JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya praktik jual beli kuota haji khusus yang berasal dari alokasi tambahan Pemerintah Arab Saudi. Kuota tersebut diduga diperdagangkan antarbiro perjalanan haji hingga langsung ditawarkan kepada calon jemaah.
“Ada yang juga diperjualbelikan antarbiro, dan ada juga yang langsung diperjualbelikan kepada para calon jemaah,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (15/9/2025).
Budi menjelaskan, kuota tambahan itu awalnya disalurkan ke sejumlah asosiasi biro perjalanan haji. Dari sana, kuota kemudian dibagi ke biro-biro yang berada di bawah naungan asosiasi. “Ada beberapa asosiasi. Kalau tidak salah ada 12 atau 13 asosiasi yang membawahi beberapa biro perjalanan. Nah ini (kuota haji khusus dari kuota tambahan, dibagi pada biro perjalanan haji ini,” ujarnya.
Modus Manipulasi Kuota
Selain jual beli, KPK juga mendalami adanya rekayasa aturan teknis dalam pelunasan biaya haji. Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji, Moh. Hasan Afandi, telah diperiksa untuk menguak modus tersebut.
“Penyidik juga mendalami modus pengaturan jangka waktu pelunasan yang dibuat mepet atau ketat bagi calon jamaah haji khusus yang telah mendaftar dan mengantri sebelum tahun 2024, yaitu hanya dikasih kesempatan waktu 5 hari kerja,” ungkap Budi.
Menurut KPK, aturan itu sengaja dirancang agar calon jemaah lama gagal melunasi, sehingga kuota tersisa bisa diperjualbelikan kepada penyelenggara haji (PIHK) yang siap membayar fee. “Penyidik menduga ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tambahan tidak terserap dari calon jemaah haji yang sudah mengantri sebelumnya, dan akhirnya bisa diperjualbelikan kepada PIHK yang sanggup membayar fee,” jelasnya.
Tak hanya itu, KPK juga menyoroti adanya jemaah baru yang langsung bisa berangkat di tahun yang sama. “Saksi didalami bagaimana secara teknis jemaah haji khusus yang urutannya paling akhir (baru membayar 2024) namun bisa langsung berangkat,” tutur Budi.
Kuota Tambahan Dibagi Tak Sesuai Aturan
Masalah kuota tambahan ini juga menjadi sorotan Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI. Dari total 20.000 kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi, Kementerian Agama membaginya secara rata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian tersebut dinilai melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang seharusnya menetapkan 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus. Dengan demikian, dari 20.000 kuota tambahan, semestinya 18.400 diperuntukkan bagi jemaah reguler dan hanya 1.600 untuk haji khusus.
KPK mengungkap harga jual kuota haji khusus dari alokasi tambahan itu mencapai Rp200 juta hingga Rp300 juta per jemaah. Sementara untuk kuota haji furoda, tarifnya bahkan bisa tembus Rp1 miliar.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur, menyebut adanya fee yang mengalir ke oknum Kementerian Agama dari setiap kuota haji khusus yang terjual. “Berapa besarannya? 2.600 sampai 7.000 (dolar AS). Jadi 2.600 sampai 7.000 itu adalah selisihnya yang setor ke oknum di Kementerian Agama,” ungkapnya.
Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun Lebih
KPK resmi memulai penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, setelah sebelumnya memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Berdasarkan perhitungan awal, kerugian negara ditaksir lebih dari Rp1 triliun. Lembaga antirasuah juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut. Saat ini, KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian secara pasti.
KPK menduga lebih dari 100 biro travel haji terlibat dalam praktik pengurusan kuota haji tambahan tersebut. Lembaga antirasuah menegaskan akan segera mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.