ALINIANEWS.COM — Lebih dari setengah juta jiwa di Gaza kini menghadapi kelaparan Fase 5 (katastropik) menurut standar internasional. Ini bukan bencana alam, melainkan kelaparan yang bisa dicegah. Dunia Islam diuji: apakah hanya berhenti pada retorika atau berani melahirkan langkah nyata.
Kelaparan yang Dikonfirmasi
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Timur Tengah, Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menetapkan status Fase 5—Kelaparan di Gaza City per 15 Agustus 2025. Proyeksi menunjukkan krisis akan meluas ke Deir al-Balah dan Khan Younis pada akhir September, menjerat hingga ±641.000 jiwa.
WHO melaporkan lebih dari 12.000 kasus gizi buruk akut anak dalam sebulan—angka tertinggi yang pernah tercatat. Malnutrisi kini menjadi penyebab kematian besar-besaran. Fakta ini menyajikan kenyataan pahit: ini bencana yang bisa dicegah bila akses bantuan tidak dihambat.
______________________________________________
BOX DATA / INFOGRAFIS
Kelaparan Gaza 2025 — Fakta Utama
Fase 5 (Famine) dikonfirmasi: Gaza City, 15 Agustus 2025
Populasi terdampak: ≥500.000 jiwa sekarang → proyeksi ±641.000 jiwa akhir September
Indikator IPC Fase 5:
• ≥20% rumah tangga tanpa pangan sama sekali
• ≥30% anak <5 th gizi buruk akut
• Kematian ≥2 dewasa/10.000/hari atau ≥4 anak/10.000/hari
Data gizi & kesehatan: >12.000 kasus gizi buruk akut anak dalam sebulan (WHO)
Standar kinerja koridor: ≥500–600 truk/hari (pangan–air–BBM–obat), inspeksi pihak netral (ICRC/WFP
______________________________________________
Bantahan Israel vs Fakta Lapangan
Pemerintah Israel menegaskan “tidak ada kelaparan di Gaza.” Namun bantahan politik tidak dapat meniadakan data ilmiah. Indikator IPC—kelaparan massal, gizi buruk akut, hingga tingkat kematian tinggi—telah terpenuhi.
Lebih dari itu, OCHA mendokumentasikan insiden penembakan konvoi bantuan dan kekacauan distribusi. Hambatan sistematis di perbatasan membuat stok makanan menumpuk, sementara warga mengantri roti dengan perut kosong.
Ujian bagi Negara Islam
Negara-negara OKI tidak cukup dengan pernyataan keras. Dunia menunggu:
Pertama, target terukur: suplai minimal 2.100 kkal/orang/hari untuk ≥80% warga Gaza dalam 60 hari, diverifikasi IPC/WFP.
Kedua, koridor kemanusiaan aman: satu komando OKI–PBB–Mesir–Yordania–Qatar, dengan standar ≥500–600 truk/hari dan inspeksi pihak ketiga.
Ketiga, instrumen diplomatik & hukum: gunakan kekuatan finansial, embargo senjata bagi penghalang bantuan, serta dukung langkah ICJ/ICC atas pelanggaran hukum humaniter.
Apa yang bisa diperbuat Indonesia?
Indonesia punya peluang menjadi jangkar diplomasi.
Dorong kesepakatan “rules of passage” yang diumumkan publik.
Siapkan anggaran khusus untuk paket gizi anak, air, obat, dan tim medis lapangan.
Integrasikan bantuan dengan rantai logistik PBB/ICRC agar masuk dan terbagi, bukan sekadar headline.
Terbitkan laporan bulanan: berapa truk masuk, berapa jiwa terbantu, bagaimana grafik IPC bergerak turun.
Ketika dunia menyaksikan kelaparan di Gaza, umat Islam tidak boleh terjebak pada slogan. Kelaparan ini sudah dikonfirmasi secara ilmiah, bukan opini politik. Keterlambatan berarti pembiaran.
Sejarah akan mencatat: apakah negara-negara Islam benar-benar hadir dengan aksi yang menyelamatkan nyawa, atau hanya meninggalkan retorika di mimbar. (YURNALDI)