Warga Gaza antre makanan di tengah krisis kemanusiaan saat perang terus berkecamuk (dok. REUTERS/Mahmoud Issa)
JAKARTA, ALINIANEWS.COM – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi mengumumkan bencana kelaparan di Gaza, wilayah yang terus dilanda perang. Para pakar PBB memperingatkan bahwa sedikitnya 500.000 orang saat ini menghadapi kondisi “bencana besar” kelaparan. Ini menjadi catatan sejarah baru, karena untuk pertama kalinya PBB menetapkan status bencana kelaparan di kawasan Timur Tengah.

Kepala bantuan PBB, Tom Fletcher, menegaskan bahwa situasi ini sebenarnya tidak perlu terjadi.
“Ini adalah kelaparan yang sebenarnya bisa kita cegah jika kita diizinkan. Namun, makanan menumpuk di perbatasan karena hambatan sistematis oleh Israel,” tegas Fletcher dalam pernyataannya di Jenewa.
Laporan yang dirilis Integrated Food Security Phase Classification (IPC) menyebut bahwa per 15 Agustus 2025, kelaparan dengan tingkat “Fase 5” kategori terburuk dengan bukti memadai telah terkonfirmasi di Kota Gaza, wilayah yang mencakup sekitar 20 persen Jalur Gaza. IPC juga memproyeksikan krisis pangan ini akan meluas hingga ke Deir al-Balah dan Khan Younis pada akhir September, mencakup hampir dua pertiga wilayah Palestina.
Dalam laporan itu disebutkan, “Setelah 22 bulan konflik yang tak henti-hentinya, lebih dari setengah juta orang di Jalur Gaza menghadapi kondisi bencana besar yang ditandai dengan kelaparan, kemiskinan, dan kematian.” Jumlah korban terdampak diperkirakan akan meningkat menjadi hampir 641.000 orang — atau sepertiga populasi Gaza — pada akhir September.
Israel Bantah: “Tidak Ada Kelaparan di Gaza”
Menanggapi laporan ini, Kementerian Luar Negeri Israel dengan cepat membantah dan menyebut tudingan tersebut tidak benar.
“Tidak ada kelaparan di Gaza,” tegas Kementerian Luar Negeri Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP.
Tel Aviv bahkan menuding laporan panel IPC itu “didasarkan pada kebohongan Hamas yang diproses melalui organisasi-organisasi yang memiliki kepentingan pribadi”. Israel juga mengklaim bahwa dalam beberapa pekan terakhir telah ada gelombang bantuan besar yang masuk ke Gaza.
“Dalam beberapa pekan terakhir, gelombang bantuan besar-besaran telah membanjiri Jalur Gaza dengan bahan pangan pokok dan menyebabkan penurunan harga pangan yang tajam,” sebut Kementerian Luar Negeri Israel.
COGAT, badan yang mengawasi urusan sipil di wilayah Palestina di bawah Kementerian Pertahanan Israel, turut mengecam laporan tersebut.
“COGAT dengan tegas menolak klaim kelaparan di Jalur Gaza, dan khususnya di Kota Gaza. Laporan-laporan dan penilaian sebelumnya oleh IPC telah berulang kali terbukti tidak akurat dan tidak mencerminkan kenyataan di lapangan,” ungkap COGAT.
Badan-badan PBB selama berbulan-bulan telah memperingatkan memburuknya kondisi kemanusiaan di Gaza. Namun, akses terhadap pasokan makanan tetap terhambat. Israel sempat sepenuhnya melarang masuknya bantuan pada Maret lalu, sebelum membuka jalur terbatas pada akhir Mei. Akibatnya, pasokan makanan, obat-obatan, dan bahan bakar sangat minim.
Bagi Fletcher, fakta bahwa kelaparan ini bisa dicegah justru semakin memperparah luka kemanusiaan.
“Kelaparan ini seharusnya menghantui kita semua,” ucapnya.
Dengan kontrasnya klaim antara PBB dan Israel, dunia kini dihadapkan pada gambaran paling kelam dari konflik Gaza: perang yang tak kunjung usai, blokade yang mencekik, dan rakyat yang dipaksa bertahan di tengah bencana kelaparan yang seharusnya bisa dicegah.
(*/rel)