JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan langkah besar dalam proyek hilirisasi energi, salah satunya mengolah batu bara menjadi dimethyl ether (DME) sebagai pengganti Liquefied Petroleum Gas (LPG). Proyek ini dipandang strategis karena mampu menekan ketergantungan impor LPG yang hingga kini masih menjadi beban besar bagi neraca energi nasional.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ahmad Erani Yustika, menegaskan bahwa proyek DME termasuk salah satu prioritas yang akan segera dieksekusi.
“Karena kan ada kebutuhan bagi kita untuk bisa mengelola produksi gas ya untuk LPG itu. Dan kita ada peluang untuk mensubstitusi LPG itu dari DME. Kalau itu bisa dilakukan kan bisa mengurangi impor gas tadi, LPG tadi,” ujar Erani saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (22/9/2025).
Erani, yang juga merangkap sebagai Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Hilirisasi dan Ketahanan Energi Nasional, menyebutkan bahwa proyek DME sudah diajukan ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) sejak Juli 2025. Proyek ini masuk dalam daftar 18 proyek hilirisasi yang telah menyelesaikan tahap pra-Feasibility Study (Pra-FS).
“Ya saya kira pasti ini ya, pasti akan ada bertahap pasti ya. Tapi semuanya pasti akan selesai akhir tahun ini lah. Karena harus segera dieksekusi proyeknya,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM sekaligus Ketua Satgas Hilirisasi dan Ketahanan Energi, Bahlil Lahadalia, juga mengungkapkan bahwa 18 proyek hilirisasi telah siap masuk tahap pra-kelayakan. Total nilai investasi dari proyek-proyek ini mencapai US$ 38,63 miliar atau setara dengan Rp618,13 triliun.
Rincian Proyek Hilirisasi
Berdasarkan paparan Kementerian ESDM, proyek hilirisasi terdiri dari delapan proyek sektor mineral dan batu bara, dua proyek transisi energi, dua proyek ketahanan energi, tiga proyek pertanian, serta tiga proyek kelautan dan perikanan.
Beberapa proyek besar di antaranya:
-
Industri DME berbasis batu bara di Bulungan, Kutai Timur, Kota Baru, Muara Enim, Pali, dan Banyuasin dengan nilai investasi Rp164 triliun. Potensi penyerapan tenaga kerja mencapai 34.800 orang.
-
Smelter aluminium (bauksit) di Mempawah, Kalimantan Barat, dengan nilai investasi Rp60 triliun dan potensi serapan 14.700 tenaga kerja.
-
Industri stainless steel slab berbasis nikel di Morowali, Sulawesi Tengah, senilai Rp38,4 triliun dengan 12.000 lapangan kerja.
-
Proyek minyak dan kilang (oil refinery) di berbagai daerah dengan nilai investasi Rp160 triliun, berpotensi menyerap 44.000 tenaga kerja.
Secara keseluruhan, 18 proyek hilirisasi tersebut diperkirakan mampu menciptakan 276.636 lapangan kerja langsung dan tidak langsung. Dari total investasi, proyek minerba menjadi yang terbesar dengan nilai US$ 20,1 miliar dan potensi serapan tenaga kerja 104.974 orang.
Harapan Pemerintah
Pemerintah menilai hilirisasi DME akan membawa dampak signifikan, terutama dalam mengurangi impor LPG yang saat ini lebih dari 70 persen pasokannya masih bergantung dari luar negeri.
“Proyek hilirisasi yang akan didorong salah satunya adalah pengembangan batu bara menjadi DME. Ini bisa menjadi solusi pengganti LPG impor,” ujar Erani menegaskan.
Selain menekan beban impor, proyek ini juga diharapkan mampu membuka peluang investasi baru, menyerap tenaga kerja lokal, serta memberikan multiplier effect bagi perekonomian daerah penghasil batu bara.
Namun, sejumlah tantangan masih mengintai, mulai dari kebutuhan biaya investasi yang besar, risiko emisi karbon, hingga keberlanjutan proyek dalam kerangka transisi energi bersih. Pemerintah pun menyiapkan langkah mitigasi dengan mendorong teknologi penangkapan karbon (CCS) serta pengelolaan limbah industri.
Dengan percepatan hilirisasi ini, pemerintah menegaskan ambisinya untuk memperkuat kemandirian energi nasional sekaligus membawa Indonesia lebih dekat pada agenda transformasi energi.
(*/REL)