Eks Mendikbudristek, Nadiem Makarim usai rampung diperiksa di Gedung Bundar Kejagung, Senin (23/6/2025)
JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung terus mendalami dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook untuk program digitalisasi pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2019–2022. Fokus penyidikan kini mengarah pada mantan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, serta keterlibatan staf-staf khususnya, Fiona Handayani dan Jurist Tan.
Pemeriksaan diarahkan pada indikasi permufakatan jahat dalam penyusunan kajian teknis yang menjadi dasar pemilihan perangkat Chromebook. Padahal, sejak April 2020, hasil kajian awal merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Kajian tersebut kemudian berubah pada Juni 2020, dan diarahkan secara spesifik ke produk Chromebook.
“Nah tetapi sebelum itu ada rapat tanggal 6 Mei 2020 dan oleh penyidik ini yang akan didalami. Nah tentu ada kaitannya juga dengan bagaimana peran dari para stafsus,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (23/6/2025).
Rapat tersebut diketahui dipimpin langsung oleh Nadiem bersama jajaran Kemendikbudristek, di mana Fiona dan Jurist turut hadir. Keduanya diduga tergabung dalam tim kajian teknologi dan ikut mendorong perubahan spesifikasi ke sistem ChromeOS.
Komunikasi Internal Ditelusuri
Menurut Harli, penyidik mendalami lalu lintas komunikasi antara Nadiem dan para stafsusnya. Hal ini termasuk bukti chat dan data digital lain yang kini menjadi bagian dari alat bukti elektronik.
“Nah itu yang saya sampaikan tadi bahwa ada banyak informasi yang dilakukan cross-check oleh penyidik ya. Kita kan mendapatkan berbagai informasi di lalu lintas percakapan di barang bukti elektronik ya, dan ini juga yang dikonfirmasi kepada yang bersangkutan (Nadiem). Lalu kaitannya dengan stafsus juga,” ungkap Harli.
Fiona telah memenuhi panggilan penyidik pada 10 dan 13 Juni 2025, dan dikonfirmasi atas sejumlah chat yang mengindikasikan pengondisian hasil kajian. Namun hingga berita ini diturunkan, Jurist Tan belum memenuhi tiga kali panggilan penyidik.
“Tapi kita tahu bahwa salah seorang stafsus kan belum hadir kan,” ujar Harli singkat.
Nadiem Bungkam Usai Diperiksa Hampir 12 Jam
Sementara itu, Nadiem sendiri telah diperiksa sebagai saksi pada 19 Juni 2025 di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan. Ia datang pukul 09.10 WIB dan baru keluar pukul 20.58 WIB.
“Saya akan terus bersikap kooperatif untuk membantu menjernihkan persoalan ini demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap transformasi pendidikan yang telah kita bangun bersama. Terima kasih dan izinkan saya pulang karena keluarga saya telah menunggu,” ujar Nadiem dalam pernyataan resminya.
Namun ia enggan menjawab pertanyaan wartawan terkait dugaan keterlibatannya maupun nama-nama staf khususnya seperti Jurist Tan, Fiona Handayani, dan Ibrahim Arief. Termasuk soal kejanggalan dalam Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 yang mensyaratkan penggunaan sistem operasi ChromeOS serta isu soal permintaan fee 30 persen oleh salah satu stafsus kepada pihak Google.
Kajian Windows Diganti, Chromebook Dipaksakan
Dugaan rekayasa kebijakan bermula dari kajian awal oleh Tim Teknis Kemendikbudristek yang merekomendasikan sistem operasi Windows. Namun kajian ini kemudian digantikan dengan dokumen baru yang mengarah ke Chromebook, tanpa alasan kebutuhan pendidikan yang jelas.
“Tim Teknis Perencanaan Pembuatan Kajian Pengadaan Peralatan TIK dalam Kajian Pertama (Buku Putih) merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan Operating System (OS) Windows. Namun Kemendikbudristek saat itu mengganti Kajian Pertama tersebut dengan kajian baru dengan menggunakan spesifikasi Operating System Chrome/Chromebook,” jelas Harli dalam keterangan tertulis, Senin (26/5/2025).
Lebih lanjut, Harli menyatakan terdapat indikasi kuat adanya pemufakatan jahat yang melibatkan internal Kemendikbudristek dan pihak tertentu dalam pengondisian kebijakan.
“Ditemukan adanya tindakan persekongkolan atau permufakatan jahat dengan cara mengarahkan kepada Tim Teknis yang baru agar dalam membuat Kajian Teknis Pengadaan Peralatan TIK diunggulkan untuk menggunakan laptop dengan Operating System Chromebook dalam proses pengadaan barang/jasa,” tegas Harli.
Infrastruktur Tak Siap, Anggaran Fantastis
Fakta lain yang diperoleh penyidik adalah hasil uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019, yang menunjukkan bahwa perangkat tersebut hanya optimal digunakan dengan jaringan internet yang stabil. Sayangnya, infrastruktur jaringan di banyak wilayah Indonesia kala itu belum memadai.
“Bukan atas dasar kebutuhan ketersediaan peralatan TIK yang akan digunakan dalam rangka pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) serta kegiatan belajar mengajar,” kata Harli menegaskan ketidaksesuaian perangkat dengan realita pendidikan nasional.
Adapun total anggaran pengadaan TIK untuk program digitalisasi pendidikan periode 2020–2022 mencapai hampir Rp10 triliun, terdiri dari:
Rp3,58 triliun dari anggaran Kemendikbudristek
Rp6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK)
“Sehingga jumlah keseluruhan adalah sebesar Rp9.982.485.541.000,” tutup Harli. (CNN/CHL)