PADANG, ALINIANEWS.COM – Program bantuan perlengkapan peserta didik yang digagas Pemerintah Kota Padang melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2024, menyeret sederet masalah serius dalam pelaksanaan di lapangan. Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan kelemahan perencanaan, pelanggaran prosedur pengadaan, dugaan mark-up harga, hingga denda keterlambatan yang tidak ditegakkan.
Anggaran sebesar Rp2,62 miliar dari total belanja bantuan sosial Rp4,94 miliar dialokasikan untuk pengadaan perlengkapan siswa di berbagai jenjang pendidikan: SD, SMP, PAUD, dan pendidikan kesetaraan. Proyek pengadaan dilakukan melalui empat paket yang menyasar 5.047 siswa SD, 2.779 siswa SMP, 600 siswa PAUD, dan 470 siswa pendidikan kesetaraan.
Namun, proses penyaluran tidak mengikuti ketentuan dasar. Pekerjaan pengadaan sudah dimulai sejak 16 Agustus 2024, sementara Keputusan Wali Kota Padang Nomor 502 yang menetapkan daftar penerima baru terbit pada 1 Oktober 2024. Akibatnya, distribusi bantuan dilakukan tanpa dasar hukum yang sah. Saat pemeriksaan fisik oleh BPK pada Februari 2025, ditemukan 17 paket bantuan di SDN 01 Pasar Laban dan SDN 06 Cindakir belum diserahkan. Data menunjukkan terdapat 16 siswa menerima ganda dan satu siswa yang tidak terdaftar di sekolah.
PPK menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) disusun hanya berdasarkan penelusuran di platform e-commerce dan tanpa perbandingan dengan e-katalog, toko offline di Padang, atau referensi resmi lainnya
Dokumen kerja PPK yang diserahkan kepada BPK hanya berupa dua lembar tulisan tangan tanpa sumber referensi harga dan perhitungan yang jelas. PPK mengaku memperhitungkan komponen seperti PPN, biaya pengemasan, biaya pengiriman, dan keuntungan penyedia, namun tidak memiliki rumus baku dan persentase tetap dalam menyusun nilai tambah tersebut.
BPK mencatat pula proses e-purchasing yang berjalan dalam waktu tidak wajar. Empat paket pengadaan, termasuk perlengkapan untuk siswa SD, SMP, PAUD, dan pendidikan kesetaraan disetujui dan ditandatangani hanya dalam rentang waktu 8 menit hingga 65 menit.
Berikut rincian waktunya:
- SPM PAUD: 8 menit 35 detik
- SPM Kesetaraan: 26 menit 11 detik
- SPM SMP: 53 menit 27 detik
- SPM SD: 64 menit 39 detik
Kecepatan yang mencurigakan ini mengindikasikan telah terjadi kesepakatan sebelum pelaksanaan transaksi di sistem e-katalog. Hal ini diperkuat oleh pengakuan Direktur CV 6k, penyedia barang, yang menyebut telah bertemu dengan PPK sebelum kontrak resmi dimulai dan membahas spesifikasi serta estimasi harga barang.
Indikasi penyelewengan makin kuat ketika BPK menemukan bahwa harga barang dalam tiga paket pengadaan melampaui harga wajar. Total nilai pemahalan mencapai Rp437.266.454,18. Rinciannya adalah sebagai berikut: untuk paket SD, nilai pengadaan tanpa pajak Rp1,5 miliar, sementara harga wajar hanya Rp1,31 miliar, selisih Rp196 juta lebih; untuk PAUD, nilai pengadaan Rp231 juta, harga wajar Rp119 juta, selisih Rp121 juta; sementara pengadaan paket SMP juga membukukan pemahalan sebesar Rp196 juta.
Tak hanya itu, distribusi barang juga menyalahi ketentuan. Sesuai surat pesanan, barang seharusnya diantar langsung ke sekolah penerima. Namun, dalam praktiknya, pengiriman dilakukan secara kolektif ke sekolah tertentu di tiap kecamatan, seperti sekolah ketua K3S atau pengurus
HIMPAUDI. Penyerahan ini bukan hanya menyalahi administrasi, tapi juga menambah beban distribusi kepada pihak sekolah yang seharusnya hanya sebagai penerima manfaat.
Lebih mencolok lagi, keterlambatan penyerahan perlengkapan siswa PAUD di sejumlah sekolah tidak berujung pada pemberian denda, meski hal tersebut telah diatur dalam surat pesanan. Ketentuan menyebutkan penyedia yang terlambat dikenakan denda sebesar 1/1000 dari nilai kontrak per hari keterlambatan. Sampai dengan akhir pemeriksaan BPK pada 30 April 2025, PPK belum menghitung dan menagih denda tersebut. Padahal, BPK telah menghitung potensi denda atas keterlambatan itu sebesar Rp3.120.212,50.
Temuan BPK:
- Tidak ada validasi harga wajar
- Vendor dipilih tanpa proses kompetitif
- Harga mengalami mark-up signifikan
- Survei pasar tidak dilakukan
- Transaksi pengadaan terlalu cepat, indikasi pengaturan
- Distribusi barang menyalahi kontrak
- Denda tidak dikenakan meskipun terjadi keterlambatan
Serangkaian temuan ini mencerminkan lemahnya tata kelola dalam pengadaan barang di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Padang. Mulai dari proses perencanaan yang tidak akurat, distribusi yang menyalahi aturan, hingga penggunaan anggaran yang berisiko merugikan keuangan daerah. BPK merekomendasikan agar Pemerintah Kota Padang segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penyaluran bantuan sosial pendidikan serta menindaklanjuti seluruh penyimpangan yang ditemukan dalam laporan audit.
BPK menyimpulkan bahwa lemahnya pengawasan dan perencanaan, serta pelaksanaan yang tidak sesuai prosedur telah menyebabkan potensi kerugian negara. Bahkan, sejumlah pejabat struktural dinilai lalai dalam menjalankan fungsinya, mulai dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Kepala Seksi Perencanaan (selaku PPK), hingga Kepala Bidang PAUD dan Pendidikan Dasar (selaku PPTK).
Atas temuan tersebut, BPK merekomendasikan:
- Kepala Dinas Pendidikan diminta meningkatkan pengendalian dan pengawasan;
- PPK diminta mematuhi aturan dalam penyusunan dan pelaksanaan pengadaan barang/jasa;
- PPTK diminta lebih cermat dalam menyusun daftar penerima bantuan;
- Uang kelebihan pembayaran senilai Rp437 juta segera disetorkan ke kas daerah;
- Denda keterlambatan senilai Rp3,1 juta harus segera ditagih dan disetor ke RKUD. (Sumber:LHP BPK RI 2024)