spot_img
spot_img

EDITORIAL : Ketika Rumah Tuhan Pun Tak Luput dari Korupsi

 

ALINIANEWS. COM — Ironi kembali terjadi di negeri ini: masjid—tempat suci yang seharusnya dijaga kesakralannya, justru menjadi ladang bancakan uang rakyat. Proyek pembangunan Masjid Sahara di Kota Solok senilai hampir Rp4 miliar terbengkalai, menyisakan pertanyaan besar soal integritas, pengawasan, dan tanggung jawab pemerintah daerah.

Apa yang salah ketika proyek rumah ibadah tak bisa selesai tepat waktu, mutu pekerjaannya buruk, dan uang negara sudah terlanjur mengalir lebih dari separuh nilai kontrak? Temuan Laporan Hasil Pemeriksaan menunjukkan bahwa realisasi pembayaran telah mencapai hampir Rp2 miliar, sementara fisik proyek baru 40,61%. Bahkan mutu beton yang digunakan jauh dari standar teknis. Lebih parah lagi, struktur bangunan yang seharusnya kokoh, justru menggunakan mortar alih-alih beton struktural, dan ukuran kolom menyusut secara mencurigakan.

Iklan

Kejanggalan demi kejanggalan itu bukan semata-mata akibat kelalaian penyedia jasa. Masalah utamanya adalah kelumpuhan fungsi pengawasan dan pembiaran sistematis dari pemerintah sendiri—dalam hal ini Dinas PUPR Kota Solok serta PPK dan PPTK. Ketika kontraktor tak mampu memperpanjang jaminan pelaksanaan, kontrak memang diputus. Tapi, kenapa kerugian dan kelebihan bayar tetap dibiarkan menggantung? Mengapa pemerintah tidak sejak awal mendeteksi kegagalan teknis dan ketidakmampuan penyedia?

IMG 20250711 WA0022

Kasus ini bukan sekadar soal mangkraknya bangunan. Ini adalah pengkhianatan terhadap publik dan agama. Di balik tiang kolom yang keropos, terselip mental korup yang menjadikan proyek masjid bukan sebagai ibadah, tapi komoditas proyek. Sayangnya, praktik semacam ini bukan kejadian tunggal. Dari ujung Aceh hingga Papua, banyak proyek pembangunan rumah ibadah yang menjadi bancakan dengan dalih kemaslahatan umat.

BACA JUGA  BGN Kerahkan 5.000 Chef Profesional ke Dapur MBG untuk Latih Petugas SPPG se-Indonesia

Pemerintah Kota Solok mestinya tidak berhenti pada pemutusan kontrak semata. Penyelidikan menyeluruh dan langkah hukum atas potensi pidana korupsi harus dilakukan. Jaminan uang muka yang belum dikembalikan, kelebihan pembayaran, serta biaya perbaikan tambahan akibat mutu buruk, semuanya harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Tak cukup dengan permintaan maaf atau penggantian kecil-kecilan.

Masjid bukan tempat menimbun dosa dari proyek gagal. Ia adalah simbol kejujuran dan integritas, yang justru dilukai oleh kelalaian dan kemungkinan keserakahan. Ketika rumah ibadah saja tak bisa luput dari korupsi, lalu apa lagi yang bisa dipercaya dari tata kelola anggaran daerah?

Jika pemimpin daerah masih membiarkan hal ini dianggap sebagai kesalahan administratif belaka, maka Solok tak hanya gagal membangun masjid, tapi juga telah meruntuhkan kepercayaan publik secara struktural. (YURNALDI) 

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses