ilustrasi
PADANG, ALINIANEWS.COM -– Temuan mencengangkan terungkap dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap penggunaan anggaran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang tahun 2024. Belanja Bahan Bakar Minyak (BBM) yang seharusnya menjadi bagian dari upaya menjaga operasional kebersihan kota, justru menyisakan tanda tanya besar.
DLH tercatat telah menganggarkan Rp985.952.000 untuk pembelian BBM yang ternyata tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Bahkan, dalam penelusuran lebih lanjut, diketahui bahwa nota pembelian solar yang digunakan sebagai dasar pertanggungjawaban tidak diakui oleh pihak SPBU 14.251.520 Tanjung Aur, tempat DLH diklaim melakukan pengisian bahan bakar. Sebagian nota bahkan berasal dari SPBU lain seperti SPBU Kalumbuk yang tidak memiliki perjanjian kerja sama dengan DLH.
Lebih mengkhawatirkan, sebanyak 24 unit kendaraan yang terdiri dari 15 armroll, 4 dump truck, 3 truk crane, dan 2 truk tangki tidak pernah tercatat mengisi BBM di SPBU tersebut sepanjang tahun. Namun anggaran untuk kendaraan-kendaraan ini tetap dicairkan dan dipertanggungjawabkan secara administratif. Total anggaran BBM untuk kendaraan-kendaraan ini mencapai hampir Rp1 miliar, atau tepatnya Rp985.952.000.
Untuk diketahui, permasalahan di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Padang bukanlah yang pertama kali terjadi. Pada tahun 2023, BPK juga pernah mengungkap temuan terkait pengadaan ban kendaraan dinas.
Dalam laporan tersebut, BPK menemukan bahwa sejumlah ban baru yang dipasang pada kendaraan justru merupakan produksi tahun 2023, padahal pengadaannya dilakukan pada tahun 2022. Temuan ini memunculkan dugaan bahwa ban hasil pengadaan sebelumnya telah dialihkan atau tidak digunakan sesuai peruntukannya.
Bahkan, beberapa pengemudi mengakui bahwa ban yang diterima tahun 2022 telah dijual, dan mereka membeli kembali ban baru menggunakan uang pribadi. Kondisi ini menunjukkan adanya kelemahan pengawasan internal dan membuka potensi penyalahgunaan aset negara dalam bentuk suku cadang kendaraan.
Sementara itu, pada tahun 2025, sorotan beralih ke persoalan pengadaan dan pertanggungjawaban BBM. Temuan terbaru BPK menyebut adanya ketidaksesuaian data dan potensi kelebihan bayar senilai Rp985 juta, yang hingga kini belum jelas tindak lanjut pengembaliannya ke kas daerah.
Dalam konteks pengelolaan keuangan negara, kelebihan pembayaran semacam ini tidak bisa dianggap remeh. Sesuai dengan prinsip pengelolaan keuangan daerah, setiap kelebihan pembayaran atau realisasi belanja yang tidak dapat dibuktikan wajib dikembalikan ke kas daerah. Namun hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari DLH atau Pemerintah Kota Padang mengenai langkah konkret yang akan diambil terhadap kelebihan bayar ini.
Pertanyaannya kemudian: apakah dana sebesar hampir satu miliar rupiah ini akan dikembalikan ke kas daerah? Atau justru dibiarkan menguap tanpa pertanggungjawaban yang jelas?
Lebih jauh, temuan ini juga memperlihatkan lemahnya pengawasan internal, baik dalam proses verifikasi nota pembelian BBM maupun dalam pengecekan realisasi penggunaan kendaraan dinas. Jika dibiarkan, praktik semacam ini berpotensi membuka celah bagi penyelewengan anggaran secara sistematis.
Masyarakat berhak mengetahui ke mana anggaran tersebut mengalir dan siapa yang bertanggung jawab. Dan tentu, publik pun patut menuntut transparansi dan akuntabilitas dari setiap rupiah uang negara yang digunakan. Karena sejatinya, anggaran tersebut berasal dari pajak rakyat dan harus kembali untuk kesejahteraan bersama bukan hilang tanpa jejak di balik nota palsu dan angka-angka yang direkayasa.
Kini, publik menunggu: Apakah Wali Kota Padang akan bersikap tegas? Apakah Inspektorat akan bertindak? Dan yang terpenting, apakah Kejaksaan akan turun tangan jika pengembalian dana tidak kunjung terjadi? (Sumber LHP BPK RI 2024