PADANG, ALINIANEWS.COM — Proyek pengadaan LED videotron oleh Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat Tahun Anggaran 2024 kini tengah menjadi sorotan publik. Dibiayai sepenuhnya dari APBD, proyek senilai lebih dari Rp10 miliar ini diduga sarat dengan pelanggaran administratif, manipulasi dokumen, dan pengabaian prinsip-prinsip pengadaan yang transparan.
Nama AH kini mencuat sebagai sosok kunci di balik proyek pengadaan LED videotron senilai lebih dari Rp10 miliar oleh Biro Umum Sekretariat Daerah Provinsi Sumatera Barat tahun anggaran 2024. Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), AH diduga berperan besar dalam meloloskan serangkaian kejanggalan yang menyelimuti proyek ini. Namun hingga kini, belum ada langkah serius dari Inspektorat untuk menelusuri perannya, menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat: Mengapa AH belum diperiksa?
Dalam proses pengadaan, CV NB ditetapkan sebagai pemenang mini kompetisi meski mengajukan penawaran tertinggi dari delapan peserta lain, yakni Rp10.112.147.667,00. Lebih mencurigakan lagi, perusahaan ini menggunakan sertifikat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) milik PT EJP untuk produk bermerek Redsun, padahal sertifikat tersebut telah dicabut resmi oleh Kementerian Perindustrian akibat pelanggaran prosedur. Namun, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Abdul Hamid tetap meloloskan CV NB tanpa koreksi.
Fakta di lapangan justru lebih mengejutkan. Videotron yang terpasang di lima lokasi menggunakan merek berbeda: LAMPRO, yang tidak memiliki sertifikat TKDN sama sekali. Ini jelas melanggar ketentuan pengadaan barang yang mensyaratkan kejelasan merek dan dukungan sertifikasi.
Tak hanya itu, proses verifikasi teknis oleh konsultan pengawas dinilai sangat dangkal, karena hanya menghitung jumlah unit tanpa mengecek spesifikasi teknis, merek, dan kesesuaian dokumen. Bahkan pengawas mengaku tidak menerima katalog produk, spesifikasi teknis Redsun, atau salinan sertifikat TKDN. Ketika ditemukan bahwa merek LAMPRO ikut diterima di workshop CV NB, tak ada satu pun klarifikasi dari pihak penyedia maupun PPK.
Ironisnya, meski pembayaran telah dilakukan 100%, tidak adanya langkah serius dari inspektorat untuk menelusuri proyek videotron yang berpotensi total loss. Padahal, dugaan pelanggaran dalam proyek ini sangat serius: dari pelanggaran prosedural, pengabaian verifikasi teknis, penggunaan sertifikat yang tidak sah, hingga indikasi kuat manipulasi dokumen negara.
Publik tentu pantas curiga. Apakah ada pembiaran yang disengaja? Ataukah ada kekuatan tertentu yang melindungi aktor-aktor di balik proyek ini?
Di tengah maraknya sorotan publik atas pengelolaan anggaran yang tidak transparan, kasus ini menjadi simbol betapa pengawasan dan integritas dalam tubuh Pemerintah Provinsi Sumatera Barat perlu perbaikan. Satu pertanyaan besar menggantung di udara: Akankah kasus ini ditindaklanjuti hingga tuntas, atau justru menguap seperti banyak kasus serupa lainnya?
Masyarakat Sumatera Barat berhak tahu dan berhak menuntut keadilan. Transparansi bukan hanya soal videotron yang menyala terang, tetapi tentang kebenaran yang tidak boleh dipadamkan.
BPK merekomendasikan langsung kepada Gubernur Sumatera Barat untuk mengambil langkah tegas. Rekomendasi itu mencakup:
-
Kepala Biro Umum diperintahkan:
-
Meningkatkan pengendalian dan pengawasan atas pelaksanaan belanja modal.
-
Menginstruksikan PPK dan PPTK untuk:
-
Memerintahkan penyedia menjalankan kewajiban sesuai kontrak dan peraturan.
-
Memberikan sanksi tegas kepada penyedia yang melanggar.
-
Meningkatkan fungsi pengawasan internal.
-
-
-
Inspektorat Provinsi wajib melakukan pengawasan atas pelaksanaan kewajiban Kepala Biro Umum dan PPK serta melaporkannya secara berkala kepada BPK.
Namun hingga berita ini ditulis, tidak ada tanda-tanda bahwa rekomendasi BPK tersebut dijalankan secara serius. AH belum diperiksa, dan penyedia tidak diminta melakukan penggantian atau koreksi kontraktual. Padahal, temuan BPK secara eksplisit menunjukkan bahwa proyek ini berdampak langsung pada potensi total loss, karena seluruh rangkaian pengadaan mulai dari dokumen hingga pelaksanaan tidak memenuhi syarat sah pengadaan barang dan jasa.
Di tengah berbagai kejanggalan yang mencuat, Inspektorat Provinsi Sumatera Barat didesak untuk menjalankan pemeriksaan secara tuntas sesuai dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Inspektorat harus segera memintak pertanggungjawaban kepada pihak-pihak terkait, termasuk Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan penyedia barang. Hal ini penting untuk dicatat agar tidak muncul kesan bahwa Inspektorat ikut menutupi kasus yang sarat masalah ini.
Peran aparat penegak hukum, seperti kepolisian dan kejaksaan, tetap sangat dibutuhkan dalam mengawal proyek senilai lebih dari Rp10 miliar tersebut. Publik mendorong agar aparat penegak hukum turun tangan, memantau secara aktif, dan jika ditemukan unsur pidana, segera menindaklanjuti temuan ini ke jalur hukum. Ketidakhadiran mereka di tengah hiruk-pikuk temuan BPK menimbulkan kecurigaan bahwa kasus ini bisa saja kembali tenggelam, seperti banyak kasus pengadaan lainnya.
Lebih jauh, mencuat dugaan kuat bahwa proyek pengadaan videotron ini dibiayai sebagian dari dana pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD. Jika benar, maka publik berhak mempertanyakan landasan hukum penggunaan dana pokir untuk pengadaan belanja modal seperti videotron. Pokir seharusnya difokuskan untuk program yang bersifat aspiratif dan langsung menyentuh kepentingan masyarakat, seperti pembangunan jalan, pendidikan, atau layanan kesehatan. Penggunaan pokir untuk proyek semacam videotron yang sarat teknologi dan minim urgensi publik menimbulkan kecurigaan bahwa proyek ini hanya kedok untuk mengakomodasi kepentingan tertentu di balik layar.
Dengan adanya indikasi tersebut, pengadaan videotron dari proses awal hingga akhir patut disinyalir melibatkan praktik kolusi antara oknum legislatif, penyedia jasa, dan eksekutif teknis di lingkup Pemprov Sumbar. Dari penunjukan penyedia yang bermasalah, pelolosan dokumen yang cacat hukum, hingga pembayaran 100% tanpa verifikasi menyeluruh semuanya menyiratkan ada skenario yang dirancang rapi untuk meloloskan proyek dengan nilai fantastis ini. (*/red)