spot_img
spot_img

Mohammad Kerry Bantah Kasus Korupsi Minyak Rp285 Triliun Terkait Riza Chalid

JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Terdakwa kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina, Mohammad Kerry Adrianto, membantah keras bahwa perkara yang menjeratnya memiliki kaitan dengan sang ayah, Riza Chalid.

Kuasa hukumnya, Lingga Nugraha, menegaskan bahwa kendati Kerry merupakan anak dari Riza Chalid, keduanya tidak memiliki hubungan hukum dalam perkara dugaan korupsi tersebut.

“Namun demikian ketika bicara tentang keterkaitan, tentu ini sangat tidaklah benar,” kata Lingga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025).

Iklan

Usai persidangan, Lingga mengatakan bahwa pihaknya belum berencana mengajukan eksepsi terhadap dakwaan yang dilayangkan jaksa penuntut umum. Namun, menurutnya, ada ketidaksesuaian antara dakwaan dan hasil penyidikan Kejaksaan Agung.

“Dalam dakwaan disebutkan bahwa Kerry menjadi tersangka sejak 2013 hingga 2024. Namun dalam proses penyidikan, penetapan tersangka baru dilakukan pada 2018 hingga 2023,” ujar Lingga.

Meski begitu, ia menyebut tim hukum memilih untuk fokus pada substansi perkara.
“Untuk mempermudah dan mempersingkat agar secara substansi perkara segera dapat diperiksa, segera dapat dilakukan persidangan, makanya kita bisa segera mendapatkan kepastian seperti itu,” katanya.

Dakwaan: Rugikan Negara Rp285 Triliun

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mendakwa Kerry, yang merupakan Beneficial Owner PT Orbit Terminal Merak (dulunya PT Oiltanking Terminal Merak), telah menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp285 triliun dalam kasus dugaan korupsi minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

BACA JUGA  Nadiem Makarim Hormati Putusan Praperadilan, Siap Hadapi Proses Hukum

Selain itu, Kerry disebut turut memperkaya diri sendiri hingga Rp3,07 triliun.

“Perbuatan terdakwa Kerry dilakukan bersama-sama dengan Sani Dinar Saifuddin, Yoki Firnandi, Agus Purwono, Dimas Werhaspati, Gading Ramadhan Joedo, Alfian Nasution, Hanung Budya Yuktyanta, dan Mohammad Riza Chalid, dalam kegiatan sewa kapal dan sewa tangki bahan bakar minyak (TBBM),” ungkap JPU Triyana Setia Putra di ruang sidang.

Pengaturan Sewa Kapal hingga Terminal BBM

Dalam dakwaannya, JPU menyebut Kerry terlibat dalam pengaturan sewa kapal antara PT Jenggala Maritim Nusantara (JMN) dan PT Pertamina International Shipping (PIS). Kerry diduga meminta Yoki Firnandi untuk memberikan konfirmasi pendapatan sewa kapal dari PT PIS sebagai dasar pinjaman investasi ke Bank Mandiri.

Padahal, saat itu belum ada proses pengadaan sewa kapal antara PT JMN dan PT PIS.
“Langkah ini bertujuan untuk memastikan hanya kapal Suezmax milik PT JMN yang dapat disewa oleh PT PIS,” jelas jaksa.

JPU juga membeberkan bahwa kapal Jenggala Bango milik PT JMN tidak memiliki izin usaha pengangkutan migas sebagaimana disyaratkan dalam proses lelang.

Selain itu, Kerry dan Riza melalui Gading Ramadhan Joedo, Direktur PT Tangki Merak, disebut menawarkan kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak kepada Hanung Budya Yuktyanta, Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero), meskipun terminal tersebut bukan milik PT Tangki Merak, melainkan milik PT Oiltanking Merak.

BACA JUGA  Hakim Tolak Praperadilan Nadiem Makarim, Kasus Korupsi Chromebook Tetap Berlanjut

JPU menilai tindakan itu dilakukan atas permintaan Riza Chalid yang juga menjadi penjamin pribadi dalam pengajuan kredit ke Bank BRI untuk akuisisi terminal tersebut.

Selain manipulasi proyek, jaksa mengungkap penggunaan dana sebesar Rp176,39 miliar dari pembayaran sewa Terminal BBM Merak untuk kegiatan golf di Thailand.

Kegiatan itu disebut diikuti oleh Gading Ramadhan Joedo, Dimas Werhaspati, Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief, dan Agus Purwono.

Anak “Raja Minyak” yang Tumbuh di Dunia Energi

Kerry Adrianto lahir di Jakarta pada 15 September 1986, dari pasangan Riza Chalid dan Roestriana Adrianti. Sejak remaja, ia telah akrab dengan dunia perdagangan minyak.

Ia menempuh pendidikan di United World College of South East Asia (UWCSEA), Singapura (2000–2004), kemudian meraih gelar BSc Applied Business Management di Imperial College London (2004–2008).

Setelah kembali ke Tanah Air, Kerry aktif di berbagai bisnis keluarga, di antaranya sebagai pemilik PT Navigator Khatulistiwa dan Presiden Direktur PT Pelayaran Mahameru Kencana Abadi. Ia juga pernah menjabat sebagai komisaris Kidzania dan terlibat dalam klub basket Hangtuah Jakarta.

Namun, karier bisnisnya terhenti setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung pada 24 Februari 2025. Ia didakwa bersama delapan pejabat Pertamina dan pihak swasta lainnya, termasuk Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, dan Yoki Firnandi. (*/Rel)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses