spot_img
spot_img

KPK Dalami Rangkap Jabatan, Putusan MK Pertegas Larangan Wamen Jadi Komisaris

JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengkaji praktik rangkap jabatan di kalangan pejabat publik. Fokus kajian ini terutama menyasar wakil menteri, menyusul Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang melarang wakil menteri merangkap jabatan sebagai pejabat negara lain, komisaris BUMN maupun swasta, serta pimpinan organisasi yang dibiayai APBN/APBD.

Plt Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Aminudin, menegaskan praktik rangkap jabatan kerap menjadi pintu masuk terjadinya korupsi.

“Kami berharap kajian ini menjadi landasan reformasi tata kelola publik yang lebih kuat,” kata Aminudin dalam keterangan tertulis, Kamis (18/9/2025).

Iklan

Aminudin menilai putusan MK mempertegas pentingnya pembenahan. Dengan demikian, pejabat publik diharapkan dapat fokus melayani masyarakat tanpa dibebani konflik kepentingan.

Kajian bertajuk Kajian Rangkap Jabatan terhadap Integritas dan Tata Kelola Lembaga Publik di Indonesia ini sudah berjalan sejak Juni 2025 dan akan dilanjutkan hingga 2026. Penelitian dilakukan melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif terhadap 10 lembaga publik.

KPK melibatkan sejumlah instansi, antara lain Kementerian PANRB, Ombudsman RI, Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN), serta para akademisi. Pemangku kepentingan dari ASN, TNI, Polri, hingga pakar tata kelola dan antikorupsi juga ikut serta. Fokusnya antara lain mengidentifikasi praktik rangkap jabatan, penyebabnya mulai dari kebijakan, keterbatasan SDM, beban kerja, hingga efektivitas pengawasan.

“Hasil penelitian diharapkan menghasilkan rekomendasi valid dan presisi guna mendorong perbaikan sistem, etika, dan profesionalitas,” ujar Aminudin.

BACA JUGA  KPK Telusuri Aliran Dana Rp 2,1 Triliun dalam Kasus Korupsi EDC BRI, Tiga Bos Swasta Diperiksa

Data KPK bersama Ombudsman pada 2020 mengungkap persoalan serius: dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang terindikasi merangkap jabatan, hampir 49 persen dinilai tidak sesuai dengan kompetensi teknis. Bahkan 32 persen di antaranya berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, memperlihatkan lemahnya pengawasan serta rendahnya profesionalitas.

Untuk menutup celah itu, KPK menyiapkan sejumlah rekomendasi kebijakan. Antara lain mendorong lahirnya Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang mengatur tegas soal larangan rangkap jabatan, sinkronisasi dengan UU BUMN, UU ASN, dan UU Pelayanan Publik, hingga penerapan sistem gaji tunggal (single salary) bagi pejabat publik.

Selain itu, KPK juga mengusulkan pembentukan Komite Remunerasi Independen di BUMN, serta penyusunan SOP investigasi konflik kepentingan berstandar OECD agar bisa dijalankan secara konsisten oleh inspektorat maupun satuan pengawasan internal.

Melalui kajian ini, KPK menegaskan komitmennya mendorong pejabat publik, termasuk wakil menteri, bekerja lebih profesional, transparan, dan bebas dari konflik kepentingan.

(*/REL)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses