spot_img
spot_img

EDITORIAL: Ketidakadilan Dalam Struktur Komando

ALINIANEWS.COM — Kasus pemecatan perwira polisi, Kompol Cosmas Kkk, kembali membuka luka lama: soal ketidakadilan dalam struktur komando dan budaya cuci tangan para pejabat negeri ini.

Dalam sistem komando, bawahan bekerja atas perintah atasan. Jika sukses, atasannya ikut mendapat pujian, bahkan naik pangkat. Namun bila terjadi masalah, justru bawahan yang dikorbankan. Atasan seolah bersih dan tak tersentuh. Ini jelas bukan keadilan, melainkan pengkhianatan terhadap prinsip tanggung jawab.

Di banyak negara maju, seorang pimpinan rela mundur demi menjaga marwah institusi, meski ia tidak langsung terlibat. Kita lihat bagaimana pejabat di Jepang atau Korea Selatan yang mengundurkan diri hanya karena merasa gagal mengawasi. Di Indonesia, budaya itu hampir hilang. Komandan satuan, kapolda, bahkan kapolri tidak tersentuh, padahal bawahan mereka dijadikan tumbal.

Iklan

Aparat lapangan yang bekerja dalam tekanan besar—berhadapan dengan massa, kekerasan, bahkan risiko nyawa—sering kali menjadi korban. Alih-alih dihargai, mereka justru dibuang ketika terjadi masalah. Sebaliknya, para elite politik yang menyakiti rakyat tetap nyaman di kursi empuknya. Parpol pun tidak tegas memberi sanksi pada anggota DPR yang terang-terangan melukai hati konstituen. Ada standar ganda yang menyakitkan.

Situasi ini bukan sekadar soal disiplin aparat, melainkan potret buram keadilan sosial. Ketidakadilan yang dibiarkan akan menjadi bara dalam sekam. Sejarah menunjukkan, Revolusi Prancis 1789 meletus bukan hanya karena krisis ekonomi, tetapi juga karena rasa ketidakadilan yang menumpuk.

BACA JUGA  Pemerintah Janji Jawab 17+8 Tuntutan Rakyat, Yusril: “Keadilan Berlaku untuk Semua”

Presiden harus hadir, bukan sekadar sebagai kepala pemerintahan, tetapi sebagai penjaga rasa keadilan publik. Tegaslah pada semua level, bukan hanya mereka yang berada di garis bawah. Jika dibiarkan, dendam rakyat yang teraniaya jauh lebih berbahaya daripada api kekerasan itu sendiri.

Kini saatnya para elite melakukan introspeksi. Jangan jadikan anak buah sebagai korban, sementara atasan menikmati kekuasaan tanpa tanggung jawab. Bangsa ini butuh kepemimpinan yang gentlement—berani pasang badan, bukan sembunyi di balik seragam dan jabatan. (YURNALDI)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses