spot_img
spot_img

EDITORIAL : Ijazah Jokowi, Kasus yang Membodohi Publik

 

ALINIANEWS.COM — Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali menjadi tontonan panjang yang tidak kunjung selesai. Alih-alih meredam polemik, cara penanganannya justru membuat publik merasa dibodohi.

Keaslian ijazah Jokowi hanya ditegaskan lewat pernyataan pihak kampus dan beberapa saksi, tanpa pernah ada bukti resmi yang dipublikasikan. Padahal, dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), tidak ada ketentuan yang menyebut ijazah sebagai dokumen yang otomatis dirahasiakan. Artinya, membuka dokumen akademik presiden kepada publik bukanlah pelanggaran, melainkan langkah transparansi yang seharusnya diambil untuk menutup ruang spekulasi.

Iklan

Yang terjadi justru sebaliknya. Aparat kepolisian terlihat lebih cepat memproses laporan pencemaran nama baik terhadap pihak-pihak yang mempertanyakan keaslian ijazah, ketimbang memastikan bukti autentik dari ijazah itu sendiri. Logika hukumnya terbalik: tanpa pembuktian jelas bahwa ijazah itu benar-benar asli, bagaimana mungkin tuduhan “palsu” langsung diproses sebagai fitnah?

Kekacauan ini membuat kasus ijazah berubah menjadi drama politik yang tak pernah usai. Pemerintah dan kampus seolah memilih jalur defensif dengan jawaban setengah hati. Publik dipaksa percaya begitu saja, sementara kecurigaan terus dipelihara oleh ketertutupan. Inilah yang membuatnya layak disebut sebagai pembodohan publik.

Seharusnya sederhana: tampilkan dokumen resmi, buktikan dengan arsip akademik, hadirkan perbandingan dengan ijazah seangkatan, dan akhiri perdebatan. Jika itu dilakukan, barulah tuduhan terhadap Jokowi bisa dipastikan sebagai fitnah, dan proses hukum terhadap penyebar isu punya legitimasi.

BACA JUGA  Modus Pelat Nomor Palsu untuk Gasak BBM Subsidi

Presiden bukan orang biasa, ia simbol negara. Karena itu keterbukaan tentang ijazahnya bukan urusan pribadi semata, melainkan menyangkut legitimasi politik di hadapan rakyat. Semakin ditutup-tutupi, semakin besar kerusakan kepercayaan publik terhadap negara.

Sudah saatnya pemerintah berhenti membiarkan polemik ini berlarut-larut. Transparansi adalah obat, ketertutupan adalah racun. Jika tidak, kasus ijazah akan terus menjadi bahan olok-olok dan senjata politik yang merusak wibawa kepemimpinan, sekaligus memperbodoh bangsa. (YURNALDI)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses