spot_img
spot_img

Rumah Doa Dirusak, Anak-Anak Dipukul: Seruan Tegas atas Intoleransi di Padang

Foto: Rumah doa GKSI Padang 

PADANG, ALINIANEWS.COM — Sebuah insiden kekerasan yang memilukan mengguncang Kota Padang, Sumatera Barat. Kegiatan belajar agama puluhan anak-anak jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) Anugerah di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, dibubarkan paksa. Lebih dari itu, rumah doa yang mereka gunakan dirusak dan sejumlah anak mengalami kekerasan fisik.

Peneliti Pusat Studi HAM Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII), Sahid Hadi, menilai peristiwa ini sebagai kegagalan negara dalam menjamin hak dasar warganya. “Pemerintah daerah gagal melindungi dan memenuhi kebebasan beragama warga minoritas,” tegas Sahid melansir dari Tempo.com.

Iklan

Menurut Sahid, kerusakan rumah doa ini merupakan cerminan buruk dari lemahnya regulasi serta pelaksanaan kebijakan toleransi oleh otoritas setempat. Ia menyoroti polemik yang terus muncul terkait penggunaan bangunan pribadi untuk beribadah. “Perlu tunduk pada peraturan, tetapi tetap berpegang pada prinsip penghormatan hak asasi manusia,” ucapnya.

Lebih lanjut, Sahid menegaskan bahwa insiden pembubaran paksa dan kekerasan fisik tidak dapat dibenarkan. “Tidak boleh membubarkan kegiatan keagamaan secara paksa, apalagi melakukan kekerasan dan merusak,” katanya.

Sahid mendesak agar aparat penegak hukum segera bertindak. “Pemerintah daerah harus segera merespons dan mengambil tindakan tegas. Polisi juga harus menghukum pelaku kekerasan dan perusakan,” tambahnya. Ia juga mengingatkan agar mediasi tidak dijadikan alat untuk menekan jemaat. “Tidak boleh dilakukan justru untuk menekan jemaat GKSI,” katanya.

BACA JUGA  Pemprov Jabar Perketat Efisiensi, Lampu Gedung Sate Kini Padam Lebih Cepat

Ketua DPD Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (GAMKI) Sumatera Barat, Yonatan Sirait, mengungkapkan bahwa kejadian ini disaksikan langsung oleh Pendeta F. Dachi, pimpinan rumah doa tersebut. “Beliau yang menceritakan ke saya,” kata Yonatan kepada Tempo, Senin malam (27/7).

Yonatan menyebutkan, saat itu sekitar 20 anak sedang mengikuti kegiatan belajar agama. Sekitar pukul 16.00 WIB, Pendeta Dachi dipanggil oleh pengurus RT dan RW setempat. Belum selesai pertemuan, rumah doa didatangi oleh orang-orang tak dikenal. “Ada pemuda muncul dan membuka pagar, lalu masuk ke dalam sembari menendang pagar kayu,” tutur Yonatan.

Aksi kekerasan pun terjadi. Pelaku memukul jendela dengan kayu pagar yang dirusaknya sendiri. “Tiba-tiba muncul lagi sekelompok orang lainnya yang ikut melakukan perusakan,” katanya.

Tidak berhenti sampai di situ, pelaku juga menyerang anak-anak. “Dua anak yang sedang berjalan keluar terkena pukulan keras di bagian punggung belakang hingga leher,” ujar Yonatan. Bahkan dua anak lain, berusia 6 dan 11 tahun, ditendang hingga terjatuh dan mengalami luka terkilir.

Setelah melakukan perusakan menyeluruh, para pelaku baru meninggalkan lokasi. “Semua kaca jendela pecah, kursi dan kipas angin dirusak, meteran listrik juga dicabut,” imbuh Yonatan.

Meski menjadi korban kekerasan, Pendeta F. Dachi menegaskan bahwa rumah doa tetap akan dibuka untuk kegiatan pendidikan anak-anak. “Saya akan tetap buka dan beri pendidikan bagi siswa usai semua persoalan ini selesai,” ujarnya dilansir dari Kompas.com, Selasa (29/7).

BACA JUGA  Pemprov Jabar Perketat Efisiensi, Lampu Gedung Sate Kini Padam Lebih Cepat

Dachi menjelaskan bahwa bangunan rumah doa merupakan miliknya pribadi dan diperuntukkan untuk pendidikan. Ia pun menyatakan keyakinannya terhadap warga Padang. “Secara keseluruhan, warga Padang sangat toleran,” katanya.

Namun, ia mengakui bahwa ulah segelintir oknum telah mencoreng wajah toleransi tersebut. “Saya sudah dapat izin dari Pak Wali Kota untuk melanjutkan pendidikan di rumah doa itu. Pak Kapolsek juga mendukung dan bahkan siap menempatkan anggotanya di sana,” terang Dachi.

Dukungan juga datang dari warga sekitar yang turut membantu membersihkan lokasi. “Kaca yang pecah sudah diganti, dan warga juga turut membantu membereskan rumah doa,” jelas Dachi. Ia berharap kekerasan serupa tak terulang lagi.

Peristiwa ini meninggalkan luka dalam, bukan hanya bagi para korban, tapi juga bagi nilai-nilai keberagaman yang selama ini dijaga. Kini, semua mata tertuju pada aparat dan pemerintah daerah: akankah mereka bersikap tegas atau kembali gagal melindungi warganya? (*/rel)

spot_img

Latest news

- Advertisement -spot_img

Berita Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses