JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim, resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan. Kejaksaan Agung menyebut kasus ini menimbulkan kerugian negara mencapai Rp1,98 triliun.
Pengacara Nadiem, Hotman Paris Hutapea, menegaskan kliennya tidak pernah menerima keuntungan pribadi dalam proyek tersebut. “Seluruh rakyat Indonesia ingin agar bener-bener hukum ditegakkan dan inilah saatnya saya akan membuktikan bahwa Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi, tapi kenapa dia ditahan?” kata Hotman dalam akun Instagramnya, dikutip detikcom, Sabtu (5/9/2025).
Hotman bahkan “mencolek” Presiden Prabowo Subianto untuk ikut mengawal perkara ini. “Bapak Prabowo, Presiden Republik Indonesia, kalau memang bapak benar-benar mau menegakkan keadilan, tolong panggil Kejaksaan dan panggil saya sebagai kuasa hukum dari Nadiem Makarim, gelar perkaranya di Istana dan saya akan buktikan: Satu, Nadiem Makarim tidak menerima uang satu sen pun. Dua, tidak ada markup dalam pengadaan laptop. Tiga, tidak ada yang diperkaya,” ucap Hotman.
Ia menambahkan, “Sekali lagi, saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo, yang pernah jadi klien saya 25 tahun.”
Pernyataan Hotman Paris ini langsung menimbulkan perhatian publik. Pasalnya, gelar perkara lazimnya dilakukan aparat penegak hukum, bukan di Istana Negara. Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menegaskan pemerintah tidak akan mencampuri proses hukum. “Kita serahkan saja kepada penegak hukum ya. Pemerintah tidak intervensi proses hukum,” ujarnya.
Tuduhan Kejagung
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Nurcahyo Jungkung Madyo, menjelaskan Nadiem disebut terlibat sejak 2020. Ia diduga menggelar pertemuan dengan pihak Google Indonesia untuk membicarakan penggunaan Chromebook dalam program digitalisasi pendidikan.
Dalam rapat tertutup via Zoom pada Mei 2020, Nadiem disebut memerintahkan jajarannya menyusun petunjuk teknis pengadaan dengan spesifikasi yang mengunci penggunaan Chrome OS. Kebijakan ini kemudian dituangkan dalam Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021, yang menurut penyidik menjadi dasar pengadaan perangkat TIK.
Selain Nadiem, ada empat tersangka lain dalam kasus ini:
-
Sri Wahyuningsih (SW) – Direktur Sekolah Dasar 2020-2021;
-
Mulyatsyah (MUL) – Direktur SMP 2020;
-
Jurist Tan (JT) – Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan;
-
Ibrahim Arief (IBAM) – konsultan perorangan bidang infrastruktur TIK.
Bantahan Hotman
Hotman Paris membantah tuduhan bahwa Nadiem sengaja mengarahkan pengadaan ke produk Chromebook. Menurutnya, pertemuan dengan Google hanyalah pertemuan biasa. “Pak Nadiem tidak pernah menyepakati. Yang jual laptop itu kan vendor, bukan Google. Google hanya sistemnya saja dari Google. Kalau laptopnya dari vendor. Vendornya perusahaan Indonesia,” kata Hotman.
Ia juga menegaskan bahwa semua pengadaan dilakukan melalui vendor resmi dengan harga yang tercantum di e-katalog pemerintah. “Jadi, yang menjual laptop itu adalah vendor. Uangnya ke vendor, bukan ke Nadiem. Google pun tidak pernah memberi uang sepeser pun,” tegasnya.
Hotman menilai tuduhan yang diarahkan kepada kliennya mirip dengan kasus Thomas Lembong, yang sempat ditetapkan tersangka tanpa ada bukti aliran dana. “Nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada satu rupiah pun jaksa menemukan ada uang masuk ke kantongnya Nadiem,” ujarnya.
Lebih jauh, Hotman menolak anggapan bahwa ada pihak yang diperkaya melalui proyek ini. “Kalau harganya sesuai e-katalog dan tidak ada yang diperkaya, korupsinya di mana?” katanya.
Ia juga menepis spekulasi yang mengaitkan kasus ini dengan investasi Google di Gojek. Menurutnya, investasi itu terjadi jauh sebelum Nadiem menjadi menteri. “Google itu perusahaan raksasa dunia. Tidak mungkin main sogok-sogokan,” ujar Hotman.
Meski ditetapkan tersangka, Nadiem disebut menjalani proses hukum dengan tenang. “Ibunya sempat bertanya, salahnya di mana? Saya jawab, tidak ada. Tidak ada unsur memperkaya diri maupun orang lain,” kata Hotman.
Hingga kini, proses hukum masih berjalan. Nadiem bersama pengacaranya bersiap menghadapi babak lanjutan perkara yang disebut sebagai salah satu kasus korupsi terbesar di sektor pendidikan dengan potensi kerugian negara nyaris Rp2 triliun.
(*/rel)