JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Hakim tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, I Ketut Darpawan, menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim. Dengan putusan ini, status tersangka Nadiem dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook untuk program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022 dinyatakan sah menurut hukum.
“Mengadili: satu, menolak praperadilan pemohon. Dua, membebankan biaya perkara kepada pemohon sejumlah nihil,” ujar hakim Darpawan saat membacakan amar putusan di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (13/10/2025), disusul ketukan palu yang menandai berakhirnya sidang.
Hakim menilai penetapan tersangka dan penahanan Nadiem oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) telah sesuai prosedur hukum acara pidana yang berlaku. “Hakim praperadilan berpendapat penyidikan yang dilakukan oleh termohon untuk mengumpulkan bukti-bukti agar menjadi terang tindak pidana guna menemukan tersangka sudah dilaksanakan berdasarkan prosedur hukum acara pidana, karenanya sah menurut hukum,” kata Darpawan.
Hakim juga menyatakan Kejagung memiliki empat alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP untuk menetapkan Nadiem sebagai tersangka. “Maka tindakan termohon menetapkan pemohon sebagai tersangka sah menurut hukum,” ujarnya menegaskan.
Dengan putusan ini, penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek akan tetap dilanjutkan.
Awal Penyidikan dan Penetapan Tersangka
Kejaksaan Agung mulai melakukan penyelidikan kasus ini sejak 20 Mei 2025 dan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada 11 Juni 2025. Pada 4 September 2025, Kejagung secara resmi menetapkan Nadiem sebagai tersangka bersama empat orang lainnya, yakni Sri Wahyuningsih (eks Direktur SD Ditjen Dikdasmen), Mulyatsyah (eks Direktur SMP Ditjen Dikdasmen), Jurist Tan (mantan Staf Khusus Menteri, kini buronan), dan Ibrahim Arief (konsultan teknologi Kemendikbudristek).
Nadiem diduga memiliki peran penting dalam pengadaan Chromebook tersebut. Sebagai Menteri, ia disebut memerintahkan pemilihan produk itu untuk mendukung program digitalisasi pendidikan nasional.
Kuasa Hukum Sebut Penetapan Cacat Prosedur
Meski demikian, tim kuasa hukum Nadiem menilai penetapan tersangka oleh Kejagung cacat formil. Mereka berpendapat, Kejagung menetapkan tersangka tanpa memeriksa Nadiem terlebih dahulu. Selain itu, Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) dan Surat Penetapan Tersangka diterbitkan pada hari yang sama, 4 September 2025, bersamaan dengan penahanan.
Tim hukum juga menyoroti bahwa penetapan tersangka dilakukan tanpa penerbitan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) serta belum disertai hasil audit kerugian keuangan negara dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
“Kami menilai tindakan Kejaksaan Agung sewenang-wenang dan menyalahi prosedur hukum acara pidana,” ujar salah satu anggota tim kuasa hukum Nadiem seusai sidang. Mereka juga menegaskan bahwa Nadiem tidak memperoleh keuntungan pribadi dari proyek tersebut.
Dalam permohonannya, pihak Nadiem meminta agar penetapan tersangka dibatalkan dan, jika kasus tetap berlanjut ke tahap penuntutan, agar penahanan terhadap klien mereka diganti dengan penahanan kota atau rumah.
Pertimbangan Hakim dan Pendapat Ahli
Hakim Darpawan menyebut telah mempertimbangkan seluruh keterangan ahli hukum yang dihadirkan kedua pihak. Dari pihak Nadiem, hadir ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Chairul Huda, sementara Kejagung menghadirkan Suparji Ahmad dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI).
Namun, hakim menilai perdebatan mengenai keabsahan alat bukti tidak bisa diperiksa dalam praperadilan karena sudah masuk ke pokok perkara yang akan diuji di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
“Hakim praperadilan tidak berwenang menilai alat bukti secara materiil, karena hal itu merupakan kewenangan majelis hakim dalam pokok perkara di Tipikor,” tegasnya.
Kasus Berlanjut, Nadiem Tetap Tersangka
Putusan praperadilan ini mempertegas posisi hukum Nadiem Makarim sebagai tersangka sah dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook. Dengan demikian, penyidik Kejagung akan melanjutkan proses hukum hingga tahap penuntutan.
Kasus ini menjadi salah satu perkara besar yang menyeret pejabat era Presiden ke-7 RI Joko Widodo. Publik kini menanti langkah selanjutnya dari Kejaksaan Agung serta kemungkinan sidang Tipikor yang akan menentukan nasib akhir pendiri Go-Jek tersebut. (*/Rel)