ALINIANEWS.COM — Dalam berbagai aksi demo selama sepekan belakangan di ibukota dan di berbagai daerah, salah satu tuntutan massa pendemo adalah bubarkan DPR dan/atau bubarkan DPRD.
Mungkinkah DPR atau DPRD dibubarkan? Pertanyaan ini semakin sering terdengar di tengah masyarakat yang kecewa melihat perilaku wakil rakyat. Banyak orang merasa lembaga legislatif justru lebih sering menjadi beban negara ketimbang solusi bagi rakyat.
Secara konstitusi, DPR tidak bisa dibubarkan. Pasal 7C UUD 1945 tegas menyebut, “Presiden tidak dapat membubarkan DPR.” Artinya, meski penuh masalah, lembaga ini adalah pilar demokrasi yang dilindungi konstitusi. Untuk benar-benar menghapus DPR, harus ada amandemen UUD 1945, sesuatu yang hampir mustahil dilakukan dalam situasi normal.
Namun, di luar aspek hukum, muncul pertanyaan moral: apakah keberadaan DPR/DPRD saat ini masih memberi manfaat sebesar biaya yang ditanggung rakyat?
Beban Besar, Hasil Minim
Ratusan anggota DPR dan ribuan anggota DPRD di seluruh Indonesia menyedot anggaran negara yang sangat besar. Gaji, tunjangan, perjalanan dinas, hingga fasilitas mewah disediakan atas nama representasi rakyat.
Tetapi realitasnya, yang sering muncul ke permukaan adalah:
Praktik politik transaksional: di daerah, DPRD kerap “mengancam” kepala daerah. Jika tidak diberi proyek, maka APBD tidak disahkan.
Korupsi berjemaah: banyak kasus yang menyeret anggota legislatif, dari level pusat sampai kabupaten.
Lemahnya fungsi legislasi: produk undang-undang seringkali lebih mencerminkan kepentingan partai atau oligarki, bukan rakyat.
Absensi dan malas sidang: padahal rakyat digaji setiap bulan untuk kerja nyata, bukan sekadar absen.
Jika DPR/DPRD Dibubarkan
Mari berandai-andai: bagaimana jika DPR/DPRD dibubarkan?
Negara akan menghemat triliunan rupiah setiap tahun.Tidak ada lagi tarik-menarik proyek APBD antara eksekutif dan legislatif. Kebijakan bisa berjalan lebih cepat tanpa “politik dagang sapi”.
Namun tentu saja ada risiko besar: hilangnya mekanisme checks and balances. Tanpa DPR, kekuasaan eksekutif akan absolut, membuka ruang bagi otoritarianisme.
Jalan Tengah
Karena itulah, membubarkan DPR/DPRD bukanlah solusi. Tetapi perombakan besar-besaran mutlak diperlukan:
Pertama, reformasi sistem pemilu agar wakil rakyat tidak muncul dari proses transaksional.
Kedua, pengawasan ketat publik melalui keterbukaan data legislasi dan anggaran.
Ketiga, sanksi politik: rakyat jangan memilih lagi calon legislatif yang korup, malas, atau hanya jadi “makelar proyek”.
DPR dan DPRD memang tidak bisa dibubarkan begitu saja. Tetapi bila tetap seperti sekarang—lebih sibuk memperjuangkan kepentingan diri dan partai—maka rakyat akan kehilangan kepercayaan.
Dan sebuah lembaga yang kehilangan legitimasi rakyat, pada akhirnya hanya tinggal nama di atas kertas. (YURNALDI)