PADANG, ALINIANEWS.COM — Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Barat menemukan sejumlah penyimpangan dalam pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Tahun Anggaran 2024 oleh Pemerintah Kota Padang. Temuan tersebut mencakup penggunaan dana BOS yang tidak sesuai ketentuan, pengaliran dana ke rekening pribadi pihak sekolah, keterlambatan penyetoran pajak, serta keberadaan SILPA tunai yang belum disetor hingga akhir tahun.
Dana BOS Mengalir ke Rekening Pribadi: Rp803,48 Juta
Dalam pemeriksaan atas 12 sekolah negeri di Kota Padang, BPK menemukan bahwa dana BOS sebesar Rp803.489.833,00 telah disalurkan ke rekening pribadi kepala sekolah, bendahara, operator, dan guru, yang bukan hak penerima dana tersebut. Dana itu semestinya dikelola secara non-tunai melalui rekening sekolah yang sah.
Berikut ini beberapa sekolah dengan jumlah dana terbesar yang disetor ke rekening bukan haknya:
SDN 05 Surau Gadang: Rp184.220.723,00
SDN 01 Bandar Buat: Rp173.415.854,00
SDN 26 Rimbo Kaluang: Rp106.911.000,00
SDN 06 Kampung Lapai: Rp72.725.981,00
SDN 02 Cupak Tangah 69.400.220,00
SDN 11 Lubuk Buaya 37.125.740,00
SDN Percobaan 29.149.300,00
SDN 09 Surau Gadang 35.860.830,00
SDN 01 Pasar Laban 18.525.475,00
SDN 21 Lubuk Lintah 35.398.000,00
SDN 01 Ulak Karang Selatan 20.745.600,00
SMP 14 Padang 20.011.110,00
Total Rp803.489.833,00
Dana Bercampur Transaksi Pribadi
BPK mengungkap bahwa pencairan ke rekening pribadi tersebut tidak memiliki dasar keputusan resmi dari Wali Kota Padang, sehingga transaksi dana BOS bercampur dengan transaksi pribadi. Dana itu kerap dijadikan sebagai dana talangan awal tahun untuk membayar pengeluaran wajib seperti listrik, air, dan internet karena dana BOS belum cair.
Namun, BPK mencatat bahwa pencairan ke rekening pribadi ini membuat:
- Sulit ditelusuri apakah dana digunakan sesuai peruntukan.
- Tidak tersedia bukti transfer resmi ke pihak ketiga.
- Pengeluaran tidak dapat diuji ketepatannya karena tidak didukung bukti valid.
SILPA Tunai Tidak Disetor: SDN 21 Lubuk Lintah
Pada pemeriksaan cash opname 12 Februari 2025, ditemukan SILPA tunai sebesar Rp1.389.450,00 yang tidak tercatat dalam kas BOS SDN 21 Lubuk Lintah per 31 Desember 2024. Uang tersebut diakui sebagai uang pribadi bendahara dan tidak dilaporkan.
Setelah dilakukan wawancara pada 14 Februari 2025, Kepala Sekolah dan Bendahara mengakui bahwa uang tersebut adalah sisa belanja tunai yang sempat disimpan oleh pihak ketiga tanpa bukti serah terima. Kepala sekolah akhirnya menyetor kembali dana tersebut pada 30 Maret 2025.
Keterlambatan Setor Pajak: SDN 02 Cupak Tangah
Di sekolah lain, yakni SDN 02 Cupak Tangah, BPK mencatat keterlambatan penyetoran pajak senilai Rp4.319.937,00 per 31 Desember 2024. Bendahara sekolah mengaku tidak sempat menyetorkan karena masa libur akhir tahun. Pajak tersebut baru disetorkan pada Februari 2025, atau sekitar satu bulan setelah jatuh tempo.
BPK: Pengelolaan Tidak Sesuai Ketentuan
BPK menilai bahwa seluruh praktik tersebut menyalahi ketentuan pengelolaan dana BOS yang semestinya transparan, tercatat di RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah), dan disalurkan secara non-tunai melalui rekening resmi. Akumulasi dari penyimpangan tersebut mencerminkan lemahnya kontrol internal dan minimnya kepatuhan terhadap regulasi pengelolaan keuangan daerah.
Laporan ini menjadi catatan serius bagi Pemerintah Kota Padang dalam memastikan pengelolaan dana pendidikan benar-benar digunakan untuk kepentingan siswa, bukan disalahgunakan secara administratif oleh pihak-pihak terkait di sekolah. (Sumber BPK RI Tahun 2024)