Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini sudah berwenang menangani kasus korupsi yang melibatkan militer.
Hal itu sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tertuang dalam perkara gugatan Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang menguji Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
Pengusutan kasus korupsi yang melibatkan personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh KPK sebelumnya pernah menimbulkan polemik. Sebab, lembaga antirasuah dianggap mengangkangi kewenangan militer jika menangani perkara yang melibatkan tentara aktif.
Salah satu contohnya adalah ketika KPK mulai menyidik kasus korupsi di Badan SAR Nasional (Basarnas) pada 2023. Saat itu, KPK sempat menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan bawahannya yang juga merupakan personel TNI sebagai tersangka.
Pusat Polisi Militer TNI memprotes langkah tersebut karena mereka menilai Henri dan bawahannya harus diadili secara militer.
Komandan Pusat Polisi Militer Tentara Nasional Indonesia Marsekal Muda Agung Handoko melontarkan protes.
“Kami keberatan jika mereka ditetapkan sebagai tersangka,” kata Agung Handoko saat konferensi pers di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur pada Jumat, 28 Juli 2023.
Agung keberatan dengan sikap KPK yang baru melibatkan TNI setelah operasi tangkap tangan. Puspom TNI baru mengetahui peristiwa penangkapan setelah beredar pemberitaan di sejumlah media. Kehadiran tim Puspom TNI saat gelar perkara hanya bertujuan untuk memastikan dugaan keterlibatan anggota militer.
“Mekanisme penetapan tersangka terhadap personel militer merupakan kewenangan TNI,” katanya.
Beberapa jam setelah melontarkan penyataan tersebut, Agung bersama sejumlah personel TNI lainnya menyambangi gedung KPK. Kehadiran mereka disambut empat Wakil Ketua KPK.
Pertemuan antarpimpinan itu berlangsung tegang. Marsekal Muda Agung dan anggota timnya disebut sempat menegur pimpinan KPK yang dianggap tidak menghormati kewenangan TNI. Mereka juga mendesak KPK menyampaikan permintaan maaf guna menghindari tindakan anarkistis personel TNI.
Selepas pertemuan, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menggelar konferensi pers dan menyampaikan permintaan maaf KPK kepada Panglima TNI dan jajarannya ihwal penanganan kasus suap di Basarnas.
“Dalam rapat tadi, kami sudah sampaikan kepada teman-teman TNI, kiranya bisa disampaikan kepada Panglima TNI dan jajarannya atas kekhilafan ini, supaya kami bisa dimaafkan,” kata Johanis Tanak saat itu.
Kini, MK telah memutuskan bahwa KPK memiliki kewenangan untuk mengusut kasus korupsi yang terjadi di ranah militer atau yang melibatkan prajurit TNI sepanjang kasus tersebut ditangani sejak awal oleh KPK. Putusan itu diketok hakim Arsul Sani dalam sidang pada Jumat, 29 November 2024.
Dalam pertimbangannya Arsul Sani menyebut Mahkamah memandang diperlukan penegasan terhadap Pasal 42 Undang-Undang tentang KPK, khususnya dalam perkara korupsi koneksitas.
“Penegakan hukum tindak pidana korupsi seharusnya mengesampingkan budaya sungkan, terutama untuk hal-hal yang sudah diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan,” kata Arsul saat membacakan pertimbangan hukum Mahkamah, Jumat, 29 November 2024.
Penegasan ini diperlukan. Sebab, kata Arsul, pada persoalan korupsi koneksitas atau korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer terdapat penafsiran yang berbeda-beda di antara para penegak hukum terhadap rumusan Pasal 42 Undang-Undang tentang KPK.