Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong rela duduk di lantai lobi Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat demi melayani foto bersama dengan pendukungnya
JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong resmi mendapatkan abolisi dari Presiden Prabowo Subianto usai permohonan tersebut disetujui oleh DPR RI. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan bahwa Presiden Prabowo mengajukan permohonan melalui Surat Presiden Nomor R43 tertanggal 30 Juli 2025.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden tersebut tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” ujar Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (31/7/2025) malam.
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas mengakui bahwa dirinya merupakan pengusul utama pemberian abolisi dan amnesti ini kepada Presiden Prabowo. Ia menandatangani langsung surat permohonan kepada presiden.
“Salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kepada dua orang yang saya sebutkan tadi yang disebutkan oleh Pak Ketua adalah salah satunya itu kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus,” kata Supratman dalam konferensi pers di gedung DPR RI, Kamis malam.
Ia menegaskan bahwa seluruh keputusan ini diambil demi kepentingan bangsa dan negara. “Karena itu, saya ingin sampaikan pertimbangannya sekali lagi dalam pemberian dan abolisi ataupun amnesti itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara berpikirnya tentang NKRI,” ujarnya.
Tak hanya soal persatuan, menurut Supratman, keputusan ini juga diambil untuk menciptakan kondusivitas nasional dan mempererat rasa persaudaraan. “Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa. Dan sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama sama dengan seluruh elemen politik kekuatan politik yang ada di Indonesia jadi itu,” kata dia.
Supratman juga menyebut bahwa Hasto maupun Tom memiliki prestasi dan kontribusi kepada negara yang layak dipertimbangkan. “Dan kita bersyukur malam ini karena pertimbangan DPR sudah disepakati oleh fraksi-fraksi. Kita tunggu selanjutnya nanti keputusan Presiden yang akan terbit,” ujarnya.
Dengan pemberian abolisi, seluruh proses hukum terhadap Tom Lembong dihentikan. Sebelumnya, Tom divonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam kasus dugaan korupsi impor gula. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika, Jumat (18/7/2025).
Presiden Prabowo menggunakan hak prerogatifnya sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 untuk memberikan abolisi, yaitu menghapus proses penuntutan atau penjatuhan hukuman pidana.
Kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, menilai vonis tersebut keliru karena kebijakan impor gula dan operasi pasar dilakukan berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo. “Operasi pasar ini perintah presiden. Tolong turunkan seluruh harga kebutuhan pangan di masyarakat,” ujar Zaid saat mengajukan memori banding, Rabu (30/7/2025).
Zaid juga menyebut Tom Lembong sempat bertemu langsung dengan Jokowi untuk membahas pengendalian harga gula sebagai bagian dari intervensi pemerintah. “Bagaimana bisa ini dikatakan kebijakan kapitalis? Justru ini bentuk campur tangan pemerintah dalam stabilisasi harga,” ujarnya.
Dalam pleidoinya, Tom Lembong membantah seluruh dakwaan. Ia menyatakan kebijakan impor gula diambil sebagai langkah diskresi demi menjaga stabilitas harga pangan dan bukan untuk keuntungan pribadi.
“Tidak ada yang namanya mens rea. Itu saya kira paling penting,” tegas Tom dalam sidang.
Ia menambahkan bahwa dirinya tidak pernah menerima aliran dana dalam bentuk apapun. “Tidak sebelum saya menjabat, tidak pada saat saya menjabat, dan tidak setelah saya menjabat, sebagai Menteri Perdagangan Republik Indonesia,” ujarnya.
Sementara itu, Presiden Jokowi merespons pernyataan kuasa hukum Tom dengan menegaskan bahwa kebijakan memang berasal dari presiden, tetapi pelaksanaan teknis tetap di kementerian. “Ya seluruh kebijakan negara itu dari presiden. Siapapun presidennya. Tapi untuk teknisnya itu ada di kementerian,” kata Jokowi, Kamis (31/7/2025).
Menteri Hukum dan HAM Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa setelah DPR menyetujui permohonan abolisi, Keputusan Presiden (Keppres) akan segera diterbitkan. Ia menyatakan abolisi dan amnesti diberikan demi kepentingan bangsa dan negara. “Abolisi ataupun amnesti itu pasti pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara berpikirnya tentang NKRI,” kata Supratman.
Prabowo juga memberikan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang sebelumnya divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Prabowo menyampaikan permohonan amnesti lewat Surat Presiden Nomor 42/pres/072025 pada tanggal yang sama.
“Dan hasil rapat konsultasi tersebut DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/pres/072025 tanggal 30 Juli 2025 atas pertimbangan persetujuan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap saudara Tom Lembong,” kata Dasco.
“Yang Kedua adalah pemberian persetujuan atas, dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor 42/pres/072025 tanggal 30 Juli 2025, tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” imbuhnya.
Supratman mengungkapkan bahwa dirinya yang mengusulkan pemberian abolisi dan amnesti tersebut kepada Presiden Prabowo. Menurutnya, keputusan ini juga berkaitan dengan upaya memperkuat persatuan nasional menjelang perayaan HUT ke-80 Republik Indonesia.
“Salah satu pertimbangan pada dua orang ini salah satunya kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka perayaan 17 Agustus,” ujarnya.
Namun demikian, langkah Presiden Prabowo ini memicu kritik tajam dari berbagai kalangan, terutama dari kelompok pegiat antikorupsi. IM57+ Institute, yang terdiri dari mantan pegawai KPK, menyebut keputusan itu sebagai bentuk pengakalan hukum.
“Ini adalah bentuk terang benderangnya upaya mengakali hukum yang berlaku,” ujar Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, Kamis malam.
Menurut Lakso, keputusan ini menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum. “Ini bisa menjadi preseden buruk bagi proses penegakan hukum di negeri ini dan merupakan pengkhianatan atas janji pemberantasan korupsi yang diungkap oleh Presiden sendiri,” katanya.
“Ke depan, politisi tidak akan takut melakukan korupsi karena penyelesaian dapat dilakukan melalui kesepakatan politik,” imbuhnya.
Lakso menyerukan agar masyarakat menolak pemberian abolisi dan amnesti tersebut. “Tindakan ini harus ditolak secara masif karena apabila dibiarkan akan berakibat pada runtuhnya bangunan rule of law dan bergantinya menjadi rule by law atas proses penegakan hukum di negeri ini,” kata Lakso.
Ia juga mengingatkan bahwa pemberian amnesti kepada Hasto dilakukan pada kasus yang sempat memicu pemecatan penyidik KPK dan dinilai sarat intervensi. “Ini menandakan Presiden sama sekali tidak memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi dan hanya omon-omon saja,” pungkasnya. (*/rel)