MEDAN, ALINIANEWS.COM – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Utara menahan dua pejabat pertanahan terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan dan penjualan aset milik PTPN I Regional I yang kini digunakan untuk pengembangan kawasan perumahan Citraland.
Kedua pejabat tersebut adalah Askani, mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumatera Utara periode 2022–2024, dan Abdul Rahman Lubis, Kepala Kantor BPN Deli Serdang periode 2023–2025.
Penahanan dilakukan pada Selasa (14/10/2025) setelah penyidik menemukan bukti kuat keterlibatan keduanya dalam kasus tersebut.
“Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sumut, Mochamad Jefry, mengatakan, selain Askani, pihaknya juga menahan Kepala Kantor BPN Deli Serdang tahun 2023–2025, Abdul Rahman Lubis. Dugaan korupsi keduanya terjadi dalam kurun waktu 2022–2024,” ujar Jefry saat konferensi pers di Kejati Sumut, Selasa malam.
Kedua pejabat itu diduga menyalahgunakan kewenangan dengan memberikan persetujuan penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) kepada PT Nusa Dua Propertindo (NDP) tanpa memenuhi kewajiban perusahaan untuk menyerahkan minimal 20 persen lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang diubah menjadi HGB kepada negara.
“(Ini) mengakibatkan aset negara sebesar 20 persen dari seluruh luas HGU yang diubah menjadi HGB karena revisi tata ruangnya diperkirakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Jefry.
Meskipun demikian, Jefry belum merinci besaran kerugian negara akibat tindakan tersebut. Ia menyebutkan, proses penghitungan dan audit masih dilakukan oleh tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus).
Penahanan dan Dasar Hukum
Plh Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sumut, M. Husairi, menjelaskan bahwa penetapan dan penahanan kedua tersangka didasarkan pada Surat Perintah Penahanan PRINT-21/L.2/Fd.2/10/2025 untuk Askani dan PRINT-22/L.2/Fd.2/10/2025 untuk Abdul Rahman Lubis.
Keduanya akan ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I A Tanjung Gusta Medan untuk keperluan penyidikan lebih lanjut.
“Tim penyidik Pidsus Kejati Sumut melakukan penahanan terhadap para tersangka selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IA Tanjung Gusta Medan untuk keperluan penyidikan,” ujar Husairi.
Fakta Penyidikan: Aset Negara Hilang 20 Persen
Menurut Husairi, hasil penyidikan menemukan bahwa selama periode jabatan 2022–2024, para tersangka menyetujui penerbitan HGB atas nama PT NDP meski perusahaan belum memenuhi kewajibannya.
“HGB tersebut diterbitkan tanpa dipenuhinya kewajiban oleh PT NDP untuk menyerahkan paling sedikit 20 persen lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang diubah menjadi HGB karena Revisi Tata Ruang kepada negara,” jelasnya.
Lebih jauh, pada lahan tersebut telah dilakukan kegiatan pengembangan dan penjualan oleh PT DMKR, yang menyebabkan hilangnya aset negara.
“Telah dilakukannya kegiatan pengembangan dan penjualan oleh PT DMKR terhadap lahan HGU yang diubah menjadi HGB tersebut yang mengakibatkan hilangnya aset negara sebesar 20 persen dari seluruh luas HGU yang diubah menjadi HGB karena Revisi Tata Ruang yang diperkirakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang saat ini sedang dilakukan proses audit dan perhitungannya,” terang Husairi.
Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Dari hasil penyidikan serta berdasarkan alat bukti dan keterangan para saksi, para tersangka dijerat dengan sangkaan melanggar Pasal 2 ayat (1) Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Husairi.
Ia menambahkan, penyidik masih menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain. “Terkait apakah akan ada keterlibatan orang lain atau pihak lainnya, kita tunggu hasil pengembangan penyidikannya, nanti akan kita sampaikan informasinya,” ujarnya.
Kasus Berkaitan dengan Pengembangan Citraland
Kasus ini berkaitan dengan proses jual beli aset PTPN I Regional I oleh PT Nusa Dua Propertindo (NDP) melalui skema Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Ciputra Land. Total lahan yang dikelola mencapai 8.077 hektare, sebagian di antaranya kini dikembangkan menjadi kawasan perumahan Citraland.
Dalam prosesnya, diduga terjadi pelanggaran administratif dan penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan HGB tanpa pemenuhan kewajiban serah lahan kepada negara.
Dengan temuan tersebut, Kejati Sumut menegaskan akan menuntaskan penyidikan untuk mengungkap potensi kerugian negara dan kemungkinan keterlibatan pihak lain, baik dari kalangan swasta maupun instansi pemerintah. (*/Rel)