PADANG, ALINIANEWS.COM — Layar LED videotron raksasa yang berdiri megah di Aula Utama Kantor Gubernur Sumatera Barat awalnya digadang-gadang sebagai etalase modernisasi dan transparansi informasi publik. Dengan nilai kontrak lebih dari Rp10,1 miliar, proyek ini seharusnya menjadi wajah keterbukaan pemerintah daerah.
Namun, alih-alih menjadi kebanggaan, videotron tersebut kini justru menuai sindiran publik. Ia dianggap bukan simbol transparansi, melainkan simbol tabir gelap yang menutupi persoalan pengelolaan anggaran.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) 2024 mengungkap sederet kejanggalan pada proyek videotron tersebut.
Mulai dari ketidaksesuaian merek videotron dengan spesifikasi penawaran, penggunaan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang ternyata sudah dicabut, hingga dugaan manipulasi dokumen penawaran maupun pelaporan hasil pekerjaan.
Temuan itu memperlihatkan adanya potensi kerugian negara yang tidak kecil. Masyarakat pun dirugikan karena anggaran yang mestinya dikelola secara bijak, justru dipakai untuk proyek yang penuh persoalan.
Rekomendasi BPK: Tegas, tapi Terabaikan
LHP BPK 2024 sejatinya sudah cukup terang benderang. Dalam rekomendasinya, BPK meminta:
-
Kepala Biro Umum meningkatkan pengendalian dan pengawasan belanja modal.
-
PPK dan PPTK memerintahkan penyedia melaksanakan kewajiban sesuai kontrak, sekaligus memproses sanksi jika lalai.
-
Inspektorat mengawasi dan melaporkan perkembangan kepada BPK.
Semuanya harus dilaksanakan dalam kurun waktu dua bulan setelah laporan diterbitkan. Namun hingga berita ini dimuat, tanda-tanda pelaksanaan rekomendasi itu nyaris tak terlihat.
Bungkamnya Pejabat, Resahnya Publik
Pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab atas proyek videotron memilih bungkam. Tidak ada penjelasan resmi, apalagi upaya transparansi publik mengenai tindak lanjut temuan BPK.
Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar: apakah pejabat di lingkup Pemerintah Provinsi Sumbar benar-benar menghargai BPK sebagai lembaga yang memiliki mandat mengawasi penggunaan anggaran negara?
Publik kini mendesak aparat penegak hukum untuk segera turun tangan menindaklanjuti temuan BPK. Ada dugaan kuat penyalahgunaan wewenang dalam pengadaan videotron, yang mencederai semangat keterbukaan informasi dari pemerintah daerah.
Sementara itu, hingga berita ini dipublikasikan AliniaNews, pihak terkait masih belum memberikan keterangan resmi terkait pelaksanaan rekomendasi BPK.
Videotron Rp10,1 miliar itu akhirnya tak lagi dilihat sebagai simbol kemajuan, melainkan simbol ironi. Transparansi yang dijanjikan berubah menjadi tabir gelap dan publik berhak menuntut jawabannya.
(*/REL)