Kantor Gubernur Sumbar yang berada di Jalan Jenderal Sudirman, Kota Padang. (Foto: ist)
PADANG, ALINIANEWS.COM – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat kembali menjadi sorotan setelah temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap adanya kelebihan pembayaran pada pos belanja jasa konsultansi konstruksi tahun anggaran 2024. Dari anggaran sebesar Rp24,8 miliar, ditemukan indikasi pembayaran fiktif dan tumpang tindih senilai Rp218,75 juta.
Dalam laporan pemeriksaan, BPK menyebutkan bahwa biaya langsung personel yang semestinya dibayarkan kepada tenaga ahli dan pendukung justru diberikan kepada individu yang tidak pernah terlibat dalam proyek. Tak hanya itu, ditemukan pula jadwal penugasan yang tumpang tindih, di mana seorang personel tercatat bekerja di dua tempat berbeda secara bersamaan.
11 Orang Konsultan Terdaftar, Tapi Mengaku Tak Pernah Terlibat
Audit BPK secara uji petik di tujuh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menemukan adanya pencantuman nama-nama personel dalam kontrak pekerjaan konsultansi yang mengaku tidak pernah bekerja dalam proyek tersebut. Total pembayaran kepada mereka mencapai Rp163,33 juta, yang tersebar di:
Dinas Kelautan dan Perikanan: Rp13,82 juta
Dinas Perkebunan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura: Rp30,86 juta
Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan: Rp97,01 juta
Dinas Pendidikan: Rp21,63 juta
Nama mereka digunakan untuk memenuhi persyaratan dalam kontrak, namun tak ada bukti kehadiran atau kontribusi dalam pelaksanaan pekerjaan.
Tenaga Ahli “Superman”? Bekerja di Dua Tempat dalam Waktu yang Sama
Tak kalah ironis, BPK juga mencatat adanya penugasan ganda atau overlap, yakni satu orang tenaga ahli terdaftar bekerja di beberapa proyek berbeda pada waktu yang sama. Akibat kelalaian dalam memverifikasi jadwal dan keberadaan personel ini, negara harus menanggung kelebihan bayar sebesar Rp55,42 juta.
Total kerugian negara pun mencapai Rp218,75 juta, yang hingga kini baru dikembalikan sebesar Rp11,57 juta oleh tiga instansi:
Biro Umum: Rp3,56 juta (9 Mei 2025)
Dinas SDABK: Rp3,25 juta (15 Mei 2025)
Dinas Koperasi dan UKM: Rp4,75 juta (18 Mei 2025)
Masih tersisa Rp207,17 juta yang harus ditagih kepada pihak-pihak terkait.
Menurut BPK, permasalahan ini mencerminkan lemahnya pengendalian internal di tubuh Pemprov Sumbar. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan, serta Kepala SKPD dinilai kurang cermat dalam memverifikasi personel, bahkan gagal mendeteksi duplikasi penugasan yang semestinya terlarang.
BPK merekomendasikan Gubernur Sumbar untuk:
Memperkuat pengawasan belanja jasa konsultansi di masing-masing SKPD;
Meningkatkan akurasi verifikasi dan validasi personel oleh PPK dan pejabat pengadaan;
Menagih sisa kelebihan pembayaran sebesar Rp207,17 juta ke pihak-pihak terkait.
Rinciannya sebagai berikut:
- Dinas Kelautan dan Perikanan: Rp13,82 juta
- Dinas Perkebunan dan Hortikultura: Rp36,75 juta
- Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan: Rp113,63 juta
- Dinas Pendidikan: Rp42,96 juta
Dengan temuan ini, publik patut bertanya: Apakah belanja jasa konsultansi benar-benar untuk membayar keahlian? Atau justru menjadi ladang baru praktik “numpang nama” demi mencairkan anggaran? Skema ini, jika terus dibiarkan, bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola keuangan daerah.
Tentu rakyat berharap, Pemprov Sumbar tak sekadar setuju dengan temuan BPK, tapi benar-benar menindaklanjuti dengan serius. Karena yang dipertaruhkan bukan sekadar angka, tapi kepercayaan publik dan kredibilitas pemerintahan. (SUMBER LHP BPK RI 2024)