spot_img
spot_img

KPK Dalami Dugaan Korupsi Pengadaan Mesin EDC Rp 2,1 Triliun, Direktur PT Indosat Dipanggil Sebagai Saksi

JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) di PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk periode 2020–2024 kembali menjadi sorotan publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap Direktur PT Indosat Tbk, Irsyad Sahroni, pada Rabu, 8 Oktober 2025.

Irsyad diperiksa sebagai saksi untuk mengungkap dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan mesin EDC senilai total Rp 2,1 triliun. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama IS, Direktur PT Indosat,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya.

Iklan

Namun, panggilan tersebut tidak dipenuhi oleh Irsyad Sahroni. Hingga Rabu malam, ia belum hadir di Gedung KPK. Lembaga antirasuah itu masih menunggu konfirmasi lebih lanjut terkait kehadiran sang direktur.

“Makanya, kami akan cek dari pukul 14.00 WIB lebih sampai dengan sore atau malam, apakah ada kehadiran yang bersangkutan atau tidak,” kata Budi sebagaimana dilansir kantor berita Antara.

Selain Irsyad, penyidik KPK juga memanggil sembilan saksi lain, yang sebagian besar merupakan pimpinan perusahaan di sektor teknologi dan informatika. Mereka di antaranya He Heryadi (Direktur PT IP Network Solusindo), Yuliana Efendi (Direktur PT Mutu Utama Indonesia), Dandi Setiyawan (Direktur PT Solusindo Global Digital), serta Royke Lumban Tobing (Direktur PT Spentera).

BACA JUGA  Modus Pelat Nomor Palsu untuk Gasak BBM Subsidi

Turut dipanggil pula Masagus Krisna Ismaliansyah dari CV Dwipayana Teknologi Informasi, Dian Budi Lestari dari PT Dimensi Digital Nusantara, Faisal Mulia Nasution dari PT Fiber Networks Indonesia, Cu Ian Wijaya dari PT Kawan Sejati Teknologi, dan Riski Lana dari PT Smartnet Magna Global.

Dua Skema Pengadaan

Menurut Budi Prasetyo, KPK tengah menelusuri lebih dalam mekanisme pengadaan mesin EDC yang menggunakan dua skema, yakni pembelian langsung (beli putus) dan sistem sewa.

“Dalam pengadaan mesin EDC ini, ada dua mekanisme. Yang pertama beli putus, dan satu lagi dengan skema sewa. Termasuk mesin EDC ini kan hardware dan software, ada sistemnya juga. Itu yang semuanya mau didalami,” jelasnya.

Budi menegaskan, penyidik berupaya mengurai hubungan kerja sama antara perusahaan penyedia dan pihak BRI untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam proses pengadaan. “Oleh karena itu, dalam perkara dugaan tindak pidana terkait pengadaan mesin EDC bank BUMN ini, KPK memanggil beberapa pihak termasuk dari pihak swasta sebagai penyedia barang dan jasa,” tandasnya.

Lima Tersangka Sudah Ditetapkan

KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Catur Budi Harto (mantan Wakil Direktur Utama BRI), Indra Utoyo (mantan Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI), Elvizar (Direktur Utama PT Pasifik Cipta Solusi/PCS), Dedi Sunardi (SEVP Manager Aktiva dan Pengadaan BRI), serta Rudy Suprayudi Kartadidjaja (Direktur Utama PT Bringin Inti Teknologi).

BACA JUGA  Pimpinan DPR Tegaskan Dana Reses Tak Naik pada Oktober 2025, Tetap Rp 702 Juta

Kelima tersangka tersebut diduga memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi, yang menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp 744,5 miliar berdasarkan perhitungan metode real cost.

KPK menjerat mereka dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Menariknya, salah satu tersangka, Indra Utoyo, mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan itu terdaftar dengan nomor perkara 101/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL pada 21 Agustus 2025.

Fokus pada Aliran Dana dan Keterlibatan Swasta

Penyidikan kasus ini resmi dimulai sejak 26 Juni 2025. Hanya berselang dua minggu, tepatnya 9 Juli 2025, KPK mengumumkan nama-nama tersangka. Lembaga antirasuah itu kini memusatkan perhatian pada penelusuran aliran dana serta pola kerja sama antara BRI dan para penyedia.

Dengan nilai proyek yang mencapai triliunan rupiah, dugaan kerugian negara ditaksir sekitar Rp 700 miliar, atau setara 30% dari total nilai pengadaan.

“Dalam kasus ini kami ingin memastikan tidak hanya siapa yang menerima keuntungan, tetapi juga bagaimana sistem pengadaan itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” ujar Budi menegaskan.

Publik Menanti Kejelasan

Kasus pengadaan mesin EDC ini menjadi perhatian karena melibatkan perusahaan-perusahaan besar di bidang teknologi. Pemanggilan Direktur PT Indosat dinilai penting untuk mengurai kemungkinan keterlibatan pihak swasta dalam proses pengadaan yang kompleks tersebut.

BACA JUGA  KPK Selidiki Dugaan Korupsi di Program Makan Bergizi Gratis

Meski Irsyad Sahroni belum mengonfirmasi kehadirannya, langkah KPK memanggilnya dianggap sebagai sinyal keseriusan lembaga tersebut dalam mengungkap jaringan korupsi di balik proyek bernilai besar.

KPK berjanji akan menangani perkara ini secara transparan dan akuntabel, guna memastikan keadilan serta mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana negara.

“Penyidikan ini bukan hanya untuk menghukum, tapi juga untuk memperbaiki sistem agar praktik serupa tidak terulang,” tutup Budi. (*/rel)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses