ALINIANEWS.COM (Padang) – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) pada Tahun Anggaran 2023 mengalokasikan anggaran sebesar Rp44.150.003.200,00 untuk belanja persediaan ternak yang akan diserahkan kepada masyarakat. Anggaran tersebut telah direalisasikan sebesar 99,80%. Namun, temuan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) menunjukkan adanya sejumlah pelanggaran serius dalam pelaksanaan pengadaan tersebut.
Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI tahun 2023, uji petik terhadap sepuluh paket pengadaan ternak—yang terdiri dari dua paket pengadaan puyuh, empat paket ayam, dan empat paket kambing—mengungkapkan ketidaksesuaian dalam penetapan Kelompok Penerima Bantuan hingga kekeliruan dalam pengenaan denda keterlambatan, serta ditemukan beberapa ketidaksesuaian dalam pelaksanaan pengadaan ini, di antaranya:
Verifikasi Kelompok Tani yang Lemah
Salah satu temuan utama BPK RI adalah proses penetapan 248 kelompok tani penerima bantuan ternak yang tidak diverifikasi melalui sistem Simluhtan (Sistem Informasi Manajemen Penyuluhan Pertanian), sebagaimana diatur dalam prosedur mekanisme Calon Petani/Calon Lokasi Kabupaten (CP/CL). Selain itu, terdapat 131 rekomendasi CP/CL Kabupaten yang tidak ditindaklanjuti dengan prosedur verifikasi oleh DPKH Sumatera Barat.
Kelemahan dalam proses verifikasi ini berpotensi menciptakan celah penyimpangan penerima bantuan yang tidak semestinya dan merugikan kelompok masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan tersebut.
Kekeliruan Perhitungan Denda Keterlambatan
LHP BPK RI 2023 juga mencatat bahwa pelaksanaan pengiriman ternak kambing mengalami keterlambatan. Penyedia telah dikenakan denda keterlambatan sebesar Rp72.085.105,00, sesuai yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Namun, perhitungan denda ternyata tidak sesuai kontrak. Denda yang dikenakan hanya dihitung atas ternak yang telah terkirim, sedangkan kontrak mengatur denda harus dikenakan atas total nilai pekerjaan.
BPK RI menyatakan bahwa denda yang seharusnya dikenakan adalah sebesar Rp175.398.000,00, sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp103.312.895,00 yang hingga kini belum ditagihkan kepada Penyedia.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakkeswan) Provinsi Sumatera Barat adalah Ir. Sukarli, S.Pt., M.Si., IPU. Turut memberikan konfirmasi atas kejadian ini. Sukarli menyatakan seluruh denda merupakan tanggung jawab rekanan untuk menyetorkannya ke Rekening Kas Daerah.
“Seluruh denda sudah diselesaikan semuanya, berdasarkan temuan BPK RI. Seluruh denda disetor langsung oleh rekanan ke Kas Daerah,” ujarnya, Jumat (27/12/24).
“Rinciannya silakan dikonfirmasi ke Inspektorat, karena datanya sudah diverifikasi oleh Inspektorat,” imbuh Sukarli.
Menanggapi temuan ini, Hasnul, B.Sc. Wakil Ketua Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Provinsi Sumatera Barat, menegaskan pentingnya tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran ini.
“Kelemahan dalam verifikasi penerima bantuan dan kekeliruan dalam perhitungan denda menunjukkan kurangnya pengawasan dan ketidakpatuhan Dinas Peternakan terhadap aturan yang berlaku. Hal ini tidak hanya mencederai prinsip transparansi, tetapi juga berpotensi merugikan Keuangan Daerah,” ujar Hasnul.
Hasnul juga mendorong agar sistem pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran diperkuat untuk mencegah terulangnya kasus serupa. Menurutnya, mekanisme verifikasi kelompok tani penerima bantuan harus dilakukan dengan lebih transparan dan akurat melalui sistem yang telah ditetapkan, serta PPK diminta lebih cermat dalam menetapkan denda keterlambatan.
“Setiap rupiah anggaran yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan. Penegakan aturan bukan hanya tentang kepatuhan administratif, tetapi juga menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” tutupnya. (*/at)