JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan penyitaan aset dalam penyidikan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan penyidik menyita dua bidang tanah/bangunan milik mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta) Haryanto.
“Pekan lalu, penyidik melakukan penyitaan aset dari salah seorang tersangka dalam perkara ini (Sdr. H – Dirjen Binapenta dan PKK). Aset tersebut berupa dua bidang tanah/bangunan yaitu kontrakan seluas 90 M2 di wilayah Cimanggis, Kota Depok, dan rumah seluas 180 M2 di wilayah Sentul, Kabupaten Bogor,” kata Budi dalam keterangannya, Minggu (28/9/2025).
Menurut Budi, kedua aset tersebut dibeli secara tunai menggunakan uang hasil dugaan pemerasan kepada para agen tenaga kerja asing (TKA) dan kemudian diatasnamakan kerabat Haryanto.
“Kedua aset tersebut dibeli secara tunai, yang diduga uangnya bersumber dari hasil dugaan tindak pemerasan kepada para agen TKA. Kedua aset tersebut kemudian diatasnamakan kerabatnya,” ujarnya.
Selain bangunan, KPK juga menyita satu unit mobil Toyota Innova yang diduga berasal dari praktik serupa. “Tersangka sempat meminta salah seorang agen TKA untuk membeli satu unit mobil Innova di sebuah dealer di Jakarta. Saat ini kendaraan tersebut juga sudah dilakukan penyitaan oleh KPK,” kata Budi.
Ia menegaskan penyitaan aset yang diduga terkait tindak pidana korupsi ini penting sebagai bagian dari pembuktian perkara sekaligus langkah awal pemulihan aset negara.
“Penyitaan-penyitaan aset yang diduga terkait ataupun berasal dari dugaan tindak pidana korupsi ini dibutuhkan untuk proses pembuktian perkara, sekaligus upaya awal dalam optimalisasi asset recovery,” jelasnya.
Budi menambahkan, selain penindakan, KPK juga terus mendorong langkah-langkah pencegahan korupsi di Kemnaker. “KPK juga terus mendorong berbagai langkah pencegahan korupsi di Kemenaker, untuk menutup adanya peluang bagi oknum-oknum melakukan tindak pidana korupsi, yang ujungnya menciderai kualitas pelayanan bagi publik,” tegasnya.
Dalam konferensi pers sebelumnya, Kamis, 17 Juli 2025, KPK menyebut ada lebih dari 85 pegawai Kemnaker yang menerima aliran dana diduga hasil pemerasan terkait RPTKA. Angka itu di luar delapan orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Delapan tersangka itu adalah:
-
Suhartono, Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker periode 2020–2023.
-
Haryanto, Dirjen Binapenta 2024–2025 sekaligus Direktur PPTKA 2019–2024.
-
Wisnu Pramono, Direktur PPTKA 2017–2019.
-
Devi Angraeni, Direktur PPTKA 2024–2025.
-
Jamal Shodiqin, Analis TU Direktorat PPTKA 2019–2024 sekaligus Pengantar Kerja Ahli Pertama Direktorat PPTKA 2024–2025.
-
Alfa Eshad, Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker 2018–2025.
-
Gatot Widiartono, Koordinator Analisis PPATK 2021–2025.
-
Putri Citra Wahyoe, Petugas Hotline RPTKA 2019–2024 sekaligus Verifikator Pengesahan RPTKA 2024–2025.
Selama periode 2019–2024, para tersangka bersama sejumlah pegawai Direktorat PPTKA disebut mengumpulkan sedikitnya Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan pengurusan RPTKA.
RPTKA sendiri merupakan dokumen wajib yang harus dipenuhi tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia. Jika tidak diterbitkan, izin kerja dan izin tinggal TKA akan tertunda, dan perusahaan akan terkena denda Rp1 juta per hari. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para tersangka untuk memeras para pemohon izin.
Dari total uang yang terkumpul, sebagian telah dikembalikan ke negara melalui rekening penampungan KPK dengan nilai Rp8,61 miliar.
(*/REL)