spot_img
spot_img

ANALISIS BERITA: Ujian Integritas Awal Pemerintahan Prabowo, Kasus Noel dan Bayangan Korupsi

 

ALINIANEWS.COM — Presiden Prabowo Subianto akhirnya angkat suara terkait penangkapan mantan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dengan nada getir, ia mengaku malu dan prihatin. Noel disebutnya memang anggota Gerindra, tapi belum kader penuh. “Tetap saja saya agak malu,” kata Prabowo saat membuka Apkasi Otonomi Expo 2025 di ICE BSD, Kamis (28/8).

Kasus Noel menjadi tamparan keras bagi Kabinet Merah Putih. Ia tercatat sebagai pejabat pertama di era Prabowo yang ditangkap KPK. Tak lama setelah ditetapkan sebagai tersangka pemerasan, Noel pun langsung dicopot dari jabatannya. Tetapi, pencopotan itu tak cukup untuk meredam pertanyaan publik: apakah Prabowo benar-benar mampu membangun pemerintahan yang bersih dari praktik korupsi?

Iklan

Tamparan di Tahun Pertama

Belum genap setahun memimpin, Prabowo dihadapkan pada skandal yang meruntuhkan citra integritas kabinetnya. Publik tentu tidak peduli apakah Noel kader, simpatisan, atau sekadar “penumpang politik.” Yang terlihat jelas adalah bahwa ada pejabat di lingkaran kekuasaan yang melakukan korupsi.

Di mata rakyat, ini bukan sekadar “kesalahan personal”, melainkan kegagalan sistem penyaringan pejabat negara. Bagaimana mungkin seseorang yang ditunjuk menjadi wakil menteri bisa terjerat kasus pemerasan, sementara presiden sendiri berkali-kali menekankan pesan antikorupsi?

Kejadian ini menyiratkan adanya celah dalam proses rekrutmen pejabat. Apakah penunjukan menteri dan wamen masih sarat kompromi politik? Apakah proses uji integritas sekadar formalitas? Pertanyaan-pertanyaan ini akan terus membayangi pemerintahan Prabowo, kecuali ia berani mengambil langkah korektif yang tegas.

BACA JUGA  BGN Kerahkan 5.000 Chef Profesional ke Dapur MBG untuk Latih Petugas SPPG se-Indonesia

Kontradiksi Pidato Antikorupsi

Ironi makin kentara ketika diingat kembali pidato Prabowo di Sidang Tahunan MPR, 15 Agustus lalu. Dengan lantang ia berkata: “Kalau ada anggota Gerindra melanggar, saya tidak akan lindungi.” Dua minggu berselang, Noel ditangkap.

Tentu, Prabowo cepat merespons dengan mencopot Noel. Tetapi publik menilai lebih jauh: apakah sikap tegas itu lahir dari komitmen, atau sekadar karena tekanan fakta?

Pernyataan keras Prabowo bahwa pemerintahannya tidak bisa disogok memang patut diapresiasi. Namun, janji besar selalu diuji oleh tindakan kecil. Kasus Noel menjadi kontradiksi paling awal dan paling nyata antara retorika dan realitas.

Bahaya Narasi “Khilaf”

Yang lebih mengkhawatirkan adalah narasi “khilaf” yang diulang Prabowo saat menyikapi kasus Noel. Presiden menyayangkan Noel sampai “melupakan istri dan anaknya”, seolah-olah korupsi hanyalah kelalaian sesaat.

Padahal, publik tahu korupsi bukan sekadar tindakan impulsif. Ia adalah kejahatan yang terencana, sistematis, dan seringkali berjejaring. Menyebut korupsi sekadar “khilaf” berpotensi menormalisasi pelanggaran integritas.

Di satu sisi, empati manusiawi Prabowo terhadap keluarga Noel bisa dipahami. Namun di sisi lain, seorang presiden seharusnya lebih berhati-hati. Narasi korupsi harus ditegaskan sebagai kejahatan serius, bukan kelemahan sesaat yang bisa ditoleransi.

Ujian Konsistensi dan Keberanian

Kasus Noel seharusnya menjadi momentum Prabowo membuktikan konsistensi antikorupsi yang ia janjikan sejak kampanye hingga pidato pelantikan. Ia berkata: “Pemerintah yang korup tidak mungkin bawa kemakmuran.” Kalimat ini hanya akan bermakna jika diikuti langkah nyata.

BACA JUGA  Trump Puji Prabowo di KTT Perdamaian Gaza: “Seorang Pemimpin Luar Biasa dari Indonesia”

Beberapa hal krusial yang perlu segera dijawab Prabowo:

1. Evaluasi menyeluruh kabinet. Jangan hanya menunggu KPK bergerak. Prabowo harus membentuk mekanisme internal yang ketat untuk mengaudit integritas pejabatnya.

2. Penguatan KPK. Revisi UU KPK pada 2019 telah melemahkan lembaga antirasuah. Jika Prabowo serius, ia harus mendorong revisi ulang yang mengembalikan independensi KPK.

3. Putus mata rantai politik balas budi. Banyak pejabat kabinet diisi oleh figur titipan politik. Jika pola ini terus dipelihara, kasus Noel hanya akan menjadi pembuka dari skandal-skandal berikutnya.

Dampak Politik dan Citra Pemerintahan

Bagi Prabowo, kasus Noel bukan sekadar masalah hukum. Ini adalah krisis citra. Bagaimana mungkin ia ingin dikenang sebagai presiden yang membawa kemakmuran, jika sejak awal pemerintahannya sudah dirusak oleh korupsi di level wakil menteri?

Apalagi, Prabowo kerap menegaskan dirinya berbeda dengan presiden sebelumnya. Ia ingin dikenang sebagai pemimpin yang berani dan tegas. Jika tidak berhati-hati, kasus ini justru akan menempel sebagai label: “Pemerintahan baru, masalah lama.”

Politik adalah soal persepsi. Dan dalam kasus ini, persepsi publik jelas: pemerintahan Prabowo masih belum steril dari penyakit lama, yaitu korupsi.

Tindakan, Bukan Retorika

Kasus Noel adalah ujian integritas pertama pemerintahan Prabowo Subianto. Jika disikapi sekadar dengan pernyataan “malu dan prihatin”, Prabowo berisiko kehilangan momentum kepercayaan publik.

Yang dibutuhkan rakyat bukan belas kasihan kepada pejabat yang “khilaf”, melainkan kepastian hukum, keberanian politik, dan konsistensi moral.

BACA JUGA  Modus Pelat Nomor Palsu untuk Gasak BBM Subsidi

Prabowo harus menjadikan kasus ini sebagai titik balik. Ia bisa membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang benar-benar serius membersihkan kabinet, atau sebaliknya, terjebak dalam arus kompromi yang sama seperti para pendahulunya.

Sejarah akan mencatat, apakah Prabowo benar-benar “takut mengecewakan rakyat” seperti yang ia ucapkan, ataukah sekadar menambah daftar panjang presiden yang gagal mengendalikan penyakit lama bernama korupsi struktural. (YURNALDI)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses