ALINIANEWS.COM (Jakarta) – Gempa bumi berkekuatan besar mengguncang wilayah Tibet di China, dekat dengan perbatasan Nepal, pada Selasa pagi, 7 Januari 2025. Gempa dengan magnitudo 7,1 ini dilaporkan terjadi pada pukul 08:45 waktu setempat, berdasarkan data yang dirilis oleh Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS). Gempa tersebut memiliki kedalaman 10 kilometer, menjadikannya gempa dangkal yang berpotensi menimbulkan kerusakan besar di wilayah yang terdampak.
Menurut laporan Pusat Jaringan Gempa Bumi China (CENC), gempa tercatat dengan kekuatan sedikit lebih kecil, yaitu 6,8 skala Richter, namun tetap berpusat di wilayah yang sama dengan kedalaman episentrum serupa. Daerah yang menjadi episentrum gempa berada di kawasan pegunungan dengan ketinggian mencapai 4.200 meter di atas permukaan laut, sebuah wilayah yang jarang penduduknya namun dekat dengan komunitas kecil di sepanjang perbatasan China dan Nepal.
Wilayah Tibet dikenal sebagai daerah rawan gempa karena berada di kawasan tumbukan Lempeng India dan Eurasia. Meskipun daerah ini cenderung memiliki populasi yang rendah, getaran gempa tetap memicu kepanikan, terutama di ibu kota Tibet, Lhasa, yang berjarak sekitar 380 kilometer dari episentrum.
Sementara itu, di Kathmandu, Nepal, getaran gempa terasa cukup kuat hingga membuat banyak warga berlarian keluar rumah. Salah satu warga, Deepa Shrestha, menggambarkan momen saat gempa melanda. “Saya sedang memasak di dapur ketika tanah mulai berguncang. Semua orang panik, keluar ke jalan sambil menangis. Kami khawatir gempa besar seperti tahun 2015 akan terjadi lagi,” ujar Deepa.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan resmi mengenai jumlah korban jiwa atau kerusakan infrastruktur di kedua negara. Namun, otoritas setempat di China dan Nepal telah memobilisasi tim tanggap darurat untuk menilai dampak dari gempa tersebut.
Peristiwa ini kembali mengingatkan dunia pada gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,8 magnitudo yang melanda Nepal pada tahun 2015. Gempa kala itu menewaskan lebih dari 9.000 orang, menghancurkan ribuan bangunan, dan meninggalkan jutaan orang tanpa tempat tinggal. Wilayah Kathmandu yang terletak di Lembah Himalaya menjadi salah satu daerah yang paling parah terdampak.
Para ahli geologi telah lama memperingatkan bahwa kawasan Himalaya, termasuk Tibet dan Nepal, merupakan salah satu zona seismik paling aktif di dunia. Dengan pergerakan lempeng yang terus berlanjut, risiko gempa bumi besar tetap tinggi.
Pemerintah China melalui Kementerian Manajemen Darurat telah menginstruksikan tim SAR dan militer untuk bersiap menghadapi segala kemungkinan. Otoritas setempat di Tibet telah mulai mengoordinasikan bantuan, termasuk pengiriman makanan dan obat-obatan ke daerah-daerah terpencil.
Di Nepal, pemerintah juga telah mengeluarkan imbauan kepada masyarakat untuk tetap waspada terhadap potensi gempa susulan yang sering terjadi setelah gempa utama. Selain itu, upaya evakuasi telah dilakukan di beberapa daerah yang rawan longsor akibat gempa.
“Prioritas kami saat ini adalah memastikan keselamatan warga, terutama di wilayah yang sulit dijangkau,” kata Krishna Prasad, juru bicara Kementerian Dalam Negeri Nepal.
Sejumlah negara tetangga, termasuk India dan Bhutan, telah menyatakan kesiapan mereka untuk memberikan bantuan jika diperlukan. India, yang berbatasan langsung dengan Nepal dan Tibet, telah mengaktifkan sistem tanggap darurat dan memonitor situasi dengan cermat.
Organisasi internasional seperti Palang Merah dan UNICEF juga telah menawarkan dukungan logistik, terutama jika ditemukan korban jiwa atau mereka yang kehilangan tempat tinggal akibat gempa.
Para pakar menegaskan pentingnya kesiapan menghadapi bencana alam di kawasan Himalaya, mengingat gempa bumi dengan magnitudo besar dapat terjadi kapan saja. Selain itu, pembangunan infrastruktur tahan gempa menjadi kebutuhan mendesak untuk melindungi penduduk di kawasan rawan bencana ini.
Dr. Rajendra Gautam, seorang ahli geologi dari Kathmandu University, menyoroti bahwa kesiapsiagaan adalah kunci untuk mengurangi dampak gempa di masa depan. “Kita tidak bisa menghentikan gempa bumi, tetapi kita bisa meminimalkan risiko melalui edukasi, perencanaan, dan pembangunan yang lebih baik,” jelasnya.
Gempa bumi ini menjadi pengingat akan kekuatan alam yang tak terduga dan perlunya solidaritas internasional dalam menangani bencana. Hingga saat ini, masyarakat di kedua negara terus berharap agar dampak gempa kali ini tidak seburuk yang pernah terjadi sebelumnya. (my)