JAKARTA, ALINIANEWS.COM — Pemerintah tengah mempertimbangkan kebijakan pengenaan tarif bea masuk terhadap impor singkong dan tapioka. Langkah ini diambil untuk merespons anjloknya harga singkong dan stagnasi penyerapan tapioka lokal oleh industri dalam negeri.
Namun demikian, Menteri Perdagangan Budi Santoso menegaskan bahwa kebijakan tersebut masih sebatas usulan hasil rapat internal Kementerian Perdagangan dan belum diputuskan secara resmi.
“Masih nunggu rakor Kemenko Perekonomian. Ya waktu itu kan salah satu solusinya dikenakan tarif bea masuk, tapi kan belum diputuskan,” ujar Budi saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Jumat (4/7/2025).

Ia pun belum merinci secara detail tata niaga pengaturan singkong dan tapioka. Budi mengatakan kebijakan terkait pengaturan impor tetap menunggu koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Masih nunggu ya, jadi belum dibahas dalam rakor dengan Kemenko Perekonomian,” lanjutnya.
Langkah ini menjadi respons terhadap protes para petani singkong yang mengeluhkan anjloknya harga di tengah melimpahnya pasokan dan rendahnya penyerapan dari pabrik tapioka. Di sisi lain, pabrik tapioka juga kesulitan menjual produknya karena serbuan produk impor yang lebih murah.
Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal sebelumnya membeberkan bahwa saat ini ada sekitar 250 ribu ton tapioka asal Lampung yang tidak terserap oleh industri dalam negeri.
“Permasalahan utama pengusaha, harga tidak kompetitif, dengan tepung tapioka impor yang jauh lebih murah masuk ke Indonesia. Mereka produksi per kg Rp 6.000. Tepung tapioka impor Rp 5.200/kg dan tidak kena pajak, tidak pernah kena pajak,” kata Rahmat dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Rabu (25/6/2025).
Ia juga menyinggung kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) singkong menjadi Rp 1.350/kg, yang menambah beban bagi pengusaha tapioka. Meski demikian, kenaikan HET ini dinilai sebagai langkah penyelamatan bagi petani.
“HET dikeluarkan Rp 1.350/kg dipotong 30% ini bukan untuk selamanya, untuk menangkan petani, pengusaha singkong dengan terpaksa membeli dengan harga itu untuk menyelamatkan petani,” jelasnya.
Sekitar dua bulan lalu, Kementerian Perdagangan menyampaikan bahwa mereka tengah mengkaji usulan larangan dan pembatasan (lartas) impor singkong dan tapioka. Rencana tersebut akan dibahas bersama Kemenko Perekonomian serta kementerian dan lembaga terkait lainnya.
“Kemendag terbuka terhadap berbagai masukan dan evaluasi, khususnya dengan mempertimbangkan perkembangan perekonomian nasional dan daerah, serta situasi perdagangan dunia yang semakin dinamis,” ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Isy Karim, dalam keterangannya, Sabtu (10/5/2025).
Isy juga menegaskan bahwa wacana pengendalian impor sesuai dengan amanah Peraturan Pemerintah (PP) 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan. PP ini memberikan dasar hukum bagi pemerintah untuk mengendalikan kegiatan ekspor-impor barang dan jasa sesuai kondisi nasional. (*/rel)