Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer alias Noel (kiri) berjalan menuju ruang konferensi pers usai terjaring OTT KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025).
JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Hilang sudah tampang garang penuh wibawa yang biasa ditunjukkan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer ketika menginspeksi mendadak perusahaan-perusahaan bandel yang memainkan hak karyawan mereka. Pada Jumat (22/8/2025), pria yang akrab disapa Noel itu justru menampilkan raut muka sedih bahkan menangis dengan balutan rompi oranye dan tangan terborgol.

Noel berjalan paling depan saat digiring menuju ruang jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK. Bibirnya ia lipat ke dalam, langkahnya pelan, sementara matanya yang sembap tertutup kacamata hitam. Sesekali ia terisak, menghela napas panjang, bahkan mengusap sudut matanya. Dari balik borgol, Noel sempat melirik keluar gedung, menatap udara bebas yang mungkin tak lagi bisa ia nikmati dalam waktu dekat. Gestur itu mengundang sorakan para jurnalis yang berebut mengabadikan momen. Noel membalasnya dengan mengacungkan jempol dan berusaha tersenyum.
Namun, sorotan utama bukan hanya soal ekspresi Noel. KPK menetapkan dirinya bersama 10 orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan sertifikat keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Nama-nama yang ikut terjerat di antaranya Irvian Bobby Mahendro, Gerry Adita Herwanto Putra, Subhan, Anitasari Kusumawati, Fahrurozi, Hery Sutanto, Sekarsari Kartika Putri, Supriadi, serta dua pihak swasta, Temurila dan Miki Mahfud dari PT KEM Indonesia.
Dalam perkara ini, KPK menduga ada praktik pemerasan yang membuat tarif sertifikasi K3 melonjak tajam. Ketua KPK Setyo Budiyanto mengungkapkan, tarif seharusnya hanya Rp 275.000, tetapi dalam praktiknya para pemohon dipaksa membayar hingga Rp 6 juta. “Karena adanya tindak pemerasan dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses permohonan pembuatan sertifikasi K3 yang tidak membayar lebih,” kata Setyo dalam konferensi pers.
Selisih biaya yang dikantongi para tersangka disebut mencapai Rp 81 miliar. Dari jumlah itu, Noel diduga menerima Rp 3 miliar dan sebuah motor mewah merek Ducati. “Peran IEG (Immanuel Ebenezer) adalah dia tahu, dan membiarkan bahkan kemudian meminta. Jadi artinya proses yang dilakukan oleh para tersangka ini bisa dikatakan sepengetahuan oleh IEG,” ujar Setyo.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan pihaknya menjerat para tersangka dengan pasal pemerasan, bukan pasal suap. “Kenapa menggunakan Pasal Pemerasan? Tidak menggunakan Pasal Suap? Tadi di awal sudah disampaikan oleh Bapak Ketua bahwa ada tindak pemerasan ini dengan modus memperlambat, mempersulit, atau bahkan tidak memproses. Itu perbedaannya,” jelas Asep.
Menurut Asep, praktik pemerasan itu memberi tekanan psikologis besar kepada para buruh. “Sehingga si pemohon menjadi tertekan secara psikologis. Dan dia juga kan perlu cepat barangnya. Dan dia tidak ada kepastian kapan ini bisa segera selesai,” ucapnya.
Meski demikian, Noel mengeklaim dirinya tidak terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dan menolak disebut melakukan pemerasan. “Saya juga ingin mengklarifikasi bahwa saya tidak di-OTT, pertama itu. Kedua, kasus saya bukan kasus pemerasan, agar narasi di luar tidak menjadi narasi yang kotor memberatkan saya,” kata Noel.
Tak tanggung-tanggung, ia bahkan berharap mendapat pengampunan langsung dari kepala negara. “Semoga saya mendapat amnesti Presiden Prabowo,” ucap Noel.
Drama Noel berlanjut di ruang konferensi pers KPK. Ia sempat menangis sebelum masuk ruangan, lalu berubah tersenyum ketika berhadapan dengan wartawan. Dengan tangan terborgol, ia mengacungkan jempol dan mengepalkan tangan seolah memberi isyarat kekuatan. Saat digiring ke mobil tahanan, senyum lebar kembali tersungging di wajahnya. “Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo,” katanya lagi sebelum meninggalkan Gedung Merah Putih.
(*/rel)