MEDAN, ALINIANEWS.COM – Suasana ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan mendadak tegang ketika majelis hakim meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution. Permintaan itu muncul di tengah persidangan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan yang menjerat sejumlah pejabat Dinas PUPR Sumut dan kontraktor.
Hakim Khamozaro Waruwu menilai, keterangan Bobby diperlukan untuk mengurai benang kusut terkait dasar hukum pembuatan Peraturan Gubernur (Pergub) Sumut yang menggeser anggaran sejumlah dinas ke Dinas PUPR. Pergeseran anggaran itu disebut dilakukan hingga enam kali.
“Soal pergeseran anggaran ini, setelah kita dengar kesaksian saksi Muhammad Haldun, saya minta jaksa menghadirkan Pj Sekda Sumut saat itu Effendy Pohan dan Gubernur Sumut pada sidang berikutnya,” tegas Khamozaro, Rabu (24/9/2025).
KPK Menunggu Langkah Jaksa
Di Jakarta, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, memastikan pihaknya akan menindaklanjuti perintah hakim tersebut. Namun, ia menekankan KPK masih menunggu kepulangan JPU dari Medan untuk membicarakan teknis pemanggilan.
“Saudara BN kapan dilakukan pemanggilan? Ini kami nanti menunggu (Jaksa KPK, red.) pulang dulu,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (25/9/2025).
Menurut Asep, pemanggilan Bobby Nasution akan dibicarakan bersama JPU agar materi yang digali tidak berlarut-larut. “Materinya akan didiskusikan dengan Pak JPU, biar tidak berlarut-larut dan tidak efektif,” ujarnya.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menambahkan, jaksa yang menyidangkan perkara tersebut akan segera menyiapkan surat panggilan. “Jaksa KPK yang menyidangkan perkara tersebut akan membuat surat panggilan kepada Pak Bobby Nasution, Gubernur Sumut, untuk menghadiri sidang sesuai dengan perintah hakim,” kata Tanak kepada Tempo.
Pergeseran Anggaran Jadi Sorotan
Persidangan mengungkap sejumlah fakta mencengangkan. Saksi Muhammad Haldun, Sekretaris Dinas PUPR Sumut, menyatakan proyek pembangunan ruas jalan Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Sipiongot–Hutaimbaru di Kabupaten Padang Lawas Utara tidak pernah tercantum dalam APBD 2025.
“Anggaran pembangunan ruas jalan Sipiongot-Batas Labuhan Batu dan Sipiongot-Hutaimbaru masih dalam pengalokasian anggaran dari pergeseran anggaran,” kata Haldun.
Hal senada disampaikan Kepala Seksi Perencanaan Dinas PUPR Sumut, Edison Pardamean Togatorop. Ia mengaku tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan, bahkan konsultan perencana ditunjuk langsung oleh Kadis PUPR saat itu, Topan Obaja Putra Ginting.
“Saya tidak dilibatkan,” ujar Edison.
Jaksa KPK Eko Wahyu mengungkap kejanggalan lain. Menurutnya, proyek jalan yang nilainya mencapai Rp165 miliar sudah diumumkan pemenang tender pada 26 Juni 2025. Ironisnya, konsultan perencana baru memasukkan detail perencanaan pada akhir Juli.
“Prosesnya sangat cepat,” tegas Eko.
Untuk paket Sipiongot–Batas Labuhan Batu, konsultan perencana berasal dari CV Balakosa Konsultan, sementara paket Hutaimbaru–Sipiongot ditangani CV Wira Jaya Konsultan. Padahal, menurut jaksa, pembangunan jalan bukan proyek mendesak maupun Proyek Strategis Nasional (PSN) yang bisa dikerjakan tanpa perencanaan.
“Namun pembangunan jalan Sipiongot–Batas Labuhan Batu dan Hutaimbaru–Sipiongot tidak mendesak dan bukan PSN,” jelas Eko.
Lima Tersangka dan OTT
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 26 Juni 2025 yang kemudian berlanjut dengan penetapan lima tersangka pada 28 Juni. Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting, Kepala UPTD Gunung Tua merangkap PPK Rasuli Efendi Siregar, PPK di Satker PJN Wilayah I Heliyanto, Dirut PT Dalihan Natolu Group M. Akhirun Efendi, dan Direktur PT Rona Na Mora M. Rayhan Dulasmi Piliang.
Dua kontraktor, M. Akhirun dan M. Rayhan, diduga sebagai pemberi suap, sedangkan pejabat PUPR sebagai penerima. Total nilai enam proyek bermasalah yang diusut KPK mencapai Rp231,8 miliar.
(*/REL)