Ilustrasi – Kantor Gubernur Sumbar.Â
PADANG, ALINIANEWS.COM – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sejumlah permasalahan serius dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Sumatera Barat Tahun Anggaran 2023. Dalam laporan hasil pemeriksaan, BPK mencatat bahwa Pemprov merencanakan defisit anggaran tanpa dukungan sumber pembiayaan yang memadai serta menggunakan dana Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) yang telah ditetapkan peruntukannya untuk kegiatan yang tidak sesuai.
Hasil audit menunjukkan bahwa total SiLPA earmark yang seharusnya tersedia dan tidak boleh digunakan sembarangan mencapai Rp217,52 miliar. Dana tersebut termasuk di antaranya berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) Tambahan, Dana Bagi Hasil Sawit, Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dan Non-Fisik, serta Bantuan Keuangan Khusus (BKK) kepada kabupaten/kota.
Namun, per 31 Desember 2023, saldo kas daerah hanya sebesar Rp148,04 miliar. Jumlah ini jauh di bawah total SiLPA earmark yang seharusnya tersedia, menimbulkan selisih kurang sebesar Rp69,48 miliar. Dana earmark tersebut telah digunakan untuk membiayai kegiatan lain, termasuk penggajian formasi PPPK sebesar Rp101,44 miliar, yang sebenarnya bersumber dari DAU SG dan seharusnya dialokasikan kembali di APBD 2024.
BPK menilai kondisi ini bertentangan dengan berbagai peraturan perundang-undangan, antara lain:
- PP No. 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah yang mengatur kewajiban pengelolaan kas daerah secara cermat;
- PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah yang menekankan pentingnya perencanaan penerimaan dan pengeluaran daerah secara rasional dan sesuai ketentuan;
- Permendagri No. 84 Tahun 2022 yang menegaskan bahwa SiLPA dengan peruntukan tertentu harus digunakan sesuai aturan perundang-undangan tahun sebelumnya.
BPK menilai penggunaan dana earmark untuk kegiatan di luar peruntukan mengandung risiko kegagalan program prioritas pada tahun anggaran berikutnya, serta menunjukkan lemahnya perencanaan dan pengendalian fiskal di lingkungan Pemprov Sumbar.
Dalam tanggapannya, Pemprov Sumatera Barat melalui Kepala BPKAD menyatakan tidak sependapat dengan temuan BPK dan menilai bahwa SiLPA yang tersedia masih cukup untuk menutupi defisit APBD tanpa membentuk pembiayaan utang daerah. Namun, BPK menolak pandangan tersebut dengan alasan bahwa sebagian besar SiLPA sudah ditentukan penggunaannya dan tidak dapat digunakan untuk membiayai kegiatan umum.
Sebagai tindak lanjut, BPK merekomendasikan kepada Gubernur Sumatera Barat agar memerintahkan:
- Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk menganggarkan SiLPA earmark sesuai kegiatan yang telah ditentukan, memperhatikan kemampuan keuangan daerah, dan tidak mengusulkan kegiatan tanpa dukungan dana;
- Kepala BPKAD untuk memastikan ketersediaan dana sesuai rencana penarikan yang tercantum dalam DPA SKPD;
- Badan Anggaran untuk tidak membahas kegiatan yang sumber dananya tidak tersedia secara objektif.
Rekomendasi ini diharapkan dapat memperbaiki praktik pengelolaan keuangan daerah dan mencegah terjadinya pelanggaran peruntukan dana pada tahun-tahun anggaran mendatang. (Sumber LPH BPK 2023)