bukan dalam artian kami mendiskreditkan salah satu organisasi keagamaan tersebut, tidak. Kami memang di setiap menangani perkara tindak pidana korupsi akan meneliti dan menelusuri ke mana uang-uang itu pergi,” tambahnya.
Pemeriksaan Staf PBNU
Pada Selasa (9/9/2025), penyidik KPK memeriksa Syaiful Bahri (SB) sebagai saksi kasus dugaan korupsi kuota haji 2024. KPK menggolongkan Syaiful sebagai staf PBNU.
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama SB, Staf PBNU,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo.
Sehari kemudian, Asep menuturkan bahwa pemeriksaan Syaiful berkaitan dengan mantan staf khusus Menteri Agama era Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex.
“Ada hubungan SB dengan mantan stafsus menteri, Gus A ya,” ujarnya, Rabu (10/9/2025).
Menurut Asep, staf PBNU tersebut didalami mengenai alur perintah maupun penerimaan terkait dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan haji 2023–2024. “Jadi, perintah-perintahnya, kemudian penerimaannya, dan lain-lain, sedang kami dalami,” katanya.
Kerugian Negara Rp1 Triliun Lebih
KPK mulai mengumumkan penyidikan perkara ini pada 9 Agustus 2025, setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Lembaga antikorupsi juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara.
Pada 11 Agustus 2025, KPK menyebutkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus ini mencapai lebih dari Rp1 triliun. Saat itu, tiga orang dicegah bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Selain ditangani KPK, Panitia Khusus Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan pada penyelenggaraan haji 2024. Poin utama yang disorot adalah pembagian kuota tambahan 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi, yang dibagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Padahal, Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 mengatur pembagian kuota haji khusus sebesar 8 persen, sedangkan 92 persen untuk haji reguler.
KPK memastikan telah mengantongi calon tersangka dalam kasus ini. “Kapan ini ditetapkan tersangkanya? Dalam waktu dekat. Pokoknya dalam waktu dekat,” kata Asep.
Ia menegaskan pengumuman resmi akan disampaikan melalui konferensi pers. “Nanti dikabarkan ya. Pasti dikonperskan dalam waktu dekat,” ujarnya.
Suara dari NU: Oknum, Bukan Organisasi
Skandal dugaan korupsi kuota haji 2023–2024 menyeret sejumlah nama besar di tubuh PBNU. Hingga kini, enam petinggi PBNU dan GP Ansor sudah diperiksa KPK.
Situasi ini memunculkan keprihatinan di kalangan ulama NU. KH Abdul Muhaimin, A’wan PBNU periode 2022–2027, mengingatkan agar proses hukum berjalan cepat dan jelas.
“Itu tugas KPK, kita mendukung dan patuh pada penegakan hukum. Namun, segera umumkan tersangkanya supaya tidak ada kesan KPK memainkan tempo yang meresahkan warga NU,” tegasnya, Sabtu (13/9/2025).
Ia menekankan bahwa keterlibatan oknum tidak boleh menyeret nama NU secara kelembagaan. “Dugaan pelaku adalah oknum yang menyalahgunakan kebesaran NU. Bukan organisasi secara keseluruhan,” katanya.
Muhaimin juga mengingatkan agar proses hukum tetap menghormati para ulama, kiai kampung, dan warga NU yang tidak mengetahui apapun tentang kasus ini.
“Ada ribuan ulama dan kiai yang murni berkhidmat. Tapi mereka ikut merasakan dampaknya karena hujatan terhadap NU terus bergulir di media sosial,” ujarnya.
Sebagai tokoh nasional dan mantan Presiden Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), ia menilai konflik narasi di ruang publik semakin memanas. Menurutnya, hanya kejelasan hukum yang bisa meredam spekulasi.
“Jangan dibikin serial drama. Siapapun yang terlibat, bahkan jika pimpinan tertinggi PBNU, maka harus dibuka secara terang benderang,” tegas Kiai Muhaimin.